BAB 72: He was A Victim

83 5 0
                                    

Lizzy duduk di sofa masih memikirkan Danny. Ke mana pria itu menghilang. Sudah hampir seminggu, tidak ada kabar darinya. Meski ia telah menyuruhnya pergi, bukan berarti pria itu benar-benar diusir dalam kehidupannya. Wanita itu hanya membutuhkan waktu untuk berpikir jernih, sebelum mengambil keputusan. Saat ini yang ingin dilakukannya adalah menanyakan kebenaran saat kejadian itu.

Ting-tong!

Wanita itu tersentak saat mendengarkan bel berbunyi. Dia mencoba menebak sosok yang berada di balik pintu itu, karena yang tahu flat itu hanyalah Jennifer, Clementine, Henry dan Danny. Lizzy segera bergegas membuka pintu.

Ceklek!

Mata birunya menangkap sosok wanita paruh baya, lebih tua dari Mary. Berpenampilan elegan, gaun mahal dengan topi menghiasi kepala. Wanita itu kini tersenyum sendu kepadanya.

"Apa kabar, Elizabeth?" sapanya.

"Kabar baik, Mrs. Smith," balasnya tanpa bisa menutupi raut wajah terkejut.

"Apa aku mengejutkanmu, dear?"

Lizzy mengedipkan mata dan berkata, "Oh, tentu tidak, Mrs. Smith. Silakan masuk."

Kate berjalan masuk ke flat. Pandangannya menyusuri sisi ruangan flat yang mewah itu.

"Silakan duduk, Mrs. Smith. Saya akan membuatkan minuman untuk Anda terlebih dahulu," ujar Lizzy sebelum beranjak ke dapur.

"Tidak perlu, Elizabeth. Aku sudah minum di rumah sebelum berangkat." Kate menepuk sofa di sampingnya. "Duduklah di sini, dear. Ada yang ingin aku katakan kepadamu."

Lizzy menuruti perkataan Kate, lalu duduk di samping kanan. Mata cokelat tua itu kini menjelajahi wajahnya.

"Kau terlihat kurus, Elizabeth." Kate menatap dengan raut prihatin. Matanya terlihat mengecil saat pipi sedikit terangkat ke atas.

Wanita muda itu tersenyum getir dan menundukkan kepala.

Kate memegang dagu indah Lizzy sambil menghela napas.

"Bagaimana kau bisa melalui semua ini, Elizabeth? Bagaimana kau bisa menahan semuanya seorang diri?" Suara Kate terdengar lirih.

Lizzy mengangkat kepala dan menatap sendu ke arah Kate. Terlihat genangan di pelupuk mata birunya.

"Oh, putriku Sayang." Kate memeluk Lizzy, memahami bagaimana perasaannya saat ini. Tangannya mengelus rambut dari kepala hingga punggung.

"Aku bisa membayangkan bagaimana perasaanmu saat ini, Elizabeth."

Kate merasakan tubuh Lizzy kini bergetar.

"Menangislah jika kau ingin menangis. Keluarkan semua yang kau rasa, Sayang," pinta Kate dengan perasaan bersalah.

Lizzy melonggarkan pelukan dan melihat Kate sambil menggelengkan kepala. Dia menengadahkan kepala ke atas, agar air mata tidak turun lagi. Ritual yang biasa dilakukannya saat ingin menangis. Wanita itu tidak ingin terlihat cengeng di depan orang.

Kate mengambil tangan Lizzy dan menggenggamnya dengan kedua tangan.

"Jika kau ingin marah. Kau bisa marah kepadaku, Elizabeth. Karena aku juga mengetahui hal itu beberapa hari sebelum Danny membawa Aaron berkunjung ke rumahku."

Mata biru Lizzy terlihat membesar mendengarkan perkataan Kate.

Wanita paruh baya itu menganggukkan kepala berkali-kali. "Sehari setelah kembali ke Dunster saat membawa Aaron, Danny datang membawanya bertemu denganku. Karena itulah saat bertemu di Kensington, Aaron langsung mengenaliku dan mau bermain denganku. Padahal saat pertama kali bertemu, dia takut hingga bersembunyi di balik kaki Danny."

Lelaki yang MenghamilikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang