Bagian Kesebelas

5 3 0
                                    

" Kemana lagi kamu ingin pergi. ?"  Lu Tao bertanya, keduanya berjalan bersama setelah berhasil menjual sapu tangan.

" Aku ingin pergi ke toko obat, " Alira menunjukkan tas kain goninya, menampilkan beberapa tanaman kering dengan bau khas tanaman obat tradisional yang segera tercium.

" Ohh, baiklah. " Lu Tao melirik sekilas, mengangguk mengerti, dia membawa Alira menuju toko obat yang di sebutkan.

Toko obat yang mereka tuju adalah tempat yang cukup sederhana, di depannya ada meja untuk memeriksa denyut nadi, lalu di belakangnya ada laci-laci kecil bertuliskan nama-nama berbagai obat.

" Apa anda ingin memeriksa. ? " Seorang wanita ramah menyapa.

" Tidak, aku ingin menjual obat. " Alira mengelurkan bungkusan obat yang dia bawa.

" Ohh, maaf tuan, kami sudah memiliki beberapa penjual tetap. " Wanita ramah itu tersenyum sopan.

" Ahh, aku bekerja untuk kakek Du Zhong, ini obat miliknya, dia biasanya menjual ke sini. " Alira segera menjelaskan.

" Ohhh, Kakek Du, aku mengerti, ayo masuk, aku akan memanggil pemilik toko. " Wanita ramah itu bersikap sopan.

Tak lama, seorang pria berumur sekitar Lima puluhan keluar, rambutnya sedikit putih di ikat satu, nampak sederhana dan bersahaja, jika di lihat lebih lama, mungkin seumuran dengan Kakek Du.

Pemilik toko melirik Alira sekilas, " Ohh, apa kamu bekerja dengan si tua Du. ? "

Alira mengangguk, " Ya. "

" Baguslah, si tua itu akhirnya bisa sedikit bersantai, tunjukkan obatnya. "

" Ini dia. " Alira menyerahkan semua obat kering yang di bawanya.

" Baiklah, tidak ada masalah. " Pemilik toko mengangguk, dan memberikan satu tael perak untuk sepuluh macam jenis obat kering yang di jual kali ini, seperti akar alang-alang, kayu manis, akar licorice, Litsea glutinosa, bunga lily, bunga telang, mugwort, akar peony putih, pueraria lobata, dan bupleurum. Meski terdengar banyak, namun obat yang di keringkan sudah menyusut dan lebih ringan, sehingga harga yang di dapat tidak terlalu tinggi, namun sudah cukup untuk menghidupi satu atau dua orang selama sebulan, asal tidak boros. 

Setelah selesai, hari sudah siang, Lu Tao membawa Alira menuju kedai sederhana yang menjual jiang mien.

Banyak pembeli yang berceloteh sambil menunggu pesanan, hanya ada tiga meja kayu berbentuk panjang yang di sediakan, satu meja bisa di isi tujuh sampai delapan pembeli, membuat pembeli harus rela berbagi tempat dengan orang asing, karena itu Lu Tao memimpin Alira untuk duduk di ujung meja, lalu dia duduk di sampingnya, menjadi tembok agar tidak ada yang berani mendekat.

Jiang Mien adalah mie yang di siram saus kedelai fermentasi dengan daging cincang, berbagai jenis sayuran dalam satu mangkuk, seharga lima belas reel.

Alira merasa puas dengan rasa jiang mien, memakannya dengan senang hati tanpa menyisakan apapun.

" Enak? " Lu Tao bertanya, melirik kelinci rakus di sampingnya dengan pipi gemuk penuh makanan, sepertinya kelinci ini mudah untuk di besarkan.

" Ya, enak sekali. " Alira mengangguk senang, setelah sadar dengan sikap terlalu bersemangatnya, dia menunduk malu, apa dia nampak rakus sekarang.

Lu Tao terkekeh pelan, ohh apa ini, Alira merasa suara tawa Lu Tao tiba-tiba terdengar seperti gemericik air hujan, deras namun entah mengapa membawa kedamaian, agak membuat Alira sedikit mengernyitkan dahinya, namun, tidak hanya sampai di situ, saat pria besar bak beruang itu dengan halus membantu Alira menyeka sisa saus kedelai di sudut bibirnya dengan lengan bajunya. Alira terpaku seperti batu.

[BL] Tuan tukang kayu yang sangar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang