Bab 110

36 3 0
                                    

Dengan kelopak matanya tertunduk penuh kasih sayang, Suradel menatap Lia sejenak, lalu menelan bibirnya.

Bibirnya yang tertarik ke dalam lebih manis dari buah apa pun.

Berbeda dengan sikapnya yang berani tadi, Lia yang tampak sangat gugup, hanya menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak membiarkan siapa pun mengganggunya.

Perubahan halus itu membuat Suradel gila.

Suradell menggigit bibir Lia pelan, memberi isyarat agar dia rileks, dan tanpa sadar dia membuka bibirnya.

"Ah."

Dia tidak melewatkan kesempatan untuk menggigitnya, dan dengan lembut mengusap lidahnya ke langit-langit mulutnya.

Tanpa sadar Lia mengeratkan genggaman tangannya pada Suradel, memeluknya makin erat.

Matanya masih terpejam rapat, jadi dia tidak tahu tatapannya tertuju padanya.

Seolah dia tidak akan melewatkan satu momen pun.

Ketika dia tampak sudah agak menyesuaikan diri, dia bergeser sedikit dan menggali lebih dalam.

Sensasi gembira menjalar ke tulang punggungnya dan menyebar ke seluruh tubuh.

Emosi yang kuat yang baru pertama kali ia rasakan dalam hidupnya. Begitu memusingkan hingga bulu kuduknya berdiri tegak.

Dia bertanya-tanya apakah jantungnya akan meledak.

Sementara itu, Lia berjuang keras untuk bertahan, hingga kehabisan napas.

Itu adalah ciuman yang rakus dan liar, yang sepertinya bukan berasal dari Suradel yang biasanya penuh kasih sayang.

Tubuhnya selalu dingin, tetapi kulit yang disentuhnya terasa sangat panas.

'Ini pasti juga ciuman pertamanya, tetapi mengapa dia begitu pandai melakukannya?'

Betapa tidak adilnya?

Berbeda dengan dirinya yang kewalahan, dia tampak santai saat dia memainkan lidahnya di sana-sini.

Dia mencoba menahan rasa kesalnya, tetapi akhirnya, air mata mengalir di matanya.

Begitu dia membuka matanya, tatapannya bertemu dengan mata emasnya yang cerah.

Dia tidak tahu sudah berapa lama lelaki itu menatapnya, tetapi dia dapat merasakan panas di matanya yang belum padam, disertai hasrat posesif yang mengerikan.

Merasakan bahaya, Lia mendorong Suradel seolah menyuruhnya berhenti.

Namun, tindakan itu justru menyulut api amarah. Suradel memeluk Lia yang berusaha melarikan diri.

Lalu ia menggali lebih dalam lagi ke dalam mulutnya, menembus tiap sudut dan celahnya, hingga ke rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Daya tahannya runtuh tak berdaya saat dia berkontak mata dengannya.

Seberapa banyak dia menuruti kemauannya?

Suradel yang sudah berhasil menangkap benang-benang akal, perlahan-lahan membuka bibirnya.

Lia, yang mengembuskan napas berat di akhir ciuman yang baru saja berakhir, tersentak dan memejamkan mata.

Karena Suradel menjilati air mata yang mengalir dari matanya.

Matanya melengkung seperti mata kucing.

“Rasanya asin.”

“…Apakah rasanya manis?”

Saat Lia menanggapi dengan tidak percaya, Suradel menempelkan dahinya ke tengkuk Lia dan menggeliat.

"Ah…!"

The Crazy Killer Whale's Favourite Penguin Favorit Paus Pembunuh GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang