6. Mendadak Dikepung

78 5 0
                                    

Axellion back!!!

VOTE AND COMMENT!!!!

"Susah payah aku melupakan, namun mengapa ada saja hal yang selalu membuat kita berkaitan."

HAPPY READING ❗💗

🏁🏁🏁

Tungkai kaki Aurel terangkat, secara perlahan ia seret tubuhnya menuju salah satu gundukan tanah yang menjadi peristirahatan terakhir. Bibir Aurel bergetar, lelehan air mata meluncur dengan lihai di pipi mandunya kala ia menatap nisan bertuliskan nama yang terkasihnya.... Sky de Carrol.

Munafik jika Aurel tak membenci pijakannya sekarang, tak pernah terbayangkan di hidupnya bahwa dirinya akan merasakan sebuah perasaan menyesakkan juga rasa bersalah yang mengikat mati jiwanya, meratapi seseorang yang bahkan presensi nya masih membekas didalam memori, apalagi kepergiannya acap kali disangkut pautkan dengan dirinya. Tidak kah itu sebuah kehancuran yang benar benar buruk? Sudah habis dihantam dengan kehilangan dan lebih menyakitkannya lagi bahwa penyebab nya adalah dirinya sendiri.

"Hallo Kak Sky, You're little bear here..." tuturan lembut menyimpan pedih Aurel mengudara, hatinya bak kembali dicengkeram kuat oleh perasaan sesak kala memori Sky memanggilnya dengan sebutan tersebut.

"Maaf Aurel lancang nyamperin Kak Sky, mungkin disana Kak Sky muak liat penyebab kepergian kakak dengan gak tahu malunya muncul karena alasan rindu." ucapnya, Aurel simpan bunga yang dibawanya keatas makam Sky. Bibir yang sebelumnya cerah bak pualam kini mulai memucat akibat menahan isakan, tangan lentiknya terlihat bergetar kala Aurel menyentuh nisan Sky.

"Udah 3 tahun aku hidup dipenjara rasa bersalah itu."

"Mungkin saking bencinya Kak Sky sama aku..., Kamu kasih aku hukuman ini, kan, Kak? Aku gak masalah selama itu buat Kakak puas sama Aku." Tubuh mungil Aurel meluruh, tak peduli bahwa seragamnya bercampur dengan tanah, untuk kali ini ia hanya ingin melampiaskan bahwa dunianya tidak pernah baik baik saja.



Setelah puas mengunjungi dan menangis di makam Sky, tubuh lunglai gadis itu melangkah lesu menyusuri jalan disekitar TPU yang sepi pengendara. Tangannya bergerak mengambil ponsel guna menghubungi Kakak laki lakinya, namun sialnya ponselnya mati karena habis baterai. Aurel berjongkok didepan sebuah halte, helaan nafasnya menguar ketika tak mendapati angkutan umum yang berlalu lalang.

Sebenarnya Aurel yakin bisa mendapatkan tumpangan untuk pulang jika ia mau berjalan hingga jalan utama, tetapi tubuhnya benar-benar lemas setelah menangis hebat tadi, mood nya sudah anjlok, pikirannya kosong dan ia masih belum mau pulang. Terpaan angin menembus tubuh mungil Aurel yang hanya terbalut seragam sekolah, membuat Aurel spontan terduduk lalu memeluk erat lututnya, kepalanya ia tenggelamkan, masa bodo jika ada orang yang melihat dirinya seperti ini, Aurel hanya ingin menjernihkan pikirannya.

Hanyut dalam posisi itu sampai Aurel tak merasakan jika papan yang menyembunyikan tubuh mungilnya dilempar begitu saja, saking kosong pikirannya ketika kepalanya ditarik paksa, Aurel hanya bisa diam bergeming berusaha melihat objek buram dihadapannya.

Dahinya mengerut dalam, jantungnya berdebar tak karuan kala melihat bayangan wajah Sky yang tengah menatapnya setajam elang, telinganya berdengung tak mampu mendengar jelas suara disekitar.

"Sky?" cicitnya pelan.

Aurel meringis menahan sakit ketika ia merasakan cengkeraman diwajahnya menguat seakan dapat mematahkan rahang dan tulang pipinya, seketika dirinya langsung tersadar bahwa objek dihadapannya bukanlah Sky, akan tetapi wajah milik Panglima EnRider dengan tatapan khasnya yang menusuk, entah bagaimana bisa pemuda itu berada disini.

AXELLION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang