Bagian keenam

7 5 0
                                    

kota Fushan tidak semeriah kota besar tempat kelahiran Alira, mengingat ini hanya salah satu dari sekian banyak kabupaten di kekaisaran, namun meski begitu, jalanannya cukup rapi, ada banyak toko berdiri di tepi jalan, dan banyak pejalan kaki berlalu lalang.

Ini adalah pertama kalinya Alira melihat tempat lain selain tempat kelahirannya, rasanya baru.

" Apa kamu lapar? " Du Zhong bertanya, melihat mata Alira yang menatap sekeliling penuh penasaran.

" Tidak  " Alira segera menjawab, menggeleng, mengalihkan pandangannya dari salah satu kedai ubi panggang di tepi jalan.

Kakek Du mengangguk, tidak menyadari wajah kosong Alira saat menatap pasangan yang membeli ubi panggang sembari tertawa riang. Tanpa sadar, Alira mengepalkan tangannya.

Mereka berjalan santai menuju sebuah pasar hewan, di sudut kota, terdapat gerobak sapi, gerobak keledai dan gerobak kuda yang di tambat menunggu pelanggan.

Dari kota Fushan menuju desa tujuan memakan waktu sekitar satu jam menggunakan gerobak sapi, jadi Du Zhong harus menyewa lagi untuk pulang. Tiga reel perkepala.

Setelah lama duduk di atas gerobak, akhirnya sebuah batu dengan cat merah bertuliskan Desa Luxing terbentang di depan pintu masuk desa. Gerobak sapi berhenti di depan graha, Du Zhong dan Alira segera turun, memasuki desa sambil berbincang ringan.

" Bagaimana menurutmu ? " Du Zhong bertanya. Tersenyum senang setelah kembali ke desa.

" Sangat bagus. " Alira mengakui, Desa ini asri, meski rumah-rumahnya kebanyakan masih berdinding lumpur, namun entah kenapa suasana di sini terasa sejuk dan damai dari pada di kota yang ramai penuh hiruk pikuk.

Di temani kicauan burung pipit, dan suara ayam berkotek serta bebek bergeol-geol menuju sungai kecil untuk berenang, dari kejauhan nampak beberapa anak sedang menggembala kambing bersama seekor anjing hitam, masih ada sisa-sisa rumput hijau tumbuh sebelum menguning seluruhnya, sejauh mata memandang terdapat hamparan pepohonan serta hutan bambu, ada juga ladang jagung yang siap di panen, di ujung desa nampak gunung tinggi berhias pepohonan berdaun kuning dan merah, bak lukisan indah dengan gurat-gurat yang memanjakan mata.

Beberapa kali penduduk desa menyapa ketika berpapasan, mengintip penuh penasaran melihat sosok asing yang begitu tampan cenderung cantik ini, mereka berhenti dan berbicara basa-basi.

" Pak tua Du, siapa di belakangmu itu. ?" Seorang bibi bertanya penuh minat, jarang sekali mereka melihat penampilan secantik Alira, dengan kulit putih mulus, rambut hitam berkilau, biasanya warga desa memiliki kulit kasar dan agak gosong karena berladang, rambut merah pecah-pecah akibat tersiram matahari setiap hari. Membuat beberapa orang menatap kagum pada sosok cantik di hadapan mereka, meski di balut pakaian lusuh. Kecantikannya tidak tenggelam.

Tidak butuh waktu lama untuk penduduk desa mengetahui bahwa Du Zhong telah kembali dari kota besar membawa seorang pekerja cantik pulang, tentu saja banyak pro dan kontra, meski Du Zhong sudah menjelaskan sebaik mungkin, namun dia tidak bisa menghalangi pihak lain untuk berbicara dengan berbagai bumbu.

Rumah Du Zhong berada di bagian barat daya desa, sangat sederhana dengan tiga kamar, ruang tamu, satu dapur dan toilet di luar, dinding rumah terbuat dari batu bata tanah merah, berlantai tanah. Untuk Alira, ini adalah pertama kalinya dia melihat rumah sesederhana ini, dia yang biasa tinggal di rumah mewah dengan ubin dan batu pualam, melihat rumah sederhana di hadapannya, ini sungguh pengalaman baru yang membuat Alira terdiam.

Meski terkadang Alira terpaksa tidur di dalam gudang, sekarang rasanya bahkan gudang itu terasa sedikit lebih bagus.

" Maaf agak berantakan. " Du Zhong agak malu melihat rumahnya yang berantakan, meja berdebu dan langit-langit di hiasi jaring laba-laba, seperti rumah hantu.

[BL] Tuan tukang kayu yang sangar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang