Bagian Kesembilan

6 3 0
                                    

Tepat setelah lima hari di rawat, Lu Tao perlahan membaik. Pria itu duduk bersandar di kepala ranjang usangnya sambil menyeruput bubur jagung kental yang di bawakan oleh Alira.

" Bagaimana perasaanmu ? " Alira duduk di kursi kayu samping, menunggu Lu Tao menghabiskan buburnya.

" Lebih baik " Selama lima hari ini, perawatan Alira sangat perhatian dan telaten, pria kasar seperti Lu Tao, yang tidak pernah merasakan apa itu rasanya di rawat merasa aliran kehangatan menyeruak ketika demam yang sangat tidak enak, terasa mengigil akan mati, namun seseorang menjaganya, membawakan bubur hangat, menyuapinya, hah,, seperti sumur tua yang lama kering, tiba-tiba di derai hujan hingga melimpah, rasanya penuh hingga tumpah.

Dulu dia pikir Alira itu cukup cantik, sekarang dia mulai berpikir kembali, bukan hanya cantik tapi juga baik, sabar, lembut dan penuh perhatian. Rasa perawatan yang penuh kasih itu membuat hati Lu Tao yang lama dingin perlahan mencair, seolah menumbuhkan sebuah lh tunas kecil dengan dua daun mungil melambai-lambai.

" Bagus, habiskan. " Alira menyodorkan mangkuk obat, tersenyum tipis melihat Lu Tao mengerutkan alisnya tidak senang, selama bergaul beberapa hari ini, dia menyadari bahwa pria besar di depannya ini ternyata takut pahit, di hari pertama dia masih terlihat biasa saja, mungkin karena menjaga harga dirinya, namun setelah beberapa hari, dia mulai memiliki banyak alasan untuk menunda waktu minum obat. Membuat Alira tersenyum tidak berdaya.

" Tunggu dingin. " Lu Tao beralasan, matanya yang garang nampak tidak ramah, seolah mangkuk obat telah berubah menjadi musuh bebuyutan.

" Akan lebih pahit jika dingin. " Alira tidak menyerah, dia takut pria ini akan langsung membuang obatnya jika tidak di awasi.

" Tck " Lu Tao berdecak kesal, tapi menuruti tanpa membantah lagi, dahinya berkerut karena rasa pahit, dengan susah payah, akhirnya dia menghabiskan obatnya dengan enggan.

" Makan ini " Alira menyerahkan gula batu seukuran kuku kelingking.

Lu Tao memakannya dengan wajah acuh tak acuh, dia adalah pria dewasa, bagaimana bisa berperilaku seperti anak kecil, tapi rasa pahit yang tertinggal di lidahnya sungguh tidak enak.

Tangan Alira melayang, punggung tangannya menyentuh kening Lu Tao, merasakan suhu tubuhnya,
" Bagus, tidak panas lagi. "
Alira merasa lega setelah memastikan suhu tubuh Lu Tao normal.

Lu Tao terdiam, kulit yang menyentuh dahinya terasa agak dingin, dan halus sekali, seperti bulu angsa, lembut dan nyaman.

Mata tegasnya menatap wajah Alira yang memukau, perhatiannya selama beberapa hari ini seperti menemukan oasis di tengah gurun, menyejukkan di kala musim kemarau.

" Istirahatlah, jangan terlalu banyak bergerak, jika kamu butuh sesuatu panggil saja. " Alira berkata, rumah mereka bersebelahan jadi cukup berteriak sedikit pasti akan terdengar.

" Hmm, terima kasih. " Lu Tao akhirnya menjawab, hatinya enggan membiarkan Alira pergi, namun dia tidak memiliki hak untuk meminta lebih.

" Sama-sama, kamu terluka karena aku, sudah sewajarnya aku membalas kebaikanmu. " Alira tidak bisa membayangkan jika Lu Tao tidak menyelamatkan nya, mungkin dia sudah di cerna oleh harimau dan menjadi pupuk.

Lu Tao tidak menjawab, hatinya sedikit sakit, jadi ini hanya soal membalas budi, ya,, pria dengan wajah seindah peri ini, mana mungkin memiliki rasa kepada orang jelek seperti dirinya, dia hanya sedang berkhayal.

Setelah beberapa hari, Lu Tao sembuh total, lukanya sudah tidak terlalu sakit, meski belum kering, di musim dingin luka akan lebih lama mengering, namun Lu Tao merasa cukup baik, dia mulai sibuk dengan pekerjaannya yang tertunda.

[BL] Tuan tukang kayu yang sangar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang