Aku bangga, bisa bangun lebih awal hari ini. Biasanya sering kali aku terbangun tengah malam atau yang paling buruk adalah bangun kesiangan. Mungkin karena semalam aku tidur dengan cepat dan meminum obat yang dokter berikan. Terima kasih untuk itu.Sekolah masih terasa berat. Bukan karena Raga yang masih absen untuk beberapa hari. Tapi juga karena Wino yang mencoba untuk melakukan hal jahilnya kepada ku. Untungnya Juan langsung menghentikan aksi yang Wino lakukan. Entah kenapa dia melakukan itu. Tapi pada akhirnya aku masih bertahan sampai saat ini. Sepertinya aku harus mengatakan bangga pada diriku sendiri sekarang.
Oma Eli dan Kak Nesya sempat mampir ke rumah, mereka datang sekadar menyapa dan memberiku semur ayam untuk makan malam. Kami mengobrol banyak sore itu, aku berhasil tertawa lepas ketika oma Eli mengomeli kak Nesya untuk buru-buru pulang karena dia lupa mengangkat baju yang masih terjemur, meski adzan maghrib sudah berkumandang--Aku bangga pada diriku yang mengakhiri harinya dengan senyum dan tawa.
Niskala terus menulis semua hal yang ia lakukan setiap harinya di buku tersebut. Meski rasanya aneh dan sulit, tapi ia mencoba untuk melanjutkan apa yang Asri sarankan. Niskala merobohkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk. Dia menatap lekat langit-langit kamarnya yang sudah usang--kelabu. Sudut matanya lalu menangkap botol obat plastik diatas nakas. Itu hanyalah vitamin dan anti-depresan yang Asri resepkan padanya. Seharusnya, Niskala meminumnya, tapi entah bagaimana rasanya begitu berat.
Namun Niskala tetap menyabit botol obat tersebut. Ditaruhnya beberapa pil diatas telapak tangan, sesuai dosis yang ada. Niskala tidak langsung menengguknya. Dia menarik nafas panjang sejenak dan barulah dalam sekali telan, obat tersebut lenyap ia makan.
Niskala bangun sangat telat, setelahnya. Dia harus meloncat dari atas ranjang setelah melihat matahari pagi sudah muncul begitu cerah. Pukul 7 lewat, sudah dipastikan Niskala terlambat berangkat sekolah. Dia bergegas membersihkan tubuh, memakai seragam secepat yang ia bisa, dan melewatkan sarapan seperti biasa. Saat Niskala keluar, dia disambut oleh oma Eli dan kak Nesya yang sedang berjemur dibawah matahari. Keduanya kaget melihat pintu rumah Niskala yang terbuka tiba-tiba.
"Niskala, kamu telat sekolah !?" tegur oma Eli. Sang pemilik nama hanya bisa tertawa canggung untuk merespon. Niskala segera berlari untuk mengejar angkot di jalan utama. Menunggu 5 menit, satu angkot yang hampir penuh oleh ibu-ibu dari pasar datang. Niskala tidak punya pilihan lain, dia naik ke angkot tersebut.
Niskala berharap gerbang masih belum di tutup. Tapi melihat jam di ponselnya yang menunjukkan hampir setengah delapan pagi, dia cukup pesimis pada harapan tersebut. Karena hanya 4 menit menjelang toleransi keterlambatan milik SMA Widyantara. Angkot itu sampai tepat sebelum 2 menit waktu toleransi habis. Hanya 500 meter hingga ia sampai pada gerbang sekolah. Tapi 500 meter adalah angka yang banyak, Niskala tidak mungkin bisa sampai tepat waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAD INSIDE
Teen FictionNiskala berbeda dengan kebanyakan orang. Ketika kematian adalah hal menakutkan, untuknya merencanakan bagaimana ia bisa mati adalah sesuatu yang lumrah. Niskala selalu berpikir bahwa semesta tempat ia lahir tidak akan pernah cocok untuknya--Memang b...