Naruto berjalan mengelilingi desa Konoha, sebenarnya Naruto hanya tidak memiliki kegiatan apapun, Naruto juga belum menerima misi sejak kembali dari misi terakhirnya bersama Sasuke.
Naruto menghela nafas panjang mengingat nama Sasuke, Naruto sudah berusaha mencoba untuk melupakan Sasuke. Seharusnya Naruto juga mengajak Hinata berkeliling desa bersamanya, apalagi Hinata juga tidak memiliki kegiatan apapun.
Tapi Naruto tidak bisa melakukannya, Naruto tidak memiliki perasaan apapun terhadap Hinata. Padahal Naruto ingin berhenti dengan Sasuke dan bersama Hinata, tapi tetap saja Naruto tidak bisa melakukannya.
Padahal Naruto ingin berusaha menyukai Hinata, tapi Naruto malah menghindari gadis itu. Naruto tak ingin menyakiti lebih jauh, walau hari pernikahan mereka sudah dekat.
Naruto tak tahu harus bagaimana, kepalanya mulai berdenyut memikirkan hal seperti ini. Naruto berlari keatas tebing monumen Hokage, menikmati angin dari atas sana.
"Hei, Hinata, kau tidak berkencan dengan Naruto? Kalian sudah mau menikah lho, nanti setelah menikah mungkin akan lebih sulit, apalagi kalau kalian langsung memiliki anak."
Wajah Hinata memerah mendengar ucapan Ino tentang anak, itu membuatnya malu. Tapi beberapa saat kemudian raut wajah Hinata berubah, itu membuat Ino heran dan merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Ino.. aku harus bagaimana..."
Ino terkejut, tak lama setelahnya Ino berlari mengelilingi desa, terus berlari mencari dimana keberadaan pahlawan lima negara besar, pahlawan dunia shinobi dan samurai.
Duaaaakk
"Ugh..! Ino?"
Naruto meringis sambil memegang pipinya yang lebam karena pukulan Ino yang tiba-tiba, sementara raut wajah Ino tersirat rasa amarah. Saat Ino mau memukulnya lagi, Naruto berusaha menghindar.
"Apa apa denganmu?!" Seru Naruto tak terima.
"Kau yang apa-apaan, bodoh?! Kenapa kau menghindari Hinata dan bahkan tidak mau mengajaknya kencan di waktu senggang kalian?!"
Naruto berhenti menghindar dan satu pukulan mendarat di wajahnya, raut wajah Naruto berubah membuat Ino berhenti. Sepertinya memang ada sesuatu yang serius.
"Kau sedang berkencan dengan dirimu sendiri disini?" Tanya Ino berkacak pinggang.
"Aku menyukai orang lain."
Ino melotot. "Apa kau gila?! Kau akan menikah! Siapa orang itu? Apakah.. Sakura?!"
"Bukan, seseorang yang tidak pernah terpikirkan."
Ino mengerutkan keningnya, namun beberapa saat kemudian perasaan Naruto memancar dari kesedihannya. Karena Ino tipe sensor, Ino dengan jelas melihat apa yang Naruto rasakan dan siapa yang ada dalam hatinya.
"Tidak mungkin..." Ino menutup mulutnya.
"Aku juga berusaha untuk melupakannya."
"Dasar bodoh!"
Duaaaakk
Ino terus memukul wajah Naruto berkali-kali, air matanya menetes, Ino berhenti saat suara tangisannya pecah. Ino tak dapat membayangkan akan sesakit apa kedua sahabatnya karena kelakuan bodoh Naruto dan seseorang yang dicintainya.
Ino terus menangis, sementara Naruto hanya diam dengan wajahnya yang penuh lebam. Ino tak bisa hanya terus memukul Naruto, bahkan dengan itu Ino tak bisa memuaskan rasa amarahnya.
"Kalian menyakiti dua gadis, dan mungkin.. lebih banyak dari itu..."
Ino pergi meninggalkan Naruto yang diam lalu mengacak rambutnya dengan frustasi, ia memang pria paling jahat yang seharusnya tidak pantas berdiri di atas tebing monumen Hokage.
Naruto berjalan dengan lesu kembali ke apartemennya, selama perjalanan pulang banyak pasang mata yang menatap kearah Naruto. Itu karena wajah Naruto yang lebam, akibat pukulan dari Ino tentunya.
Naruto membaringkan dirinya di atas kasur, menatap langit-langit kamar hingga matanya berkaca-kaca. Beberapa saat kemudian air mata Naruto menetes, Naruto memejamkan matanya untuk tidur lebih lama.
