10. Bukan Untukku

1.3K 137 9
                                        

Dipertengahan jalan pulang, mata Roni menangkap seseorang yang tak asing dalam ingatannya, ia langsung membunyikan klakson motor, "Nad," panggilnya sembari mensejajari langkah gadis itu.

Orang yang dipanggil seketika berhenti dan menoleh, sedetik kemudian mengulas senyum. "Eh Roni, kirain siapa,"

"Mau kemana?" tanyanya.

"Pulang."

"Gak dijemput?"

Nadin menggeleng, "Aku jalan, rumahku deket kok."

"Bareng aja kalo gitu,"

Ditawari seperti itu, Nadin senang bukan main tak terlintas dipikirannya untuk pulang bersama lelaki yang dikaguminya sejak beberapa hari lalu. "Eh, gausah, kita kan beda arah nanti ngerepotin lagi,"

Sebenarnya Nadin ingin buru-buru mengiyakannya tapi ia tak mau membuat Roni menyangka aneh-aneh.

"Gapapa, gue lagi free kok." balas Roni sembari menatapnya.

"Beneran nih?"

"Iya tapi sorry gue gak bawa helm dua,"

"Gapapa Ron," ia mengangguk, "Gapapa jatoh ke aspal juga asal ditolong kamu mah aku rela," sambungnya membatin.

Roni membuka step motor disusul dengan Nadin yang menaikinya, mereka mulai melanjutkan kembali perjalanan.

Nadin terus tersenyum, entah mengapa hatinya begitu bahagia, sepertinya ia memang sudah benar-benar terpikat pada lelaki ini bahkan angin sepoi-sepoi seakan ikut menari-nari melihat sepasang insan itu.

"Kemana lagi Nad?" Roni melirik kaca spion.

"Tinggal lurus aja kok," jawabnya.

Roni mengangguk kecil, tiba-tiba saja ia merasakan ponsel disaku celananya bergetar membuatnya mau tak mau menepi sejenak, "Bentar Nad, ada yang nelpon," ucapnya seolah menghapus rasa bingung diraut gadis itu.

"Iya." Nadin mengetukkan jarinya diatas paha, menunggu Roni selesai.

Ketika panggilan ditutup, pria itu menoleh. "Sorry banget Nad, gue gak bisa anter lo sampe rumah,"

Nadin turun dari motor dengan wajah heran, "Urgent banget kayaknya, kenapa?" tanyanya penasaran.

"Temen gue sakit, gue harus buru-buru kesana," Roni kembali menyalakan mesin motornya.

"Oh yaudah gapapa, lagian udah deket juga kok." sahutnya meski sedikit kecewa, "Cepet sembuh ya buat temen kamu,"

"Thanks, gue duluan."

"Makasih Ron, hati-hati," Nadin melambaikan tangannya sembari memerhatikan lelaki itu hingga hilang dipandangannya.

"Siapa ya temen Roni yang sampe dikhawatirin sebegitunya, apa Paul?" gumamnya membuat ia mengangguk pelan, "Bisa jadi juga, Paul kan sohibnya banget walaupun dia agak nyebelin sih." lanjutnya.

***

Keesokan paginya, Nadin bergegas untuk berangkat sekolah, sesampainya disana tampak Nabila yang sudah duduk manis sedang membaca novel. Ia menarik bangku didepannya, kepalanya celingak-celinguk, "Salma kemana Bil? Tumben jam segini belum dateng,"

Bel sebentar lagi akan berbunyi, tak biasanya gadis itu datang diujung waktu.

Nabila mengadahkan kepala, "Aku lupa ngasih tau kamu, kemarin Salma pingsan, jadi aku paksa dia buat jangan masuk hari ini."

Kemarin ketika Nabila kembali dari toilet, ia menemui Salma tergeletak dilantai bersama Paul yang terlihat khawatir sekaligus panik, buru-buru ia menghampiri keduanya bertepatan dengan Paul menelpon seseorang.

PANAROMA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang