Alarm ponsel Niskala terus berdering sejak setengah jam yang lalu. Si pemilik benda tersebut sama sekali tidak terlihat berniat untuk mematikan alarm itu. Dia hanya berbaring diatas ranjangnya--bergadang semalaman.Niskala bisa merasakan bias matahari pagi menembus jendela kamarnya yang tertutup rapat oleh gorden abu-abu. Tubuhnya terasa berat seperti biasa, meski hanya untuk duduk semata. Niskala berpikir, mungkin lebih baik jika tubuhnya tertelan oleh kasur saat ini juga.
SMA Widyantara... Niskala membalikkan tubuhnya kesamping, meraih bantal besar terdekat dan memeluknya seerat yang ia bisa. Dua kata itu tak bisa hilang dari kepalanya sepanjang malam.
Kenapa dia harus kesana ? Tidak, itu tidak apa-apa. Lagi pula Widyantara itu luas, tidak mungkin kami bertemu. Tapi tetap saja, cepat atau lambat dia akan tahu semuanya. Tapi apa itu penting ? Raga cuma orang asing yang baru aku temui, apa itu penting jika dia tahu semuanya ? Mau bagaimana pun, tetap saja itu artinya ada satu orang lagi yang akan menatapku nanti...
Niskala mengerutkan tubuhnya, membenamkan wajahnya pada bantal yang ia peluk. Kepalanya tak berhenti berpikir, perasaan takut, khawatir, dan cemas juga datang tanpa permisi seperti biasa.
🍂🍂🍂
"Sialan...kenapa tuh anak duduk disana"
"Reka, cepat suruh dia pindah. Itu harusnya tempat Juan"
"Lah ? Kenapa gak kamu saja sana yang ngomong sama orang itu ? Aku sih ogah"
"Bercanda, ya ? Yang ada aku nanti ketularan penyakitnya !"
Gendang telinga Niskala bergetar dengan sendirinya. Ketiga orang tersebut memang tidak berniat untuk berbicara secara pelan, mereka sengaja melakukan itu dengan tujuan yang jelas--Agar Niskala bisa mendengarnya. Sering juga mereka melakukannya sebagai isyarat untuk Niskala agar tahu diri dalam beberapa hal.
Niskala sudah biasa menelan itu semua. Dia lebih sering memilih untuk mengalah tanpa berdebat sedikit pun.
Tanpa berpikir panjang Niskala menggaet ransel miliknya dan pergi dari meja yang ia duduki sebelumnya. Ia pindah ke barisan pojok kiri paling belakang. Dimana disana lah satu-satunya meja kosong tak berpenghuni di kelas tersebut.
Sebenarnya ini adalah tahun ajaran baru, dimana mereka baru saja naik ke kelas 12. Kelas memang berubah dan itulah mengapa Niskala memilih ulang tempat ia duduk. Namun pada akhirnya penghuni kelas tersebut tidak berubah sedikitpun, yang artinya Niskala harus bisa bertahan hingga semester ini selesai--itu yang ia rencanakan.
Meskipun saat ini, Niskala sudah mempertanyakan kembali keputusannya mencoba bertahan untuk yang terakhir kali--dia merasa janji yang ia buat dengan Asri sangatlah berat untuk dilakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAD INSIDE
Teen FictionNiskala berbeda dengan kebanyakan orang. Ketika kematian adalah hal menakutkan, untuknya merencanakan bagaimana ia bisa mati adalah sesuatu yang lumrah. Niskala selalu berpikir bahwa semesta tempat ia lahir tidak akan pernah cocok untuknya--Memang b...