Keesokan harinya Naruto meyakinkan dirinya untuk bertemu dengan Hinata, Naruto mengajak Hinata untuk kencan. Ini merupakan usaha Naruto yang sangat ia paksakan untuk membalas perasaan Hinata dan melupakan Sasuke.
Hinata terus saja tersenyum dengan wajah memerah, ia malu namun juga senang disaat bersamaan. Akhirnya Naruto mengajaknya kencan setelah Naruto kembali dari misinya.
"Ramen lagi?"
Naruto mengangguk. "Kenapa? Apa kau sudah bosan?"
"Tidak, Naruto-kun, aku malah jadi ikut menyukai ramen," gumam Hinata tersenyum.
Naruto memasuki kedai ramen ichiraku, Hinata tampak antusias saat ia mulai menikmati ramen yang dihidangkan di depannya. Sementara Naruto hanya menatap ramen di depannya, Naruto bahkan tanpa sadar hanya mengaduk-aduk ramen itu.
Jika orang yang bersamanya saat ini adalah Sasuke, mungkin pria itu akan mengomelinya karena hanya makan ramen saja, terlalu sering makan ramen. Jika Sasuke ada bersamanya, Naruto pasti akan makan makanan rumahan buatan Sasuke yang enak.
"Naruto-kun?"
Naruto menoleh, Hinata menatapnya dengan heran. Biasanya saat ini Naruto akan menghabiskan beberapa mangkok ramen, tapi kini ramen itu bahkan tidak tersentuh sedikitpun.
"Tidak ada tomatnya..."
"Eh? Tomat?" Tanya Hinata heran.
Naruto menggeleng. "Tidak, aku hanya ingin disuapi oleh mu."
Hinata tersenyum malu mendengar ucapan Naruto, dengan perlahan Naruto menyuap Naruto. Wajah Hinata sudah sangat memerah sekarang ini, namun Naruto hanya biasa saja, Naruto memaksa tersenyum saat melihat senyuman Hinata.
"Ku rasa aku akan memulai semuanya dari awal," gumam Naruto sambil menikmati ramen dari mangkoknya sendiri.
"Kau tidak tambah, Naruto?" Tanya Teuchi.
"Tidak, paman, seseorang sudah menyadarkan ku jika makan ramen itu tidak terlalu baik."
"Eii.. aku selalu mendengar omelan Sakura tentang hal ini, tapi kau tidak pernah mendengarnya."
Naruto hanya cengengesan mendengar ucapan Ayame, sementara Hinata yang awalnya terkejut kemudian tersenyum. Mungkin ini lebih baik, Naruto mulai berubah dan memutuskan untuk menjadi lebih baik.
Itu bagus, Naruto dan Hinata kemudian berkeliling di desa, melihat-lihat banyak hal. Hinata dengan antusias menceritakan kemana Hinata biasanya bepergian jika sedang senggang.
Naruto hanya terus menganggukkan kepalanya mendengar Hinata, Hinata sudah tidak berbicara dengan gugup seperti dulu. Mungkin karena mereka sudah berkencan, lagipula mana ada pasangan yang canggung saat akan segera menikah.
"Oh ya, Naruto-kun, ini kedai makara chinnamon. Aku suka sekali disini, aku membelinya setiap minggu. Apakah Naruto-kun ingin mencobanya?"
"Benarkah?"
Naruto melihat ke dalam kedai, ternyata hanya sebuah roti yang jelas pasti rasanya manis. Naruto jadi ingat jika Sasuke tidak suka makanan manis, Naruto menggelengkan kepalanya, saat ini ia bersama Hinata, bukan Sasuke.
"Ayo kita coba."
Hinata tersenyum. "Permisi, bibi."
"Oh? Hinata-san, kah?"
"Astaga sudah ku bilang panggil nama saja, aku dan Naruto-kun ingin membeli dua roti ya."
"Naruto-san?! Astaga, ini sungguh keberuntungan kedatangan pembeli seperti kalian! Karena kalian akan menikah aku akan memberi kalian secara gratis, ini dia!"
"Wah.. terimakasih!"
.
.
.
Bersambung...
.
Jangan lupa tinggalkan jejak, komen & vote
Thanks for reading, see you next chapter
![](https://img.wattpad.com/cover/372625154-288-k739105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari & Bulan[✓]
Romance"Aku menginginkanmu, Naruto..." "Akhirnya kau mengakuinya, mengingat semua sifat tsundere mu selama ini." Matahari dan bulan itu seharusnya tidak bisa bersama, apalagi keterikatan matahari dengan siang dan keterikatan bulan dengan malam. Tapi apa ja...