Mata Lizzy melebar seketika saat menyadari tanda lahir itu persis sama dengan yang dilihatnya saat itu. Postur tubuh dan juga rambut Danny ketika terlihat dari belakang, sama dengan yang dilihatnya sesaat sebelum meninggalkan hotel.
Napas Lizzy terasa sesak saat menyadari Danny adalah pria yang bersamanya saat itu. Air mata kini menggenang di pelupuk mata. Dia melangkah mundur, tubuhnya lemas seketika, sehingga terduduk di atas pasir halus itu. Satu per satu bulir air mata turun di pipi.
Lizzy mencoba membuka lebar mulutnya, mencari udara yang sempat hilang. Hatinya terasa perih mendapat kenyataan yang selama ini disangkalnya. Harapan demi harapan yang dibangun pupus seketika. Lama dia terdiam di sana dengan pandangan masih melihat ke arah pria itu.
Danny masih terlihat asyik bermain dengan Aaron, tidak menyadari Lizzy sudah berada di sana sejak beberapa menit yang lalu.
Wanita itu mencoba untuk berdiri dan melangkah mendekati mereka, meski langkah terasa berat. Dia terus mencoba menenangkan diri, berusaha agar terlihat normal seperti biasa.
"Kau sudah tiba, Sayang?" sapa Danny saat melihat Lizzy datang.
"Yeah, baru saja," balasnya tersenyum tipis seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kenapa matamu memerah? Apa kau menangis?" Danny mengulurkan tangan ke wajah Lizzy, ingin menghapus air yang tergenang di sudut mata.
Wanita itu refleks mundur satu langkah dan menghindar saat tangan pria itu nyaris menyentuh wajahnya.
"Hanya terkena pasir pantai," jawabnya tersenyum samar.
Danny memerhatikan Lizzy dengan teliti. Dia menyadari perubahan sikap yang ditunjukkannya. Terutama saat wanita itu menghindar. Pria itu lebih memilih diam dan akan mengamati lebih lanjut sebelum menanyakannya.
"Sebentar, Sayang. Papa mau mengambil pakaian ganti dulu," katanya pada Aaron.
Danny kemudian mengambil tas yang dibawa dan mengeluarkan pakaian ganti. Setelah memasang pakaiannya, dia juga memasangkan pakaian Aaron.
"Apa kau masih ingin bermain di sini, Liz?" tanya Danny.
Lizzy diam dan tidak menjawab.
"Lizzy?" panggil Danny.
"Eh?"
"Kau kenapa, Sayang? Ada masalah?" Danny terlihat khawatir.
Lizzy menggelengkan kepala. "Aku hanya ... lelah."
"Sebaiknya kita kembali ke rumah saja. Kau harus istirahat, Liz. Apalagi nanti sore kita harus kembali lagi ke London."
Danny segera mengambil Aaron dan menggendongnya.
"Pa-pa," ucap Aaron tertawa melihat ayahnya.
"Ayo kita kembali ke rumah grandma. Kasihan Mama."
Balita itu menganggukkan kepala.
Mereka berjalan meninggalkan area pantai menuju jalan besar.
"Mom?" panggil Lizzy saat melihat Mary berada di jalan menuju pantai, "ada apa?"
"Oh ... tidak. A-aku hanya ingin melihat kalian ke sini," balas Mary gugup.
Dia melihat ke arah Lizzy dan Danny secara bergantian, memastikan tidak ada masalah di antara mereka. Mary sangat khawatir jika putrinya melihat tanda lahir pria itu. Wanita paruh baya itu mengembuskan napas lega ketika tidak melihat keanehan di antara mereka.
"Kami sudah ingin kembali ke rumah, Mom. Aku merasa sedikit lelah." Lizzy mengusap-usap pundaknya.
"Okay. Kalau begitu aku juga akan pulang." Mary memutar balik tubuhnya kembali ke jalan yang dilaluinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki yang Menghamiliku
RomansaHidupnya diselimuti misteri. Lahir tanpa sosok ayah. Dan saat dewasa, ia pun hamil tanpa tahu siapa yang menghamilinya. Hanya sedikit petunjuk yang ia tahu. Hingga berberapa bulan kemudian, ia bertemu dengan sosok lelaki yang mengingatkannya dengan...