Kilas XXIV: "Kabar dan Spekulasi"

166 27 2
                                    

"Huh? Aku sedang tidak berhalusinasi kan sekarang? Sungguh gudang senjata?"

Celetukan Haechan penuh nada ketidakpercayaan tersebut, seolah-olah mewakili Mark yang hingga kini terdiam, berbekal manik obsidiannya yang masih bergerilya ke segala penjuru secara seksama.

Betapa tidak?

Ketika di detik-detik sebelumnya kelompok kecil mereka selalu disuguhkan dengan betapa naturalisnya jejak peninggalan Ten El Soule. Sungguh jejeran berbagai macam senjata mulai dari pedang, tombak, panah dan jenis senjata lainnya yang tertangkap oleh pandangan Mark saat ini. Amatlah berhasil membuatnya skeptis tentang kewarasannya yang masih baik-baik saja, atau telah tercemari oleh halusinasi seperti kekhawatiran Haechan barusan.

"Semua ini jebakan ilusi atau Tuan Agung Ten benar-benar memiliki gudang senjata seperti ini di kediamannya?" ucap Haechan lagi seraya mendekat ke sebuah rak yang berisi berbagai macam jenis pedang.

"Ini... terlalu mengejutkan," aku Mark pada akhirnya menimpali ucapan Haechan. "Baru saja aku sempat berpikir Tuan Agung Ten tidak menyukai baku hantam. Tapi sepertinya pemikiranku salah besar?

"Hm..." ucap Haechan tampak mengerutkan kening sebagai pertanda bila ia sedang berpikir keras. "Atau pada dasarnya Tuan Agung Ten seorang kolektor?" lanjutnya seraya menoleh ke arah Mark. "Kau tahu, maksudku. Ada perbedaan jelas antara orang yang mengumpulkan berbagai senjata karena dia membutuhkannya saat bertempur, dan orang yang murni mengagumi senjata-senjata itu untuk sebatas dimiliki?"

"Alasan kedua lebih terdengar masuk akal," ucap Mark seraya balas menatap pada Haechan. "Bagaimana pun, gambaran Tuan Agung Ten di benakku saat ini benar-benar sosok yang baik hati dengan segala kemurnian perangainya."

Haechan lantas tersenyum penuh makna.

"Pemikiran positif yang sangat bagus, Mark," celetuk Haechan setelahnya.

Mark tak kuasa menahan kekehan gelinya.

"Bukankah hal ini sangat klise, Hyuckie?" ujar Mark sambil menunggu langkah Haechan yang terlihat kembali mendekat ke arahnya. "Seluruh cerita dongeng yang aku ketahui hingga saat ini selalu memiliki protagonis yang baik hati dan berjiwa pahlawan. Bukankah itu cocok dengan kesan Tuan Agung Ten selama ini di mata kebanyakan orang?"

Kini giliran Haechan yang terkekeh kecil.

"Kau benar," balas Haechan setuju. "Akan menjadi hal yang sangat melegakan jika seluruh protagonis cerita memiliki hati sebaik malaikat," lanjutnya diakhiri senyum. "Dengan begitu, seluruh cerita akan memiliki akhir yang bahagia karena biasanya semesta selalu berpihak pada kebaikan, bukan?"

Senyum Haechan ketika berbicara padanya tersebut memang terlihat amat manis. Namun entah mengapa jauh di sudut lubuk hatinya, Mark merasakan kejanggalan dari semua itu.

Entah mengapa.

"Omong-omong, bagaimana menurutmu?" ucap Haechan kembali terdengar mengalihkan topik pembicaraan. "Senjata biasanya berbahaya. Tapi karena senjata-senjata itu hanya sebatas menjadi koleksi di gudang ini. Apakah tempat ini cukup aman untuk membaca buku antik yang baru saja kita temukan?"

"Aku pikir di sini tidak buruk," balas Mark dengan segera. "Sepanjang kita tidak berulah, aku rasa tempat ini aman-aman saja untuk sekadar membaca buku?" ungkapnya seraya menoleh ke arah Chenle. "Bukankah begitu, Pangeran Chen—eh?!"

Sedikit terlambat bagi Mark untuk merasa terkejut, usai menyadari bila obyek yang ingin ia ajak bicara, ternyata sudah tidak ada di tempatnya.

"Pangeran Chenle?!"

Demikianlah Haechan mendadak ikut panik, karena kesibukannya berbincang dengan Mark sebelum ini, tak disangka-sangka justru membuatnya lengah sampai tidak menyadari kalau Chenle sudah tidak ada di sekitar mereka.

Soulmate IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang