Bagian kelima belas

2 2 2
                                    

Setelah menyelesaikan urusannya, Alira tersenyum senang, dia mendapatkan sisa pembayarannya.

Melihat sekeliling, Alira akhirnya memutuskan untuk membeli satu set pakaian musim dingin setelah banyak berpikir, awalnya dia ingin menjahit sendiri. Tapi dia merasa tubuhnya cepat lelah belakangan ini, membuat Alira terpaksa menggertakkan giginya dan mengambil tabungan lima taelnya, uang pemberian dari orang kaya yang pernah Alira bantu, bersama kakek Du dan He Cai saat itu.

Dia meronggoh satu tael, dia juga membeli sepatu musim dingin, membeli lima kati beras putih harum, Alira sebenarnya sangat menyukai nasi dari pada gandum atau tepung jagung, namun di sini dia tidak mungkin menjadi boros dengan memakan nasi setiap hari.

Sekarang dia memiliki sedikit uang, tiba-tiba ingin memakan semangkuk nasi dengan rebusan sup hangat. Pasti lezat.

Tidak lupa Alira membeli beberapa bumbu dapur, dan satu kati tulang iga, serta satu kati daging tanpa lemak, kue, permen, dan manisan, begitulah satu Tael menghilang dalam sekejap, membuat Alira sedikit tertekan setelah melihat tangannya kosong.

" Ada apa. ? " Lu Tao melihat wajah sedih Alira, seperti kelinci yang wortelnya di rampas, dengan mata tak berdaya dan pipi menggelembung, betapa,,,, ahhh,,, manisnya.

Lu Tao menahan diri agar tangannya tidak melayang mencubit pipi merajuk itu.

" Tidak apa-apa, hanya saja, uang itu terasa hilang begitu saja, hah. " Alira hanya bisa memeluk kantong belanjaannya, seolah ingin menggembalikannya menjadi uang.

" Uang bisa dicari. Kenyamanan diri harus di utamakan. " Lu Tao dengan bijak mengambil belanjaan Alira, beruang besar itu menenteng belanjaan kelinci putih yang menatap dengan mata bulat cerahnya.  Tidak meninggalkan celah untuk Alira menolak.

" Ya, Saudara Lu Benar. " Alira hanya bisa mengangguk, setelah puas berkeliling, keduanya kembali ke desa, bertemu penduduk di dalam gerobak sapi, semua orang menatap Lu Tao dengan cahaya gosip berhamburan, berpikir betapa borosnya Lu Tao membelikan banyak barang untuk Alira. Ckckck.

Mereka menatap menghakimi, padahal Alira membeli semuanya dengan uangnya sendiri.

Sesampainya di rumah, Alira mulai mencuci beras, memasaknya sambil  merebus sup tulang di tungku sebelahnya, tidak lupa Alira mencampurkan jahe, adas bintang, daun salam, kacang tanah, rebung kering, dan garam.

Kentang tipis di iris, suara kayu di hantam ringan oleh pisau terdengar, semua potongan rapi dan sama bentuknya, tidak lupa Alira merendam kentang dengan air untuk mencuci saripatinya, setelah itu Alira mulai menumisnya dengan  daging tanpa lemak dan rempah, tidak lupa sedikit cuka hitam.

Alira juga menumis kacang panjang kering yang sudah di rendam dengan air panas hingga lembut.

Karena wajan yang terlalu panas, gemericik air berpadu dengan minyak terciprat ke pakaian Alira sedikit.

" Oh, astaga. " Alira menepuk dahinya kesal, dia lupa menggembalikan mantel Lu Tao, sekarang mantelnya malah kotor. 
' Kalau begitu, aku akan menggembalikannya setelah di cuci saja. ' Pikir Alira melanjutkan memasaknya.

Aroma nikmat mengudara. Alira juga merebus tiga telur ayam, sebagai ucapan terima kasih, Alira sengaja memberikan dua telur rebus khusus untuk Lu Tao. Yang satunya dia simpan untuk kakek Du.

Teringat sesuatu, Alira masuk ke kamar, mengambil sapu tangan dengan motif bambu yang dia simpan rapi di dekat tempat tidur.

Dia hampir saja lupa, sambil mengantarkan makanan, Alira memanggil dengan suara lembut.

" Saudara Lu "

Tidak butuh waktu lama, pria dengan wajah sangar itu keluar dari dalam rumah, menatap Alira seperti menumpahkan kelegaan, padahal mereka baru saja bertemu beberapa waktu lalu, tapi bagi Lu Tao itu terasa lama sekali.

[BL] Tuan tukang kayu yang sangar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang