9. Tragedi Selimut Putih

129 8 0
                                    

Walaupun menyebalkan, yang biasa ada tak boleh menghilang tiba-tiba.

Karena waktu bisa mengubah segalanya, termasuk rasa sebal yang seketika menjadi cara untuk saling mengenal.

Jika kau tertawa di saat membuat aku menangis, itu masih tak apa. Karena tawamu sendiri yang biasanya akan meredakan tangisku.

Tapi jika aku menangis karena kau pergi, maka aku akan berduka. Karena tak ada lagi tawamu yang akan membuat aku menghentikan tangisku!

**

Alarm yang telah diset di dekat nakas membangunkan Priska. Tangannya meraba-raba pada nakas dan kemudian terbangun sambil menggosok matanya sendiri.

"Ah, Kak Dewa selalu menyetel alarm jam segini!" keluhnya dengan suara parau.

Gadis itu mematikan alarm dan menyimpan kembali ke nakasnya. Matanya masih berat, pukul 02:30 bukanlah waktu bangun tidur yang ideal untuk dia. Biasanya, Dewa yang akan bangun dan bergegas mematikan alarmnya. Sampai Priska bangun sendiri pukul lima pagi.

Dengan mata yang rapat dan bibir yang menguap berulang kali, dia menyadari jika telapak kakinya sangat dingin. Priska menarik selimut agar semakin menutupi tubuhnya, tapi ... selimut itu tidak ada.

"Selimutnya ke mana, sih?" tukasnya sambil mencari-cari ke setiap sisi kasur.

Hanya saja tetap selimut itu tidak ada. Gadis itu turun, dan berjinjit sambil mencari-cari selimutnya. Tapi kain tebal berwarna putih itu tak ia temukan di mana-mana.

Dia menghela napas pelan. Sedikit kantuknya sudah berkurang karena selimut yang tak ia temukan.

Sampai ia pun menyadari akan sesuatu.

"Kak Dewa sudah pulang belum, ya?" gumamnya. Karena seingat Priska Dewa langsung keluar dari apartemen meninggalkan dia dan belum kembali sampai Priska tertidur.

Priska mencoba mengintip ke ruang tengah tempat TV mereka berada.

Dia menggeser pintu kamarnya perlahan agar tidak menimbulkan suara, lalu menyelipkan kepala di antara celah pintu untuk mengamati.

Sebuah kain putih bergerak-gerak di atas lantai. Gadis itu berjinjit keluar dan ... benar saja, Dewa yang membawa selimutnya.

Priska menghela napas lega.

"Padahal ada selimut yang lain, kenapa dia harus mengambil selimut itu?" Gadis itu merutuk pada sang suami.

Cahaya di ruang tengah begitu terang, gadis itu mematikan lampu tersebut dan menyalakan lampu tidur dengan cahaya redup.

"Padahal, malam ini adalah bagian kamu tidur di atas kasur. Kenapa tidak membangunkan aku?" gumam Priska sambil duduk di samping sang suami.

Mereka memiliki perjanjian saat tinggal bersama perkara tempat tidur. Di mana, dirinya dan sang suami bergiliran memakai ranjang untuk tidur. Jika malam ini bagian Dewa, maka malam berikutnya adalah bagian Priska yang tidur di sana. Bagi yang tidak tidur di ranjang, maka dia tidur di ruang tengah dengan menggelar kasur lantai seperti ini.

Tapi masalahnya, malam kemarin adalah bagian Priska dan seharusnya sekarang Priskalah yang tidur di atas lantai.

Tanpa sadar, Priska tersenyum tipis saat duduk di samping Dewa. Dia sudah lupa dengan hawa dingin yang membuat bulu kuduknya merinding, dia juga sudah lupa dengan niatnya untuk mengambil selimut lalu tidur lagi.

Ada apa dengan hari ini?

Kenapa pria yang bahkan untuk mandi saja tidak pernah mau mengalah, lantas kali ini dia mengalah dan tidur di lantai.

Istri Simpanan Ketua BEM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang