Extra Part 2

718 48 1
                                    

Setelah beberapa saat, ciuman itu perlahan melambat. Lucius bisa merasakan hasrat Maven padanya, tapi dia menjaga temponya tetap lambat dan stabil. Dia hanya ingin menikmati sensasi bibir Maven di bibirnya.

"Ah, sial," kata Maven serak begitu melepas ciuman itu. Napasnya tersengal-sengal saat menatap Lucius. Dia menempatkan dahinya ke dahi Lucius hingga hidung mereka bersentuhan.

Lucius terkekeh pelan, lalu mengecup kening Maven dengan lembut. Dia ingin melakukan segalanya dengan perlahan karena ingin membuktikan padanya kalau dia berusaha memperbaiki hubungan mereka. "Aku serius ingin menebus kesalahanku..."

Maven menatap Lucius. Jantungnya masih berdebar kencang karena ciuman dan emosi yang berkecamuk dalam dirinya. Sebetulnya dia juga menginginkan Lucius, tapi mereka memang perlu memperbaiki hubungan mereka dulu.

"Baiklah," katanya, "tapi jangan menggodaku lagi. Kau membuatku gila."

Senyuman kecil tersungging di bibir Lucius. Baginya reaksi Maven lucu, tapi dia harus menuruti kemauan pria itu. "Oke, aku janji."

"Lebih baik kau menepati janjimu," kata Maven setengah bercanda, "atau aku akan menghukummu."

"Itu janji... atau ancaman?" tanya Lucius dengan alis terangkat.

Bibir Maven menyeringai licik. Dia tahu Lucius memancingnya. "Dua-duanya. Aku bisa menangani anak nakal sepertimu."

"Oh benarkah?" kata Lucius tertarik, "kira-kira kau bakal apa?"

Maven mendekati Lucius hingga tubuh mereka hampir bersentuhan. Bibirnya hanya berjarak beberapa milimeter dari telinga Lucius. "Cari tahu saja sendiri."

Lucius gemetar karena hasrat. Dia bisa merasakan aroma Maven dan kehangatan napasnya. Maven terkekeh saat menyalakan mobil lagi. Dia melirik Lucius, memperhatikan rona merah di pipinya serta hasrat di matanya. Saat mengemudi lagi, tangannya meraba paha Lucius.

"Hati-hati," kata Lucius, terdengar sedikit tegang. "Kalau kau terus menyentuhku seperti itu, aku takkan bertanggung jawab atas perbuatanku nanti."

"Apa itu masalah?" tanya Maven polos, tapi sedikit nakal. Dia mengamati Lucius yang sedikit sulit bernapas.

"Tidak," balas Lucius serak. Dia menahan tangan Maven dan menghentikan gerakannya. Tatapannya terpaku pada jalan. "Hanya peringatan."

"Kalau begitu sebaiknya kau belajar mengendalikan diri," kata Maven, lalu meremas paha Lucius dengan lembut. "Atau aku yang akan membuatmu kehilangan kendali."

Tangan Lucius mencengkeram erat tangan Maven. Dia menoleh dan berkata, "Bagaimana kalau aku ingin ambil alih?"

Napas Maven sedikit tercekat. Dia tahu Lucius memiliki sifat dominan dalam dirinya, dan hal itu menggairahkan sekaligus sedikit menakutkan. "Kalau begitu buktikan padaku."

"Hati-hati dengan permintaanmu," kata Lucius, nada suaranya rendah. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh dagu Maven.

Maven tersentak saat jari Lucius di dagunya. Tangannya mencengkeram kemudi dengan erat sambil berusaha fokus pada jalan. Dia melirik Lucius yang mencondongkan tubuhnya lebih dekat.

"Kau suka ini, kan?" bisiknya. Nada suaranya rendah dan penuh nafsu. "Suka saat aku ambil kendali dan membuatmu gemetar kenikmatan."

"Ya," aku Maven, lalu menelan ludah. Dia tak bisa menyangkalnya kalau sebenarnya dia suka saat Lucius mendominasi. "Meski rasanya memalukan."

"Memalukan atau mengasyikkan?" goda Lucius saat bibirnya menyentuh rahang dan pipi Maven.

"Keduanya," jawab Maven jujur. Dia terkesiap pelan saat merasakan sensasi hangat bibir Lucius. Namun entah mengapa pria itu menjauh, membuatnya terkejut dan kebingungan. "Kenapa berhenti?"

Perfect PredatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang