Namun sebelum mereka bisa mencapai pintu keluar, suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar dari arah luar. Andi menghentikan langkahnya, matanya menyipit waspada.
Dia menoleh ke arah Reyna, putrinya yang masih gemetar ketakutan.
"Sst,"
bisik Andi lembut."Ada yang datang. Kita harus bersembunyi."
Reyna mengangguk, matanya melebar penuh kecemasan.
"Ayah, aku takut,"
bisiknya dengan suara bergetar.Andi meremas tangan putrinya lembut.
"Tenang, sayang. Ayah di sini. Kita akan baik-baik saja."
Dengan cepat, ia menyembunyikan Reyna dan para sandera lainnya di balik tumpukan peti kemas.
"Tetap di sini dan jangan bersuara,"
perintahnya tegas namun lembut. Para sandera mengangguk patuh, wajah mereka pucat pasi.Andi sendiri bersiap menghadapi ancaman yang datang. Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu.
Pintu gudang terbuka dengan keras, suaranya menggema di ruangan luas itu. Sekelompok pria bersenjata masuk dengan langkah cepat dan waspada. Wajah mereka menunjukkan ketidakramahan, tatapan tajam menyapu seisi gudang.
"Brengsek!"
umpat salah satu dari mereka saat melihat tubuh para penjaga yang tergeletak di lantai."Mereka sudah di sini!"
"Cari mereka!"
perintah yang lain, suaranya penuh amarah."Jangan biarkan mereka lolos!"
Andi mengintip dari balik peti kemas, otaknya berputar cepat mencari jalan keluar. Dia tahu bahwa dia tidak bisa melawan mereka semua sekaligus tanpa membahayakan Reyna dan para sandera lainnya.
"Hei!"
teriak salah satu pria bersenjata itu, melihat sekilas bayangan Andi."Keluar, atau kami akan menembak!"
Jantung Andi berdegup kencang. Dia tetap diam, berusaha mengatur napasnya agar tak terdengar. 'Tenang, Andi,' batinnya. 'Pikirkan rencana.'
Dengan hati-hati, Andi merayap di antara peti-peti kemas, mencoba mendekati para pria bersenjata itu dari sudut yang tak terduga. Saat salah satu dari mereka melangkah lebih jauh dari kelompoknya, Andi melihat kesempatan.
Dalam sekejap, Andi menyerang dengan cepat dan mematikan. Dia mencengkeram pria itu dari belakang, lengannya mengunci leher musuhnya dalam cekikan kuat.
"Maaf, kawan,"
bisik Andi saat pria itu mulai kehilangan kesadaran."Bukan hari keberuntunganmu."
Namun, sebelum Andi bisa melanjutkan rencananya, salah satu dari pria bersenjata lainnya berteriak,
"Hei! Di mana Rudi?"
"Sial,"
desis Andi. Dia tahu waktunya semakin sempit.Para pria bersenjata mulai menyebar, senjata teracung waspada. Andi bisa mendengar derap langkah mereka semakin mendekat. Dia menyadari bahwa dia tak lagi bisa menghindar.
'Maafkan ayah, Reyna,' batin Andi. 'Ayah harus menghadapi mereka.'Namun, saat Andi bersiap untuk keluar dari persembunyiannya, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki lain yang datang dari arah pintu gudang. Semua orang di dalam gudang terdiam, menunggu dengan tegang.
Kelompok pria bersenjata itu terhenti, wajah mereka berubah menjadi bingung dan cemas saat melihat siapa yang masuk ke dalam gudang. Tiga sosok pria muncul di ambang pintu, senjata siap di tangan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Peneror
AksiyonSenja merambat perlahan di atas perbukitan, menyepuh sawah dengan semburat jingga. Di sebuah rumah sederhana di tepi desa, Andi Wijaya duduk termenung di beranda, matanya menerawang jauh ke cakrawala. Tangannya yang kasar menggenggam secangkir kopi...