10

446 72 16
                                    

"Ayo ceritain ke gue tentang masa lalu lo sama Aira! Semalem lo janji mau cerita pagi ini," ucap Calisa seraya menatap Calvin serius.

"Gak penting, Cal. Yang ada malah ngebuka luka lama lo." Ucapan Calvin membuat Calisa mengernyit.

"Maksud lo?" tanya Calisa.

"Ada hubungannya sama lo batal nikah," ucap Calvin membuat Calisa terdiam.

"Yakin mau dilanjut?" tanya Calvin lagi.

Calisa benar-benar terdiam, dia belum siap jika harus kembali membahas luka lamanya.

"Yaudah gak usah, nanti aja," ucap Calisa.

Calvin pun tersenyum. "Lo gak kerja, Cal?"

"Enggak. Gue pengen resign aja deh, Vin," ucap Calisa.

"Resign? Kenapa? Bukannya kerjaan itu yang lo mau?" tanya Calvin.

"Capek, pengen kerja di kantor ayah aja," ucap Calisa.

"Yeu, dari awal juga kan gue udah ngajak lo, tapi lo kekeh banget gak mau."

"Di pikir-pikir lagi, kayaknya lebih enak kerja di perusahaan sendiri," ucap Calisa.

"Jadi, mau resign kapan?" tanya Calvin.

"Nanti deh gue urus lagi," ucap Calisa.

"Gue ke kantor dulu ya," ucap Calvin seraya merangkul singkat adiknya itu.

"Sarapannya gak dihabisin?" tanya Calisa.

"Udah kenyang," jawab Calvin.

Calvin pun meninggalkan Calisa yang tengah merenung entah memikirkan apa.

Calisa hendak kembali ke kamarnya, tetapi ia menghentikan langkahnya ketika tiba-tiba merasakan tepukkan di pundaknya.

Calisa meneguk ludahnya kasar, entah kenapa hawanya terasa berbeda. Yang pasti ia tahu, yang menepuk pundaknya bukan manusia.

Dengan sedikit ragu, dia membalikkan badannya secara perlahan. Calisa reflek memejamkan matanya, ketika melihat sosok Aira tengah tersenyum misterius kepadanya.

"Hallo, Calisa?"

Calisa belum kunjung membuka matanya. "Lo mau apa lagi, Aira? Gue punya salah apa sama lo?"

"Jangan menikah dengan Mas Arlian, Calisa. Kalau kamu gak mau berakhir sama dengan aku," ucap sosok Aira.

Calisa membuka matanya perlahan, dengan sedikit takut-takut, ia menatap wajah Aira yang bercucuran darah itu. "Kenapa? Kasih gue alasan?"

"Arlian itu kejam, Arlian itu gak punya hati." Setelah itu, sosok Aira kembali menghilang begitu saja.

Keringat dingin mengalir di pelipis Calisa, jantungnya berdegup kencang. Apakah Aira main-main? Apakah Aira berkata seperti itu supaya Calisa menjauh dari Arlian? Banyak pertanyaan-pertanyaan yang kembali bersarang di benaknya.

Calisa memutuskan untuk kembali ke kamarnya, dia berlari kecil menaiki anak tangga di depannya.
Sesampainya di kamar, ia menetralkan napas dan detak jantungnya.

"Gue harus telepon Arlian," monolognya, seraya mencari kontak Arlian di ponselnya.

"Ada apa, Calisa? Kamu merindukan saya?" tanya Arlian di ujung telepon sana.

"Gak usah kepedean, Arlian," ucap Calisa berusaha menahan rasa kesalnya.

"Lalu?"

"Lo bunuh Aira?" tanya Calisa to the point. Dia tidak ingin basa-basi lagi, dia sudah benar-benar jengah karena Aira terasa terus menerrornya.

LDR || Love Death RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang