Gadis tinggi itu mematikan panggilan teleponnya secara sepihak karena mengira gadis di seberang sana telah usai dengan ucapannya. Mematikan ponsel, gadis tinggi itu kembali menghampiri temannya yang sedikit lebih pendek darinya. Jujur saja, ia merasa tak enak menyuruh pacarnya untuk pulang sendirian. Tetapi, ia tak bisa membatalkan janjinya dengan gadis yang saat ini telah berada di sebelahnya, memeluk erat lengannya.
"Git, kira-kira, buku yang relevan sama matkul kita yang mana, ya? Mendingan buku yang ini? Atau yang ... ini?" Dea menunjuk ke arah dua buku secara bergantian. Buku tebal yang di dalamnya membahas tentang berbagai pasal itu harus segera mereka pilih untuk mereka pelajari lebih lanjut.
Gita terdiam sebentar memperhatikan kedua buku. Memiliki tebal yang sedikit berbeda, pada akhirnya ia memilih buku yang sedikit lebih tebal. Namun, saat ia mengangkat wajahnya, matanya menangkap pemandangan yang tak asing. Gadis yang ia kenal, tengah berjalan di dalam toko buku yang sama dengan seorang laki-laki yang sama sekali tak pernah ia suka.
Dari kejauhan, terlihat laki-laki itu sesekali mengganggu gadis yang berjalan di depannya. Mengusak rambutnya, berusaha merangkulnya, dan berbagai hal menyebalkan lainnya hanya untuk menarik perhatiannya. Tak jarang gadis itu memberikan tatapan tajam kepada laki-laki di belakangnya karena terus mengganggunya.
Gita mengepalkan jemarinya melihat hal itu. Perasaannya berubah, ia merasa gusar. Ia menggigit bibir bawahnya kesal, matanya pun kini menatap sinis kepada dua orang itu. "Katanya mau pulang, tapi malah jalan sama cowo itu," gumam Gita yang hanya dapat didengar oleh dirinya.
"Git? Liatin apa sih?" tanya Dea seraya menggerakkan lengan Gita, berusaha menyadarkan gadis yang lebih tinggi dari lamunannya. Gita menoleh, menatap Dea kemudian tersenyum manis dalam seketika. Gadis itu menggeleng, menandakan dirinya baik-baik saja.
"Gapapa, masih bingung pilih buku yang mana. Mau coba cari ke rak buku yang di sana, gak?" ajak Gita, yang dijawab dengan anggukan oleh Dea.
Setelahnya, mereka berdua pun kembali berjalan-jalan di dalam toko buku tersebut guna mencari buku yang memiliki sangkut-paut dengan mata kuliah Hukum mereka. Tanpa mereka sadari, dari sisi lain, gadis yang sebelumnya Gita perhatikan, kini melihat dua gadis yang tengah bersenda gurau saat memilih buku. Kathrina menghela napasnya menatap punggung Gita bersama dengan gadis yang tidak ia kenal.
"Akrab banget, kaya lagi selingkuh," batinnya bertengkar, memberontak. Kathrina mengeraskan rahangnya melihat interaksi diantara keduanya yang terlihat sangat dekat. Saat tengah menatap Gita dan Dea dengan lekat, lagi dan lagi Gian mengusak rambut Kathrina.
"Lagi liatin apa sih? Fokus banget."
Kathrina memutar bola matanya malas, kemudian menarik lengan Gian secara paksa. "Anterin gue pulang. Iya, sekarang. Jangan banyak tanya."
Gian tersenyum tipis melihat tangan Kathrina yang masih menggenggam jemarinya. Jemarinya semakin laki-laki itu kaitkan kemudian ia melangkah mendahului gadis manis itu, menarik Kathrina lembut untuk mengikuti langkah kakinya. Sebelum mengantar Kathrina pulang, Gian mengajak gadis itu untuk membeli es krim terlebih dahulu.
"Temenin gue beli sesuatu, sebentar."
Kathrina yang perasaannya sedang tidak baik hanya mengangguk tak acuh. Tetapi, senyumnya perlahan mengembang kala laki-laki tampan itu memberikan satu cone es krim vanila, rasa favoritnya. Kathrina tak berhenti tersenyum sampai satu suara menginterupsinya.
"Loh? Kamu ... Kathrina Adhyaksa, 'kan?" tanya seorang gadis yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Merasa namanya disebut orang asing, Kathrina pun memutar tubuhnya untuk melihat siapakah yang berada di belakangnya. "Beneran Kathrina?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed 2
Fanfiction"I'm afraid ... let me end my life, Git!" -Kathrina. "Let me burn this world then, Kath." -Gita. Menjadi sekelompok mahasiswi baru yang datang dari sebuah Sekolah Menengah Atas ternama, bukanlah hal yang mudah karena kemampuan mereka akan sangat dip...