4. Buang Di Luar, Ya, Priska!

157 6 0
                                    

Priska berlari menuju ke arah balkon. "Jangan macam-macam, ya!"

Sementara itu Dewa masih dengan senyum smirknya mendengus mengunci Priska dalam tatapan.

"Aku lompat, ya! Aku lompat, nih!" ancam Priska sambil memegang pagar balkon apartemennya.

Apa pun yang dikatakan Priska, termasuk ancaman tersebut tak akan membuat Dewa bergeming. Dia bersikukuh menghampiri perempuan yang sedang berdiri gemetar tersebut sambil membawa kotak susu kosong di sebelah tangan.

"Aku beneran lompat," ucap Priska sambil meneguk ludah. Tangannya lebih merapat pada pagar, lalu dia bersiap mengangkat kaki untuk melompati pagar.

Ini bukan sekedar gertakan!

Mata Priska berkaca-kaca dengan tubuh yang mulai mengeluarkan keringat dingin.

Dewa yang sudah sampai di pintu balkon pun kini mengubah ekspresinya. Alis tebal itu kini bertaut satu sama lain, senyum miring yang sejak tadi membuat Priska gemetar sekarang berubah menjadi bibir yang mengerucut.

Perempuan di hadapan Dewa itu kini telah menyondongkan tubuhnya ke bagian luar.

"Kamu mau ngapain?" Dewa melipat kedua tangan di depan sambil melihat Priska dengan ekspresi anehnya.

"Diam di sana atau aku lompat!" tutur Priska sekali lagi. Matanya memandang pada kotak susu di tangan Dewa yang sudah kosong.

Gadis itu tahu, apa khasiat dari susu tersebut. Justru karena khasisat susu itu membuat Priska ketakutan setengah mati pada Dewa yang baru saja menghabiskan satu kotak.

"Kamu mikir apa, sih? Gara-gara susu ini?" Dewa menunjukkan kotak susu yang sudah kosong di tangannya.

Priska masih menjauh dan menghindarkan tubuhnya dari jangkauan Dewa.

Pemuda itu tampak begitu santai, dia melempar kotak susu kosong tersebut pada keranjang sampah yang terletak di samping pintu.

"Nih, kotak susunya aku buang di luar!" Dia menunjukkan bagaimana maksud dari 'Buang di luar' yang sebelumnya dikatakan.

Sejenak Priska baru sadar dengan perbedaan persepsi antara yang diucapkan oleh Dewa tadi dengan apa yang ada dalam bayangannya. Gadis itu pun melepas pegangan erat dari pagar hingga menyisakan jejak keringat pada logam berbentuk silinder tersebut.

Dengan santai Dewa berjalan kembali masuk ke apartemen.

"Kamu udah beli soda lemonnya?" Pria beralis tebal itu melihat pada kantung belanja yang diletakkan oleh Priska di Island dekat dapur mereka.

Sisa-sisa gemetar dari kakinya masih ada. Tapi dibanding dengan gemetarnya, rasa malu yang kini lebih mengaduk-aduk dalam hati Priska.

Bisa-bisanya Dewa membuat dia salah paham dengan ucapan tak senonoh sebelumnya.

Priska berjalan menuju kamar, tapi matanya sekilas melihat Dewa yang berada di dapur.

"Kak Dewa!" teriaknya lagi. Dia tak percaya jika Dewa malah mengambil sekotak susu lagi dan meminumnya.

"Kenapa? Kamu takut kalau aku minum ini?" Dewa menenggak habis isi dari kotak susu yang kedua.

Gadis itu melotot melihat Dewa, tapi ia tak bisa berkata apa-apa.

"Walau aku minum sepuluh kotak juga, aku enggak akan nafsu sama kamu!" ucap pemuda itu sambil terkekeh dengan keras.

Priska tambah melotot mendengar hal tersebut. Dia pun menghampiri kantung belanja yang ada di dekat Dewa.

"Kenapa harus marah kalau aku enggak nafsu sama kamu?" tanya Dewa yang berdiri di samping Priska.

"Dih, siapa yang marah?" Meski berkata demikian, bibir gadis itu tak henti menggerutu.

Istri Simpanan Ketua BEM!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang