Menjelang matahari terbenam, Lizzy dan Danny segera kembali ke Ashburton Apartment. Mereka ke sana dengan mobil yang dikemudikan sopir pribadi Lizzy. Untuk beberapa hari ke depan pria itu masih menginap di flat milik Lizzy, karena masih mengalami mimpi buruk.
"Aku mau ke kamar dulu," ucap Lizzy ketika tiba di dalam flat.
Danny menganggukkan kepala, lalu duduk di sofa. Dia menyalakan televisi dan mencari acara yang bagus untuk ditonton.
Tiba di kamar, Lizzy segera mengeluarkan ponsel dan membuka pesan. Dia baru ingat belum membalas pesan dari tuan Brown. Segera dibukanya pesan masuk dan membaca pesan itu.
Mr. Brown: Yeah, saya masih ingat dengan Anda, Nona Elizabeth.
Lizzy mengembuskan napas lega dan membalas pesan dari tuan Brown.
Lizzy: Apakah bisa kita bertemu, tuan? Saya ingin membicarakan tentang pembayaran rumah sakit dua tahun yang lalu. Maaf atas keterlambatan menepati janji.
Dia menekan tombol kirim di ponselnya.
Setelah mengirimkan pesan, Lizzy segera mengambil pakaian ganti dan menggulung rambutnya sebelum masuk ke kamar mandi.
Sementara di ruang tamu, Danny tersenyum membaca pesan yang dikirimkan Lizzy ke ponsel yang satunya. Dia segera mematikan ponsel sebelum wanita itu keluar dari kamar.
Pria itu mengeluarkan ponsel yang satu lagi dan membuka galeri berisikan foto-foto Aaron. Dia begitu merindukan balita itu dan berencana ingin mengunjunginya ke Dunster besok pagi, setelah Lizzy pergi bekerja dan kembali lagi sore hari. Danny ingin menghabiskan waktu dengan buah hatinya itu.
"Kau sedang apa? Kenapa tersenyum seperti itu?" tanya Lizzy setelah keluar dari kamar.
Danny menyerahkan ponselnya kepada Lizzy.
"Aku merindukannya, Liz."
Danny beringsut ke dekat Lizzy, tangannya kini melingkar di belakang bahu wanita itu.
"Terima kasih telah menyayangi putraku, Dan," ucap Lizzy sambil merebahkan kepala di bahu bidang pria itu.
Danny menganggukkan kepala dan memberikan kecupan di kening Lizzy. Ingin sekali ia berkata:
"Tentu saja aku menyayanginya, Lizzy. Aaron adalah darah dagingku."
Tapi perkataan itu hanya bisa diucapkannya di dalam hati.
Tangan kiri Danny kini meraih tangan kiri Lizzy yang terletak di atas paha. Dia mengecupnya dengan lembut.
"Lizzy."
"Ehm?" Lizzy mengangkat sedikit kepalanya sehingga bisa melihat Danny.
"Apa kau sudah memikirkannya?"
"Apa?" Lizzy menegakkan kepala dan mengubah posisi duduk menghadap Danny.
"Tentang pernikahan," jawab Danny berhati-hati, "aku tahu terlalu cepat untuk membicarakan pernikahan, tapi aku benar-benar ingin menikah denganmu, Liz. Apalagi di usiaku saat ini, aku tidak memiliki niat untuk bermain-main."
Lizzy menatap lekat sepasang mata cokelat itu. Dia bisa melihat keseriusan di wajah Danny.
"Tapi traumaku masih belum ..."
"Ssttt ... Kita bisa mengobati traumamu itu perlahan, Liz. Aku akan menunggu sampai trauma itu hilang." Danny menundukkan sedikit kepala dan melihat lekat wajah Lizzy.
Lizzy terdiam dan menundukkan kepala.
"Do you love me?" tanya Danny pelan.
Kepala wanita itu sedikit terangkat dan kembali melihat wajah yang kini tepat berada di depannya. Dia menganggukkan kepala perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki yang Menghamiliku
RomanceHidupnya diselimuti misteri. Lahir tanpa sosok ayah. Dan saat dewasa, ia pun hamil tanpa tahu siapa yang menghamilinya. Hanya sedikit petunjuk yang ia tahu. Hingga berberapa bulan kemudian, ia bertemu dengan sosok lelaki yang mengingatkannya dengan...