Part 21

912 60 0
                                    

Lucius harus menemukan cara untuk membuat Maven butuh bantuannya. Jadi dia saat larut malam dan Maven masih di kantor polisi, dia segera mengempeskan ban mobilnya sampai tak bisa digunakan.

Dia pun bersembunyi dan menunggu. Beberapa saat kemudian, Maven keluar dengan raut kelelahan dan menghampiri mobilnya. Dia pun menyadari ban mobilnya kempes, lalu merasa frustrasi. Namun inilah yang Lucius inginkan.

Lucius segera masuk ke mobilnya sendiri dan melaju depan kantor polisi seolah baru saja lewat. Dia pun menurunkan kaca jendelanya dan menawarkan tumpangan. Tak disangka Maven menerima tawarannya.

Lucius menjaga ekspresinya tetap netral, tak ingin menunjukkan betapa bahagia dirinya saat ini. Meski dia bisa merasakan kewaspadaan detektif itu, dia terlalu senang karena bisa mengobrol dengannya dan mendengar suaranya.

Lalu Lucius mengemudi menuju restorannya. Dia tak sabar untuk makan malam dengan Maven. Namun saat mereka sedang menikmati hidangan, seorang pria masuk ke restoran sambil mengacungkan pisau, membuat keributan.

Lucius sangat marah karena acara makan malamnya rusak, tapi dia berhasil mengendalikan diri karena tak ingin terlihat berbahaya bagi Maven karena pria itu sudah curiga padanya. Dengan cepat dia menangani pria itu dengan menjepitnya ke dinding.

Membayangkan pria itu bisa menyakiti Maven membuatnya kesal. Dia sangat ingin membuatnya terkesan dan membuktikan kalau dia bisa menjaganya tetap aman. Setelah itu Lucius mengantar Maven pulang. Dia juga bersikap seolah-olah tak tahu di mana rumahnya.

Saat mereka tiba, Lucius sangat ingin mencium Maven. Yang dia inginkan hanyalah merasakan bibir Maven menempel di bibirnya. Namun dia tak menakutinya. Jadi dia hanya tersenyum hangat. Kemudian dia memarkir mobilnya agak jauh agar tak menarik perhatian.

Seperti biasa dia menyelinap ke dalam rumah Maven untuk menatapnya yang sedang tertidur. Begitu dia sudah keluar, ponselnya tiba-tiba berdering. Ayahnya menelepon dan memintanya untuk segera menemuinya. Dia pun langsung berkendara menuju rumah ayahnya.

***

Seperti dugaan, ayahnya sudah menunggunya dengan ekspresi serius. Tanpa berlama-lama, dia langsung berkata, "Lucius, dengarkan aku. Kemungkinan besar aku akan ditangkap pihak berwajib dan dipenjara untuk waktu yang lama."

"Memangnya apa yang ayah lakukan?" tanya Lucius bingung sambil mencoba mencerna ucapan ayahnya.

Dengan dingin dan tanpa penyesalan, ayahnya menjawab, "Sebenarnya aku sudah membunuh seseorang."

Mata Lucius terbelalak kaget saat mendengarnya. Dia tahu ayahnya bisa bersikap kasar, tapi dia tak pernah membayangkannya sebagai pembunuh. "Kenapa... kamu membunuhnya...?"

"Ini mengenai istri pertamaku," kata ayahnya dengan penuh emosi. Dia menghela napas, lalu memalingkan wajahnya. "Wanita yang kunikahi sebelum ibumu."

Lucius terkejut meski dia tahu ayahnya pernah menikah sebelumnya, tapi ayahnya tak pernah membicarakan istri pertamanya maupun apa yang terjadi dengannya. Ayahnya lalu melanjutkan, "Aku bertemu dengannya ketika masih muda... di militer. Kami jatuh cinta, lalu menikah dan memiliki hidup yang sempurna."

"Sayangnya aku ditugaskan ke negara lain untuk tugas militer. Jadi aku meninggalkannya dan berjanji akan kembali," katanya dengan nada penyesalan. Suaranya pecah dan matanya berair saat berkata, "Tapi begitu aku pulang, dia... hilang tanpa jejak. Aku mencarinya ke mana-mana, tapi dia menghilang begitu saja."

Ayahnya mengepalkan tangannya erat-erat sambil melanjutkan ceritanya. "Aku benci para polisi. Mereka tak peduli dengan istriku. Mereka hanya ingin menutup kasusnya dan melupakannya. Jadi selama bertahun-tahun, aku mulai menyelidikinya sendiri dan melakukan apapun untuk menemukannya. Aku tak pernah berhenti mencarinya."

Suara ayahnya tiba-tiba penuh amarah saat mengatakan yang sebenarnya. "Hingga akhirnya aku tahu siapa dalang di balik hilangnya istriku. Dia adalah salah satu teman yang kupercaya semasa militer. Dia cemburu pada kami, jadi dia membunuh istriku karena dengki."

"Aku ingin balas dendam atas perbuatannya, tapi dia selalu lolos. Jadi aku menculik bawahannya, William Carter," kata ayahnya dengan nada kebencian. Matanya berkilat berbahaya berbahaya saat mengaku kalau dia juga membunuh komplotan temannya dan beberapa mantan tentara yang terlibat.

"Namun alih-alih temanku yang datang, adik William menemuiku," kata ayahnya. "Namanya Sam Carter. Dia sangat marah padaku dan ingin balas dendam atas kematian kakaknya. Dia mengancam akan melaporkanku ke pihak berwenang."

Ayahnya lalu mengeluarkan setumpuk dokumen untukmu diserahkan ke Lucius. "Ini berisi informasi tentang orang-orang yang kuceritakan padamu, termasuk William Carter dan adiknya."

Mata Lucius terbelalak saat melihat foto Sam Carter. "Ini pria yang datang ke restoranku dan hampir menyerangku dengan pisau..."

"Dan dia menggunakan kain seragam militer milik William untuk membuktikan kalau akulah yang membunuh saudaranya," ucap ayahnya menambahkan.

Lucius tak menyangka kalau pria yang nyaris melukai Maven rupanya mencari keadilan atas kematian saudaranya, meski itu artinya harus berhadapan dengan ayahnya. "Jadi itu sebabnya dia datang ke restoranku untuk mencari informasi tentang ayah karena menurutnya ayah bertanggung jawab atas kematian saudaranya..."

Ayahnya memberikan Lucius selembar kertas lagi. Kali ini berisi daftar nama. "Ini daftar nama anak-anak buah temanku. Awasi mereka."

Lucius mengambilnya dan mengamati nama-nama yang tertulis di sana. Dia ingin tahu apa alasannya, tapi lebih baik dia tak menanyakannya saat ini. Pandangan ayahnya tertuju padanya saat mendiskusikan rencana selanjutnya. "Kita harus melenyapkan Sam Carter. Dia ancaman bagiku."

"Baiklah," kata Lucius sambil mengangguk setuju, berusaha menyembunyikan perasaan gelisahnya karena harus terlibat dalam urusan ayahnya.

***

Keduanya bersembunyi di dekat kantor polisi. Sambil menunggu Sam dibebaskan, Lucius memperbaiki ban mobil Maven, lalu menyelipkan catatan kecil di bawah wiper kaca depan, berharap Maven akan melihatnya nanti. Setelah itu dia kembali menuju ayahnya yang sedang merokok. Ayahnya mematikan rokoknya dan menoleh.

"Habis darimana kau?" tanyanya dengan suaranya serak.

"Aku memperbaiki ban mobil Maven," kata Lucius, tak bisa menahan senyumannya. Namun ekspresi ayahnya mendadak marah ketika mendengar Lucius menyebut Maven.

"Apa yang kau lakukan?!" desisnya dengan jengkel. "Kau seharusnya tak menarik perhatiannya!"

Namun perhatian mereka teralihkan oleh sosok Sam meninggalkan kantor polisi di kejauhan setelah semalaman ditahan. Ayahnya lalu menoleh ke arah Lucius. Suaranya pelan dan tegang karena emosi saat berkata, "Dia keluar. Sekarang adalah kesempatan kita."

Lalu ayahnya memberi isyarat agar Lucius mengikutinya. Mereka menjaga jarak saat memperhatikan Sam terus berjalan dan tak menyadarinya bahaya di sekitarnya. Mereka bergerak tanpa suara sambil menatap Sam, menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Mereka memperlambat langkah dan menyaksikan Sam berjalan melewati gang, sama sekali tak menyadari kehadiran mereka di belakang. Kemudian ayahnya kembali memberi isyarat agar Lucius bergegas mengikutinya.

Begitu Sam hendak berbelok ke tikungan, ayahnya sudah mengejarnya. Sam menjerit kaget saat dicengkeram dari belakang. Meski dia berusaha melawan untuk melepaskan diri, ayah Lucius mendorongnya dan menahannya ke dinding dengan kuat.

***

Jika kamu menikmati ceritanya, jangan lupa untuk memberi vote.

Seperti biasa kritik, saran, atau pertanyaan bisa ditulis di kolom komentar.

Perfect PredatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang