08

483 74 9
                                    

Flashback malam itu...

Sesampainya di unit apartemen, Arlian segera membawa Calisa ke kamarnya.

"Masih panas, Cal?" tanya Arlian.

Calisa tidak menjawab, dia merasakan suhu tubuhnya semakin meningkat.

"Calisa?" tanya Arlian lagi.

"Panas, Ar," rengeknya.

"Gue kayaknya harus mandi, deh. Gerah banget gak kuat," ucap Calisa seraya melepaskan cardigan yang tengah di pakainya.

Arlian menelan ludahnya kasar, jangan sampai Calisa membuka bajunya sekarang.

"Kamar mandi di mana? Gue mau ke kamar mandi," ucap Calisa.

"Itu kamar mandinya di sana, ayo saya bantu." Arlian menuntun Calisa untuk ke kamar mandinya.

"Lo mau ikut masuk?" tanya Calisa yang membuat Arlian membulatkan matanya, tapi dia mau.

"Kamu perlu bantuan saya sekarang juga?" tanya Arlian.

"Bantuan apa, sih, yang lo maksud dari tadi?" Calisa balik bertanya.

Arlian mengikis jarak antara dirinya dengan Calisa, dia membisikkan sesuatu di telinga perempuan itu. "Saya bisa menghilangkan rasa panas di tubuh kamu." Arlian membisikkan itu seraya mengecup telinga Calisa sekilas.

"Sshhh sial," batin Calisa berdesis.

"Cal, saya bisa ba-

Calisa mengecup bibir Arlian singkat. "Lo bisa bantuin gue nanti, gue beneran butuh mandi ini. Lo pergi dulu sana."

Kecupan singkat dari Calisa, membuat darahnya serasa berdesir hebat, detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Bahkan, seolah seperti sebuah hipnotis, Arlian menuruti ucapan Calisa, dia memberikan ruang untuk perempuan itu, dia pergi meninggalkan Calisa seorang diri.

Sedangkan di dalam kamar mandi, Calisa tengah menggerutu. Bahkan, umpatan-umpatan kasar sudah keluar dari mulutnya.

"Arlian bangsat, Arlian sialan, Arlian setan, Arlianjing," umpatnya geram.

"Bisa-bisanya lo jebak gue pake obat sialan itu. Fuck you, Arlian, cara lo licik banget."

"Panas banget gak kuat. Tapi, gue gak boleh ngemis-ngemis minta disentuh sama cowok bajingan itu."

Calisa menatap dirinya di depan cermin. Calisa merutuki dirinya sendiri, karena saat ini dia terlihat sangat kacau, wajah yang memerah, tatapan matanya yang tiba-tiba menyayu, benar-benar seperti perempuan yang haus akan sentuhan.

"Calisa, ayo Calisa, lo pasti bisa ngendaliin diri lo sendiri. Lo jangan kalah sama si Arlian bangsat itu."

Dari pertama kedatangannya di club itu, sebenarnya Calisa sudah mengetahui bahwa Arlian pun ada di sana. Bahkan, dia juga mengetahui bahwa Arlian lah yang mencampurkan obat perangsang dan menambah kadar alkohol pada minumannya. Hanya saja, dia berpura-pura seolah-olah tidak mengetahui apa-apa, dia hanya ingin mengikuti sejauh apa permainan Arlian.

"Lihat aja Arlian, bukan gue yang akan bertekuk lutut sama lo, tapi lo yang akan bertekuk lutut sama gue."

Calisa menyalakan dan membiarkan air shower mengguyur membasahi tubuhnya, berharap suhu tubuhnya kembali menurun, walaupun kemungkinannya hanya seberapa persen.

"Calisa, sudah?" Arlian sedikit berteriak dari kamarnya, karena Calisa belum kunjung keluar dari kamar mandi.

Calisa membuang napasnya kesal. "Iya bentar," sahutnya.

LDR || Love Death RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang