17

484 58 4
                                    

Lagi, hari ini adalah hari yang dinanti oleh Arlian juga Calisa. Setelah kegagalannya beberapa tahun lalu, hari ini mereka kembali akan terikat satu sama lain.

Langit cerah, bunga-bunga berwarna pastel menghiasi setiap sudut ruangan, dan gemuruh tawa serta percakapan ringan mengisi udara. Namun, di tengah semua kegembiraan itu, hati Calisa tak karuan. Seharusnya ini adalah hari yang bahagia untuknya, hari dimana ia akan mengikat janji suci dengan pria yang dari dulu seharusnya menjadi miliknya. Juga, hari ini seharusnya menjadi awal mula semua tujuannya akan terealisasikan.

Namun, di sudut ruang ganti, Calisa hanya terdiam menatap cermin. Pikirannya berkelana jauh, terjebak dalam keraguan yang selalu ditanamkan oleh bisikan mendiang Aira. Beberapa hari sebelum pernikahannya, lagi-lagi Aira selalu datang, membisikkan bahwa Arlian hanya bermain-main dengan pernikahannya ini.

"Semua hanya tipu daya seorang Arlian, Calisa!" Suara Aira terus bergaung dalam benaknya. Kata-kata itu seperti duri yang menusuk perlahan, membuat Calisa bertanya-tanya, lantas siapa yang sebenarnya akan kalah dalam permainan ini?

Calisa tahu, sebuah pernikahan bukan untuk permainan. Tapi, jika Arlian yang menang akan memulai lebih dulu bermain dalam satu ikatan itu, ia tidak akan segan-segan untuk membalasnya.

"Lisa sayang!" Suara wanita paruh baya yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu berhasil membuyarkan lamunan Calisa.

"Bunda," balas Calisa seraya tersenyum.

Ya, beberapa hari lalu, Helen sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Keadaannya sudah cukup membaik, hanya saja memang perlu pantauan walaupun sekarang tidak diharuskan berada di rumah sakit lagi.

Helen duduk di sebelah putrinya itu. "Kenapa? Kok melamun?" tanya Helen.

"Enggak, kok, bun!" jawab Calisa cepat.

Helen pun hanya mengangguk seraya menatap Calisa. "Cantik sekali putrinya bunda ini," ucapnya.

"Tapi, aku bukan anak kandung bunda, kan?" ucap Calisa pelan seraya menunduk, tentunya membuat Helen tertegun.

"Lisa? Kamu—"

Calisa memotong ucapan Helen. "Bun, please! Orang tua kandung Lisa di mana?"

"Cal, bunda nggak tahu harus menjawab apa," ucap Helen sedih.

"Lisa perlu tahu orang kandung Lisa, Lisa nggak mau terus-terusan kaya gini, bunda!" ucap Calisa.

"Lisa, kamu nggak perlu tahu orang tua kandung kamu di mana. Untuk sekarang, yang penting ada bunda, ada Calvin yang menyayangi kamu. Bahkan, sekarang ada Arlian yang akan melindungi kamu," ucap Helen.

"Bunda, tapi—"

"Cali, udah!" ucap Calvin yang baru saja datang menghampirinya.

"Bun, Calvin bisa ngomong berdua sama Calisa?" ucap Calvin.

Helen menghela napas panjang, lalu meninggalkan mereka berdua.

"Vin, gue perlu tahu orang tua kandung gue siapa dan ada di mana," ucap Calisa.

"Calisa, lihat gue!" ucap Calvin seraya menangkup kedua pipi Calisa. "Kalaupun lo tahu identitas orang tua kandung lo, itu semua nggak akan merubah apapun. Yang sayang sama lo tetap gue sama bunda!" ucap Calvin tegas.

"Gue tahu dan gue pun akan sadar diri, Vin. Tapi, rasanya gue beneran perlu tahu tentang orang tua gue," ucap Calisa.

"Cali, untuk sekarang mending lo fokus sama tujuan lo, deh. Lo fokus sama pernikahan lo, lo harus fokus sama tujuan lo balas dendam ke Arlian," ucap Calvin membuat Calisa terdiam.

LDR || Love Death RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang