Lucius kehabisan kata-kata. Dia terkejut karena Maven memergokinya. Sementara itu Maven mengencangkan cengkeramannya pada tangan Lucius. Dia mendekat. Wajahnya kini hanya beberapa inci darinya. "Cepat jawab atau aku akan memaksamu."
Nada dan ekspresi Maven menunjukkan kalau dia tak main-main. Dia takkan membiarkan Lucius lolos begitu saja tanpa memberikan penjelasan, dan dia akan pakai kekerasan jika perlu.
Namun meski situasinya serius, Lucius merasa bergairah saat Maven mengambil alih situasi. Dia mencoba membalikkan keadaan, tapi Maven dengan cepat menggunakan kekuatan dan kemampuannya untuk menahan Lucius.
Meski tangannya ditahan sekuat mungkin oleh Maven, Lucius tertawa kecil dan menikmati situasi saat ini. Dia menatap Maven dengan kilatan nakal di matanya, seolah-olah menantangnya untuk menggunakan kekuatannya lebih banyak.
Maven terkejut dengan reaksi Lucius. Dia kira pria itu akan panik atau ketakutan. Dia pun mencondongkan tubuhnya lebih dekat, menghindari upaya Lucius untuk mengalihkan perhatiannya. Kini dia menatap Lucius dengan tajam. "Berhenti tersenyum seperti orang bodoh dan jawab pertanyaanku. Apa yang kau lakukan di sini?"
"Ah, sial. Kau seksi sekali," ucap Lucius, lalu menyeringai. Senyumannya semakin lebar. Maven semakin frustasi karena balasan Lucius. Cengkeramannya pun semakin erat. Seringai Lucius akhirnya sedikit memudar.
"Baiklah," kata Lucius menyerah, masih menatap Maven dengan geli. "Kau ingin tahu apa yang aku lakukan, hm? Aku mencoba membiusmu. Apa kau puas?"
"Dan kenapa kau berusaha membiusku?" tanya Maven kesal dan mengabaikan tatapan Lucius.
Lucius mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Aku punya alasan tersendiri, tapi sepertinya rencanaku tak berjalan mulus."
Lalu tiba-tiba saja Lucius memanfaatkan kesempatan untuk membuat Maven kehilangan keseimbangan. Dia segera menahan Maven ke lantai dan menggunakan badannya untuk membuatnya sulit bergerak atau melarikan diri.
"Sepertinya sekarang keadaannya berubah," tanya Lucius. Dia bisa merasakan tubuh Maven menegang, dan dia menikmati posisi mereka saat ini. Maven benar-benar terkejut saat Lucius dengan cepat menjepitnya ke lantai. Dia berusaha membebaskan diri, tapi terhalang badan Lucius yang besar.
"Lepaskan aku," gumam Maven dengan gigi terkatup. Wajahnya memerah karena marah dan malu.
Lucius mencondongkan tubuh lebih dekat dan menatap Maven dengan puas sekaligus penuh hasrat. Deru napasnya terasa panas di kulit Maven. "Jadi kau tak sekuat itu, ya?"
Maven merengut marah dan frustrasi. Dia menggeliat di bawah Lucius, mencoba kabur, tapi tubuh Lucius terlalu berat. Lucius terhibur dengan usaha sia-sia Maven untuk membebaskan diri. Dia semakin mendekat, membuat tubuhnya menekan dada Maven.
"Kenapa, Maven? Tak suka kalau harus bersikap submissive?" goda Lucius dengan nada suara rendah.
"Kubunuh kau, sialan!" ancam Maven dengan emosi.
"Oh, menurutku tak seharusnya kau mengancam dengan posisimu saat ini," bisik Lucius lalu terkekeh, menikmati kekuasaan yang dia miliki pada Maven. Dia membungkuk, membuat bibirnya hampir menyentuh telinga Maven. "Aku yang pegang kendali di sini, ingat?"
Jantung Maven berdebar kencang saat napas Lucius menderu di telinganya. Dia semakin frustrasi sekaligus tak berdaya. "Dasar bajingan gila."
"Lebih tepatnya mendominasi." Lucius mendekatkan bibirnya ke bibir Maven. Dia suka melihat Maven marah. "Dan setidaknya saat ini akulah yang memegang kendali. Bukankah begitu, Maven?"
Maven benci dengan kenyataan kalau Lucius memegang kendali sedangkan dirinya tak mampu melakukan apa-apa saat ini. "Jika kau tak melepaskanku sekarang juga... aku akan membuatmu menyesal."
"Ah, benarkah?" kata Lucius dengan nada mengejek. Dia menyeringai, jelas menikmati fakta kalau dia sudah membuat Maven gusar. "Memangnya apa yang akan kau lakukan, hm?"
Lucius tiba-tiba mencondongkan tubuhnya dan menjilat pipi Maven dengan seringai licik. Dia senang melihat reaksi Maven yang sebelumnya marah kini sangat terkejut.
Mata Maven terbelalak kaget saat Lucius tiba-tiba menjilat pipinya. Dia merasakan pipinya panas karena amarah dan rasa malu. Namun meski dia berusaha sekuat tenaga untuk menghindar, berat badan Lucius membuatnya tak bisa melarikan diri.
Perhatian Lucius teralihkan karena sibuk menjilat pipi Maven. Namun Maven dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu untuk mengepalkan tinjunya dan mengayunkannya ke wajah Lucius. Pria itu pun terkejut dengan tinju Maven. Dia tak cukup cepat untuk menghindar karena sekarang Maven menonjok hidungnya.
"Ah, sialan!" seru Lucius. Dia meringis kesakitan dan melepaskan Maven untuk menyentuh hidungnya yang kini mimisan. Maven dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu untuk lepas dari Lucius. Dia langsung berdiri, lalu menatap Lucius dengan puas.
Saat Lucius menyentuh hidungnya yang berdarah, dia mengalihkan perhatiannya ke Maven dan merasa kagum sekaligus jengkel. "Sial, refleksmu cepat juga."
"Kau pikir aku akan bersikap 'lembut' padamu setelah kau mencoba membiusku dan menahanku?" tanya Maven, masih merasakan adrenalin yang mengalir di nadinya.
"Tapi bukan berarti kau harus meninju wajahku," gerutu Lucius seperti bocah yang merajuk. Dia menekan hidungnya yang mimisan untuk menghentikan darah yang mengalir, lalu perlahan bangkit dan menatap Maven. Matanya berkilat karena hasrat.
"Kau tahu?" Lucius dengan lembut menyeka darah dari hidungnya. Dia pun mendekati Maven, membuat tubuh mereka kini hampir bersentuhan. "Kau sangat seksi kalau sedang marah."
Amarah Maven sesaat tergantikan dengan rasa terkejut. Dia tak mengira Lucius akan mengatakan hal seperti itu. Jantung Maven berdebar kencang saat tubuh mereka hampir bersentuhan. Dia berusaha tetap tenang. "Diam dan jawab aku. Kenapa kau ingin membiusku dengan sapu tanganmu?"
"Oh, maksudmu saputangan ini?" Seringai Lucius melebar saat dia merogoh sakunya dan mengeluarkan saputangannya.
Sebelum Maven sempat bereaksi, Lucius tiba-tiba menempelkan saputangannya ke hidung Maven. Seketika itu juga, Maven bisa merasakan efek obat bius pada dirinya. "Maaf, Maven. Anggap saja ini akibat karena kau membuatku mimisan."
Maven berusaha melawan, tapi penglihatannya mulai kabur dan tubuhnya melemah. Saat dia hampir terjatuh, Lucius dengan cepat memeluknya dengan erat dan posesif. Di tengah kesadarannya, dia berusaha bicara. "Kenapa... kau melakukan ini padaku..."
"Kau kuat dan pintar, tapi sangat mudah dijebak," jawab Lucius saat bibirnya menempel ke telinga Maven.
Tubuh Maven lemas di pelukan Lucius. Kepalanya pun terkulai di bahu pria itu. Lucius menyeringai dan memeluk Maven yang tak sadarkan diri. Dia menggendong Maven dan membawanya keluar rumah menuju mobilnya.
Lucius membuka pintu mobil dan dengan lembut membaringkan Maven, memastikan pria itu terlihat nyaman. Kemudian dia masuk ke mobil dan menyalakan mesin. Dia melirik sekilas ke arah Maven yang pingsan sebelum akhirnya mulai mengemudi.
***
Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.
Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Predator
Mystery / ThrillerMaven si detektif ditugaskan untuk menangkap pembunuh berantai. Dia pun menyamar sebagai murder cleaner dan mendapat klien pertamanya yaitu Lucius, pria paling ramah di kota itu. *** Detektif handal bernama Maven Kline sedang melakukan pencarian ter...