14

497 70 13
                                    

Arlian terduduk di ruang tamu yang luas nan megah itu, tapi hatinya terasa terkurung. Di hadapannya, ayahnya, Raharja Daneswara, berdiri dengan wajah serius, memandang ke luar jendela yang memperlihatkan hamparan kebun luas milik keluarga mereka. Ada ketegangan yang menggantung di udara, sesuatu yang tak terucapkan, namun kini tak bisa dihindari lagi. Arlian tahu, bahwa pertemuan kali ini bukanlah untuk percakapan yang biasa lagi.

Raharja dengan rahangnya yang mengeras dan tatapan mata yang tajam, akhirnya membalikkan badan dan menatap putranya itu. Suasana semakin dingin, Arlian dapat merasakan bahwa percakapan ini akan menjadi percakapan yang menentukan hidupnya kedepannya.

"Arlian, sudah cukup waktunya kamu bermain-main menggunakan caramu sendiri," ucap Raharja dengan suara tegasnya.

"Maksud ayah?" tanya Arlian.

"Nikahi Calisa secepatnya dan lakukan apa yang seharusnya kamu lakukan," jawab Raharja.

Arlian merasakan bingung dan resah bersamaan, ia bingung harus berbuat apa, tapi ia tetap berusaha untuk terlihat tenang.

"Bukannya Arlian udah bilang sama ayah untuk stop ikut campur dalam masalah Arlian!" ucap Arlian.

"Jika sudah menyangkut keluarga Andrew, itu semua termasuk urusan ayah," balas Raharja.

"Sebenarnya yang di sini punya masalah itu ayah sama Ayahnya Calisa, kan? Lalu kenapa harus Arlian atau pun Calisa yang menanggung semuanya?" ucap Arlian berani.

Raharja terkekeh sinis. "Jadi, kamu sudah benar-benar berpindah haluan? Kamu ingin membela gadis itu?"

Arlian menggelengkan kepalanya. "Ini semua karena ayah! Arlian bisa membalaskan dendam ayah, tapi pakai cara Arlian sendiri, gak dengan campur tangan ayah."

"Kalau ayah terus-terusan ikut campur, lama-lama Arlian capek," lanjutnya.

"Ayah ikut campur karena kamu sendiri yang tidak pernah bergerak, Arlian. Kamu selalu menunda-nunda, kamu selalu menyepelekan sesuatu," ucap Raharja.

"Yah, sebenernya kita gak bisa mempermainkan kehidupan seseorang hanya karena dendam di masa lalu," ucap Arlian.

"Jangan seolah paling mengetahui apa yang terjadi, Arlian! Kamu tidak akan pernah tahu seberapa sakit hati ayah karena Ayahnya Calisa," ucap Raharja.

"Iya, Arlian memang gak tahu karena ayah yang gak pernah memberi tahu, yang selalu ayah tanamkan pada Arlian hanya dendam, dendam, dan dendam tanpa memberi tahu benang utamanya apa," ucap Arlian yang membuat Raharja terdiam.

"Kalau memang ayah masih butuh Arlian untuk dijadikan alat balas dendam, ayah cukup ikuti permainan Arlian, tanpa harus ikut campur lebih dalam," lanjutnya.

"Ayah hanya ingin kamu cepat menikah dengan Calisa!" ucap Raharja.

"Jika kamu benar-benar bagian dari keluarga ini, kamu akan melakukan apa yang seharusnya kamu lakukan. Yang ayah tahu, seorang Arlian tidak memiliki rasa empati, apalagi terhadap musuhnya," lanjutnya.

Tapi, Calisa bukan musuh Arlian, batin Arlian.

Arlian menghela napasnya berat. "Arlian akan membalaskan dendam ayah, tapi jangan harap Arlian akan melangsungkan pernikahan itu hanya karena dendam. Ingat, Arlian punya cara sendiri untuk membalaskan dendam, tapi tidak dengan pernikahannya yang diniatkan untuk balas dendam."

Arlian berdiri, lalu keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang kacau. Sementara itu, Raharja tetap berdiri di sana, dengan amarah yang masih membara di dalam dirinya. Ia baru menyadari jika ini adalah kali pertama putranya berani menentangnya, dan itu hanya menambah ketegangan yang ada di antara mereka berdua.

LDR || Love Death RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang