Seperti apa yang dikatakan Salma kemarin, hari ini ia sudah kembali ke sekolah. Kini, ia dan Nabila tengah berada diruang osis membicarakan acara pemilihan yang sebentar lagi akan digelar.
Keduanya duduk dihadapan Rafi, "Periode ini ada 2 paslon yang ikut berpatisipasi," ucapnya.
"Selain kita siapa kak?" tanya Salma penasaran, setahunya yang dipilih oleh Rafi adalah ia dan gadis disampingnya.
Nabila ikut menatap lelaki itu.
"Kalo gak salah temen sekelas kalian juga," Rafi mengingat nama yang sudah dikatakan oleh bagian kesiswaan kemarin, "Namanya ... Paul sama Roni."
Matanya membulat sempurna, "Hah?"
Disisi lain, kedua lelaki itu berjalan beriringan menuju kelas. "Beneran kita nyalonin ketos? Gue gak ada bakat pemimpin weh,"
Paul menatap santai dengan tangan yang dimasukkan ke celana, "Gampang, bisa diatur."
Roni yang sedang mengunyah permen karet itu menggeleng tak habis pikir, bisa-bisanya Paul memilih dirinya yang tak tahu apa-apa.
Kemarin bu Sari memanggil Paul untuk membicarakan tentang pemilihan ketua osis, Paul dipilih karena ia siswa cerdas dan memiliki potensi untuk memimpin. Kala itu, Paul ditawari untuk mencari rekan yang dianggap cocok dan bisa diajak kerja sama, tanpa pikir panjang lagi, Paul memilih Roni menjadi pasangannya untuk maju menjadi ketos waketos berikutnya.
"Eh Nabila," sapa Paul ketika tak sengaja berpapasan dengan kedua gadis itu.
Nabila tersenyum kecil sebagai balasan.
Salma memutar bola matanya malas, dirinya tak disapa.
"Kalian ikutan nyalon?" tanya Nabila.
"Nyalon?" beo Paul, "Kita mah bukan cewek."
"Bukan salon tapi nyalon jadi ketos!" sahut Salma tak santai.
"Oh.. iya." Paul mengangguk menyengir.
"Kenapa? Takut kalah saing ya," ledek Roni.
Salma menatap tajam, "Gue gak pernah sedikitpun takut sama lo." balasnya penuh penekanan, ia menarik tangan Nabila. "Ayo Nab, kita bikin visi misi dulu,"
"Inget jangan curang!" lanjutnya sambil melengos pergi.
***
Bel istirahat berdering nyaring tapi Nabila memilih diam dikelas sementara kedua temannya pergi kekantin sambil membelikan pesanannya.
"Udah semua kan?" tanya Salma yang diangguki Nadin, tangannya penuh dengan makanan.
Baru saja ingin meninggalkan kantin, terdengar suara yang tak asing ditelinganya, Salma menghentikan langkah dan membalikkan badan. Terlihat disana, Roni sedang membagikan selembar uang pada siswa yang tengah makan disana.
"Gak bisa dibiarin," gumam Salma.
Nadin mengikuti arah pandang temannya, tangannya langsung mencegah pergerakan gadis itu. "Nabila udah nungguin lho Sal,"
"Bentar Nad," ia memberikan semua barang bawaannya ke Nadin, "Dia seenaknya banget nyuap pake uang," dengan langkah penuh kesal, Salma menghampiri Roni.
Mau tak mau, Nadin juga ikut menyusul.
"Heh Ron!"
Lelaki itu menoleh, Salma persis seperti sedang melabrak seseorang.

KAMU SEDANG MEMBACA
PANAROMA (END)
Novela JuvenilNote: Cerita ini hanya fiksi *** Naik ke kelas 11 seperti tak ada perubahan dalam diri Roni. Sikapnya masih sama, suka terlambat, tidur dikelas, bolos bahkan tak mengerjakan tugas. Paul yang digadang-gadangkan menjadi good boy pun ikut terbawa ajaka...