33

1.3K 180 36
                                    

Hari itu menjadi salah satu hari yang paling cerah di antara hari-hari lainnya di musim hujan. Matahari menyengat hangat ke kulit. Cerahnya cuaca hari ini pun menjadi sangat berpengaruh pada aktivitas seorang remaja yang sedang menempuh bangku terakhir di SMA, seorang lelaki muda bernama lengkap Seo Minhyung.

Dalam ruang olahraga yang disibukkan dengan kegiatan pertandingan basket, alih-alih mengamati permainan adik kandungnya yang berlangsung menegangkan, mata Mark malah tertuju pada pemuda cantik di salah satu bangku, tepat di sisi lain dari bangku yang didudukinya.

Ya, benar. Cantik.

Pemuda yang terlihat cantik itu seorang diri di sana. Duduk tenang dengan buku gambar dan pensil di tangan.

Tidak ada yang istimewa dari itu―harusnya. Akan tetapi, Mark tak bisa mengalihkan pandangannya barang sedikitpun dari sosok yang dianggapnya cantik itu. Pun semuanya terekam jelas dalam ingatan Mark.

Wajahnya yang lugu. Mata bundarnya bak boba yang mengerling cerah seperti bayi tak berdosa. Tenang dan jernih bagaikan sungai di pedesaan, begitu sejuk. Meski begitu, tidak ada senyum. Tidak ada yang tampak cerah di wajahnya. Namun, Mark tetap menemukan keindahan pada eksistensi pemuda yang duduk tak jauh di hadapannya itu.

Untuk kali pertama, Mark merasakan hatinya berdebar dengan sangat keras. Harinya ikut lebih cerah dari biasanya.

Begitu terpesonanya sampai Mark tidak bisa berpaling. Apa ini yang dinamakan cinta pandangan pertama?

Mark memang percaya cinta bisa datang dari berbagai macam momen. Namun, ia nyaris tak percaya kalau hatinya sudah jatuh ke dalam pesona pemuda cantik itu pada pandangan pertama.

Beberapa waktu berselang, Mark merasa ada orang lain yang mengganggu ketenangan pemuda cantik itu. Terlihat dua orang berdiri di sisi bangkunya, berbisik dengan wajah sinis menyebabkan pemuda cantik tersebut beringsut hingga ke sudut bangku. Kegiatannya menggambar terganggu. Ia meremat kedua lututnya sendiri dengan pandangan menunduk.

Memiliki firasat yang tak bagus, segera Mark menghampiri kekasih adiknya yang kebetulan berdiri di sebelahnya. "Jaemin."

"Iya, Kak?"

"Minta tolong, boleh?" pinta Mark. Jaemin pun mengangguk dengan senang hati. "Itu ... yang duduk disitu kayaknya lagi kena bully. Kamu bisa bantu?" katanya lagi sambil diam-diam menunjuk pemuda tersebut.

"Oh, tenang. Serahkan pada Nana." Jaemin menepuk-nepuk pundak Mark lalu bergegas pergi ke bangku pemuda tersebut.

"Ini kenapa jadi Mark yang bayar?"

Pertanyaan Taeyong timbul sewaktu kurir pengantar makanan tiba di rumah mereka, tapi Mark dengan cepat datang dan membayar alih-alih dirinya sebagai pelaku pemesanan makanan tersebut.

"Gapapa, hari ini Mark yang traktir," ucap Mark dengan senyum kecil yang tersungging di bibir. "Kata Jeno ntar malming mau ngedate, ya? Jadi ini harus dirayain."

Taeyong tergelak mengikuti langkah Mark yang mengarah ke meja makan. Di sana sudah ada Jeno yang menuangkan secangkir teh hangat untuknya. "Harusnya sesudah ngedate baru dirayain biar tau berhasil atau ngga," balasnya.

"Berhasil sih pasti. Siapa yang berani memalingkan wajah dari Bubu gue yang cantik jelita ini?" kata Jeno lalu menyodorkan gelas berisi teh tersebut ke tangan pria yang lebih tua. Taeyong seketika tersipu.

"Astaga, memang salah gue dateng kemari pagi-pagi."

Dengusan kecil dari pria familiar yang turut serta di meja makan membuat Taeyong tergelak. "Makanya nikah terus punya anak biar ngga iri dengki gitu," ujarnya pada sang adik.

We Are Family ❥ Jung FamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang