Bagian ketiga belas

5 4 3
                                    


Matahari naik semakin tinggi, Alira buru-buru mengambil lobak, mencuci, memotongnya tipis seperti tusuk gigi, menumisnya dengan lemak babi, lalu mencincang daun kucai, mengocok dua butir telur, membuat telur orak arik, setelah matang dia mencampurkannya ke dalam cincangan kucai, mencampurnya dengan sedikit garam, lada, kecap, kemudian dia membuat adonan dengan tepung terigu, mengambil adonan sedikit demi sedikit, mengisinya dengan daun kucai.

Pancake daun kucai dengan telur di panggang dengan sedikit minyak, bunyi renyah berdesir menghantarkan aroma nikmat yang menggoda.

Suara yang familiar terdengar, mengejutkan Alira yang sedang membalik pancakes dengan cekatan.

" Lira " Suara itu sangat di kenalnya, milik pria bak beruang ganas yang sebenarnya jinak agak menggemaskan.

Alira menoleh, di depan pintu dapur yang terbuka, Lu Tao berdiri di sana dengan mata tajamnya, mata elang yang melirik seolah memancarkan keagungan penguasa udara, membuat Alira tenggelam terpesona, sebelum mengalihkan pandangannya.

" Ya. " Alira bersenandung, suaranya serak, penuh kegugupan.

" Apa kamu sedang memasak  ? " Lu Tao bertanya.

Mata tajam itu agak bergetar sesaat, seolah menyadari kekonyolannya. ' Pertanyaan konyol macam apa itu,? sudah jelas Alira sedang memasak, apa kau buta. ' Lu Tao mengutuk dirinya sendiri di dalam hati.

Lu Tao segera menurunkan keranjang dari punggungnya, meletakkan beberapa buah liar ke dalam ember kosong di luar halaman demi meredam hatinya yang meraung.

" Ya, aku membuat pancakes. " Alira berdiri, melihat isi keranjang Lu Tao lebih dekat, Apel liar merah ranum menggoda,  Raspberry mungil pemuas rasa, dan pir bulat montok berair, semua buah yang di petik Lu Tao nampak bagus dan matang sempurna, seperti di petik secara khusus. 

" Untukmu. " Setelah selesai mencuci semua buah di dalam keranjang, Lu Tao berbalik berniat pergi, namun Alira menarik ujung pakaiannya yang berwarna hitam, pria ini selalu menggenakan pakaian berwarna hitam, dengan penampilan ganasnya, itu seperti satu kesatuan, menciptakan rasa ngeri hanya dengan berdiri di dekatnya.

" Ini terlalu banyak, aku tidak bisa memakan semuanya. " Ujar Alira gugup, sungguh perhatian Lu Tao membuat Alira kewalahan.

" Makan perlahan, jika tidak habis kamu bisa membuangnya, lagipula ini tidak mengeluarkan uang. " Lu Tao menjawab, menatap jemari Alira yang menarik ujung pakaiannya dengan tidak puas, Lu Tao berharap Alira menarik tangannya, bukan pakaiannya.

Hah. Harusnya aku memakai pakaian lengan pendek. Lu Tao membatin.

" Te-terima kasih. " Alira merasa merasa seperti ada nyala kecil kunang-kunang di hatinya yang gelap gulita.

Di temani sensasi menggelitik dari sudut hati terdalam yang coba dia kunci rapat, namun dia menolak semua ide konyol dalam benaknya, terus berkata dan mengingatkan bahwa dia kotor, rusak, barang bekas yang tidak pantas untuk siapapun. Alira merasa masam dalam hatinya ketika suara-suara di kepalanya bergema dengan berisik. 

Lu Tao mengangguk,
" Sama-sama. " kemudian pergi.

Melihat kepergian Lu Tao, Alira merasa tak tertahankan ingin mencicipi buah-buahan segar ini, segera saja dia mengigit apel merah merona yang seolah menantang, bulat dan manis, menciptakan suara renyah setiap kali di kunyah, rasa manis dan sedikit asam menjalar di dalam mulutnya, rasa yang membuat ketagihan.  
Mulut Alira terangkat membentuk bulan sabit.
" Enak, "
Dengan kepuasan di lidah, Alira terus memakan buah-buahan segar itu dengan senyum mengembang.

" Oh masakanku. " Alira akhirnya tersadar, berlari melihat masakannya, beruntung Pancake sayurnya tidak hangus, hanya sedikit hitam, sedikit. 

Setelah selesai memasak, Alira memisahkan beberapa lauk ke dalam wadah, membawanya dengan nampan, seperti biasa dia pergi ke tetangga sampingnya, di mana gubuk kecil tempat Lu Tao bertapa dengan semua kayu-kayunya.

[BL] Tuan tukang kayu yang sangar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang