Belasan menit berlalu, akhirnya mereka telah sampai pada tempat tujuan. Gian mengantarkan Kathrina tepat sampai di depan lobi apartement. Gadis itu berterima kasih kepada Gian dengan wajah datarnya.
"Thanks. Jangan lupa, besok ada tugas kelompok yang harus kita selesain," ujarnya kembali mengingatkan. Kathrina hanya tidak ingin ia dan anggota kelompoknya mendapat nilai jelek jika mengerjakan tugas kelompoknya secara buru-buru.
Gian mengangkat ibu jarinya tanda ia paham. Tanpa mengatakan hal lain, laki-laki itu menutup kaca helmnya kemudian kembali melajukan sepeda motornya untuk pulang. Kathrina menghela napasnya panjang, ia merasa amat lelah tetapi tak ingin naik dan masuk ke apartement milik Gita. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pulang ke apartement Gita sepertinya bukan ide yang bagus. Terlebih hubungan diantara dirinya dengan sang pacar sedang tidak baik-baik saja.
Kathrina menyentuh layar ponselnya, membiarkan jemarinya menari di atas benda pipih tersebut. Tak kunjung mendapatkan balasan pada groupchatnya, Kathrina mencoba menelepon satu persatu sepupu dan temannya. Baik Fadel, Misya, Clara, Mikaila, maupun Rachel, tiada satu pun yang mengangkat panggilan telepon darinya.
Kathrina berdecak pelan. "Pada kemana, sih? Sesibuk itu?" Kini, harapan terakhirnya hanya berada pada Hazel. "Angkat, please," monolognya sedikit cemas. Panggilan terangkat, membuat Kathrina segera tersenyum sumringah. "HAZEL!"
"Ya, halo?"
"Can I stay at your home tonight? Gue lagi males di apartement," jelas Kathrina. "Kalo lo mau tau kenapa, biarin gue kesana dulu. Nanti gue jelasin lengkapnya, ya ya ya? Pleeease!" lanjutnya dengan nada yang terdengar seperti rengekan, membuatnya terdengar menyedihkan.
Terdengar suara hembusan napas. "Yaudah, dateng aja. Kabarin kalo udah sampe," jawab Hazel dari seberang sana, membuat senyum Kathrina kembali mengembang. Gadis itu segera memutuskan sambungan telepon kemudian memesan ojek online agar sampai secepatnya ke rumah sepupunya.
•
•
•Gadis berambut pendek itu memberikan segelas cokelat hangat kepada gadis berkacamata di sebelahnya. "So ... ada apa? Gue tau lo jarang kaya gini. Lo lagi berantem sama Gita?"
Gadis berkacamata itu mengangguk lemah. "Dia gak jemput gue, tapi tiba-tiba jalan sama temennya. Ya, gue tau. Dea itu temennya pas SMA—sebelum pindah ke SMA Puncak Prestasi. Tapi, tetep aja. Kenapa gak jujur?" tanya Kathrina dengan wajah memelas. Rasanya sakit mendengar suatu kebohongan dari orang yang paling ia percaya.
Hazel menyesap cokelat hangat miliknya secara perlahan, sesekali ia meniup permukaan air itu, meminimalisir suhu panasnya. Merasa ada sesuatu yang janggan, Hazel kembali angkat bicara,"Gue yakin lo bukan cuma marah karena hal itu," tebak Hazel yang sangat tepat sasaran.
Kathrina terdiam, tanpa sadar rahangnya mengeras, bahkan ia mengeratkan cengkeramannya pada gagang gelas yang ia genggam. Takut menumpahkan minuman miliknya, gadis itu meletakkan gelasnya tepat di atas nakas, kemudian berdiri tegak, berkacak pinggang.
"GILA! Gue cuma dianggep temen! Why she do that to me?!" pekik Kathrina tidak terima. Gadis berkacamata itu pun mulai menceritakan segala kejadian dari sudut pandangnya. Menjelaskan bagaimana sosok Dea yang terus menempel pada Gita, menjabarkan betapa emosi dirinya kala Gita menyebut dirinya dengan embel-embel "Teman SMA", dan masih banyak lagi hal lainnya.
Hazel hanya mengangguk perlahan mendengarkan segala cerita yang gadis itu ceritakan. Berusaha memahami seluruh kalimat bahkan paragraf yang keluar dari mulut gadis manis itu tanpa henti. Tak jarang Hazel menghela napasnya secara perlahan mendengar cerita panjang dari Kathrina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessed 2
Fanfiction"I'm afraid ... let me end my life, Git!" -Kathrina. "Let me burn this world then, Kath." -Gita. Menjadi sekelompok mahasiswi baru yang datang dari sebuah Sekolah Menengah Atas ternama, bukanlah hal yang mudah karena kemampuan mereka akan sangat dip...