"Sisanya yang lain jaga dibelakang ya,"
Semua anggota osis serempak mengangguk paham dengan arahan ketua mereka, "Siap kak!"
Setelah masing-masing mendapatkan tugas, mereka keluar dari ruangan dan mulai menyebar ke penjuru yang sudah disepakati.
Lelaki berambut klimis yang melihat rekannya berbeda jalan menatap bingung, "Kemana weh Sal?"
"Sana," jawab gadis bernama Salma itu sembari mengarahkan dagunya ke arah belakang sekolah.
"Lah, orang mah masuk lewat gerbang,"
"Dih, lo tau apa soal terlambat,"
"Iya dah si paling pengalaman," pria itu menyudahi obrolan mereka.
Dengan wajah tegas dan auranya berwibawa, Salma bergegas melanjutkan langkahnya. Salah satu teman yang memerhatikan mereka ikut menyahut, "Dia mau kemana?"
Lelaki itu melirik sekilas, "Mojok." celetuknya.
***
Lagu Indonesia Raya terdengar samar-samar hingga keluar sekolah, sebelum sampai didepan gerbang dua orang lelaki itu menghentikan mesin motornya.
"Tuhkan orang udah pada hormat kita masih diluar, lagian lu udah telat masih sempet aja sarapan," ocehnya.
Dia membuka helm dan membenarkan tatanan rambutnya, "Kata emak gue sarapan itu penting Powl."
Paul menghela napas panjang, "Terus mau gimana nih?"
"Lu kayak pertama kali telat aja,"
"Sorry ya Ron gue kan anak teladan," balasnya sambil merapihkan kerah bajunya.
Roni mendelik. "Lewat belakang ajalah percuma gerbang udah dijaga tapi ke warkop dulu simpen motor,"
"Ck, ribet!"
"Terus lu mau angkat gitu ke atas? Dipikir motor enteng kali,"
"Yaudahlah ayok!" Paul menghidupkan motornya kembali, "Keburu yang upacara selesai nih."
Setelah urusan motor terparkir aman, mereka mulai menaiki dinding sekolah dengan Roni yang memanjatnya lebih dulu, kepalanya menoleh kekanan kiri mengecek situasi. "Aman Powl, cepet turun," katanya dengan pelan.
Mendapat kode itu, tanpa aba-aba Paul melemparkan tasnya.
Bug!
"Aduh buset! Pelan-pelan woilah!" Roni mengusap keningnya yang terkena lemparan tas Paul.
Lelaki itu terlihat grasak grusuk.
"Sellow dikit bisa gak sih?!" bisik Roni tajam takut mereka ketahuan.
Paul menyengir dan turun dengan sempurna.
"Ekhem!"
Kedua lelaki itu menegak salivanya kuat-kuat. Melalui tatapan mata, Roni menyampaikan pesan pada Paul untuk bersikap sebiasa mungkin, paham akan kode itu Paul hanya mengangguk samar.
Perlahan mereka membalikkan badan.
"Ngapain?" tanya gadis berhijab dengan almameter osis itu.
Ya, dia Salma.
Roni celingak celinguk ke sekitar lalu menunjuk dirinya sendiri, "Kita?"
"Emang ada orang lagi selain kalian?" Salma menatap datar dengan tangan yang bersidekap dada.
"Lah emang lu bukan orang?" sahut Paul.
"Baris dilapang."
"Ntar ajalah, gak enak ganggu mereka lagi berdoa," alibi Roni tapi memang benar upacara akan segera selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANAROMA
Teen FictionNaik ke kelas 11 seperti tak ada perubahan dalam diri Roni. Sikapnya masih sama, suka terlambat, tidur dikelas, bolos bahkan tak mengerjakan tugas. Paul yang digadang-gadangkan menjadi good boy pun ikut terbawa ajakannya. Hingga satu waktu, mereka k...