Sari muncul di ambang pintu, menatap suaminya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Mas,"
ucapnya lirih,
"apa yang akan kau lakukan?"Meski dalam hatinya ia sudah tahu jawabannya, Sari tetap berharap suaminya akan mengurungkan niatnya.
Andi berbalik, matanya bertemu dengan mata Sari.
"Aku akan menemukan Reyna,"
jawabnya tegas, sambil memasukkan pistol itu ke dalam tas kecil."Dan aku akan memastikan orang-orang yang menculiknya tidak akan pernah mengancam kita lagi."
"Tapi Mas,"
Sari mencoba membantah, suaranya bergetar,"ini terlalu berbahaya. Kita bisa mencari cara lain, mungkin melaporkan ke polisi atau—"
"Polisi?"
Andi mendengus,"Mereka tidak akan bisa berbuat apa-apa, Sari. Kau tahu siapa yang kita hadapi."
Sari mendekati Andi, menggenggam tangannya erat. "Mas, kumohon. Hati-hati. Jangan biarkan kemarahan menguasaimu."
Ia menatap dalam-dalam mata suaminya,
"Ingat, Reyna butuh ayahnya pulang dengan selamat."Andi terdiam sejenak, merasakan genggaman hangat istrinya. Ia menghela napas panjang,
"Aku mengerti, Sari. Aku berjanji akan berhati-hati."
"Kau yakin tidak ada cara lain?"
tanya Sari sekali lagi, masih berharap.Andi menggeleng pelan,
"Ini satu-satunya jalan. Aku harus menghadapi mereka dengan cara mereka sendiri."Andi menatap mata istrinya dalam-dalam, merasakan cinta dan kekhawatiran yang begitu tulus. Ia mengangguk pelan, mencoba meyakinkan Sari — dan dirinya sendiri — bahwa ia akan pulang dengan selamat.
"Aku berjanji, aku akan membawa Reyna kembali."
Sari tidak menjawab. Ia hanya mengangguk perlahan, seolah menyadari bahwa tidak ada kata-kata yang bisa mengubah keputusan Andi. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Andi bukanlah pria yang bisa dipaksa untuk meninggalkan sesuatu yang sudah ia tetapkan.
"Aku tahu kau pasti bisa melakukannya, Mas,"
ujar Sari akhirnya, suaranya lembut namun penuh keyakinan."Tapi ingatlah, kau bukan lagi orang yang dulu. Kau adalah ayah Reyna sekarang."
Andi tersenyum tipis,
"Justru karena aku ayahnya, aku harus melakukan ini, Sari."Cinta yang mendalam pada Reyna dan keinginan untuk melindungi keluarganya sudah lebih dari cukup untuk menggerakkan Andi kembali ke jalan yang pernah ia tinggalkan. Namun, di balik rasa takut dan cemas, ada secercah harapan — harapan bahwa Andi, dengan segala kemampuan dan pengalaman kelamnya, akan berhasil dalam misi ini.
Andi memeluk Sari dengan erat, menempelkan bibirnya di puncak kepala istrinya. Ia ingin memastikan bahwa pelukan ini akan memberikan kekuatan bagi mereka berdua, mengingatkan Sari bahwa ia akan selalu kembali kepadanya.
"Aku akan segera kembali,"
ucap Andi dengan nada yang tegas namun lembut, seolah mengisyaratkan bahwa kata-katanya bukan sekadar janji, melainkan kepastian.Sari mengangguk sekali lagi, kali ini dengan lebih tegar.
"Aku percaya padamu, Mas. Pulanglah dengan selamat, dan bawa Reyna kembali."
"Aku pasti kembali,"
Andi berbisik,
"Demi kau dan Reyna."Andi menghela napas dalam, merasakan beban berat yang kini berada di pundaknya. Tanpa berkata-kata lagi, ia meraih tas kecil yang berisi pistol dan beberapa barang penting lainnya, lalu melangkah keluar dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Peneror
ActionSenja merambat perlahan di atas perbukitan, menyepuh sawah dengan semburat jingga. Di sebuah rumah sederhana di tepi desa, Andi Wijaya duduk termenung di beranda, matanya menerawang jauh ke cakrawala. Tangannya yang kasar menggenggam secangkir kopi...