بسم الله الرحمن الرحيم
Sebelum baca alangkah baiknya membaca sholawat
اللهمّ صلّي على سيدنا محمدHappy reading
Hari hari begitu cepat berlalu seorang pemuda yang masih terbaring lemah belum menunjukkan tanda-tanda kesadarannya. Seorang ayah dan kakak nya tak henti hentinya berdoa kepada sang Rabb.
Sudah dua pekan ini di pesantren mengadakan Doa untuk kesembuhan Gus fawwaz. Usai sholat isya berjamaah kini para santriwan akan menjenguk Gus fawwaz di rumah sakit, hati mana yang tidak sakit ketika melihat anak dari guru mereka tubuhnya penuh dengan alat bahkan bernafas pun di bantu. Hanya Allah yang bisa membantu mereka saat ini. Suara alat yang terus berbunyi membuat suasana semakin tegang, di tambah lagi para santri yang mulai khawatir. Isak tangis terdengar di sekitar ruang Dimana Gusnya dirawat.
Salah satu dari mereka bergegas memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Gus fawwaz.
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un" ucap dokter yang membuat orang berdiri di sana berhasil menjatuhkan air matanya. "TIDAK!TIDAK MUNGKIN!" Gus Husain tak percaya akan hal itu, ia masuk keruangan lalu menggoyang-goyangkan
Tubuh adiknya yang sudah tak berdaya."Fawwaz, fawwaz! fawwaz bangun! Waz! Bangun!" Air matanya mengalir deras, membasahi pipi yang pucat.nafasnya tersendat sendat diantara isakan yang tak terkontrol. suaranya bergetar, memanggil nama yang tak lagi bisa dijawab hatinya begitu perih.
Beberapa orang terduduk di kursi tunggu wajah mereka tertunduk lesu, wajah mereka sembab air mata terus mengalir tanpa henti. tangan-tangan gemetar memegang erat satu sama lain mencoba mencari kekuatan di tengah kesedihan yang begitu dalam. Tak lama kiay muzar datang kerumah sakit karena di telfon murid nya. "Ada apa ini? Kenapa pada nangis?" Tanyanya heran.
Jawaban dari salah satu muridnya membuat dirinya sangat kaget. Ia pun berjalan mendekati ranjang sang anak."Tolong, nak, bangunlah..." bisiknya dengan suara yang nyaris tak terdengar, sembari memegang tangan anaknya yang kini terasa dingin. Matanya yang memerah menatap wajah sang anak dengan harapan, seolah menunggu keajaiban yang tak kunjung datang. Namun, tak ada jawaban. Kesadaran bahwa anaknya telah pergi untuk selamanya perlahan-lahan menghantamnya, seperti gelombang besar yang menghancurkan. Tangisnya meledak dengan begitu hebat, mengguncang seluruh tubuhnya, hingga akhirnya jatuh terduduk di samping ranjang, menggenggam erat tangan yang tak lagi bisa merespons. Rasa sakit yang tak tertahankan itu mengalir deras, meruntuhkan setiap harapan yang pernah ada.
Tiba-tiba, segalanya terasa kabur. Pemandangan di sekitarnya memudar, dan dia merasakan sesuatu menariknya dari kedalaman kesedihan itu. Dengan satu tarikan napas berat, dia terbangun, terengah-engah di tempat tidur. Matanya terbuka lebar, keringat dingin membasahi wajahnya. Dia melihat sekeliling, mencoba memahami di mana dia berada. Ini musholla, bukan rumah sakit. Tak ada suara monitor, tak ada ranjang rumah sakit.
Dengan cepat, Gus Husain meraba tempat di sampingnya, Semua itu hanya mimpi buruk. Dia menghela napas panjang, kelegaan memenuhi hatinya. Air mata masih mengalir, tapi kali ini bukan karena kehilangan, melainkan karena rasa syukur yang begitu mendalam. "Ada apa Gus? Gus kok basah gitu bajunya?" Tanya seorang santri yang kebetulan membereskan musholla malam itu.
"Saya mimpi buruk, sal" ujar nya dengan bibir yang masih bergetar.
"Saya antar ke ndalem ya Gus" tawar Faisal. Hanya anggukan yang merespon pertanyaannya.
Setelah sampai ndalem Gus Husain menceritakan mimpinya buruk nya itu kepada Abah nya. Sebenarnya ia tidak mau cerita karena itu sangat menghantui pikiran ia pun menceritakan nya.
Kiay muzar mengelus lembut kepala sang anak.
"Insyaallah nak, tidak terjadi apa apa tadi dokter telfon Abah kalo fawwaz Alhamdulillah sedikit ada kesadaran" ucapnya penuh rasa syukur."Iya bah. Alhamdulillah kalo gitu Husain bersyukur banget" ucapnya senang. Ternyata ia hanya bermimpi buruk.
••••
Di siang hari, suasana pesantren terasa sangat tenang dan damai. Setelah sholat dzuhur, area sekitar pesantren sangat hening, hanya terdengar suara burung berkicau dan angin sepoi-sepoi yang berhembus lembut. Ruang kelas dan halaman pesantren menjadi tempat yang sejuk dan nyaman untuk melanjutkan pelajaran atau membaca.
Di halaman pesantren, tanaman hijau dan bunga-bunga yang tertata rapi menambah keindahan suasana. Beberapa santri duduk di bawah pohon rindang, membaca buku atau berdiskusi dengan lembut. Di sekitar area asrama, terlihat kebersihan dan kerapihan yang terjaga, dengan lingkungan yang selalu rapi dan bersih.
Di dalam kelas, suasana belajar berlangsung dengan khidmat. Para santri fokus pada materi pelajaran, sementara sinar matahari yang lembut menyaring masuk melalui jendela, menciptakan suasana yang nyaman untuk belajar. Ketenangan ini memberikan kesempatan bagi setiap santri untuk merenung dan mendalami ilmu dengan lebih baik.
Dengan latar belakang arsitektur pesantren yang khas, seperti menara atau kubah yang menambah keindahan bangunan, keseluruhan suasana di siang hari sangat menyenangkan dan mendukung suasana spiritual dan kedamaian.
"Abah Husain pergi dulu ya, assalamu'alaikum"
Setelah melambaikan tangan kepada ayahnya, Gus Husain masuk kembali ke mobil. mobil perlahan melaju, meninggalkan area pesantren yang indah.Setelah itu addriaz meminta izin kepada kiay muzar untuk ikut menjenguk Gus fawwaz.
"Assalamu'alaikum kiay, saya boleh ikut jenguk Gus fawwaz?" Tanya."Wa'alaikumussalam, tafadhol. Setelah ba'da asar kita pergi ya, ajak beberapa santri yang lain" jawabannya.
Setelah sholat asar, para santriwan berkumpul di pesantren, siap untuk menjenguk Gus Fawaz yang sedang dirawat di rumah sakit. Mereka berangkat dengan penuh rasa peduli, membawa doa dan buah tangan sederhana.
Sesampainya di rumah sakit, mereka diberitahu bahwa Gus Fawwaz Sudah sadarkan diri dan mereka diperbolehkan masuk.meski masih lemah dan terbaring di tempat tidur, terlihat merespons dengan tatapan penuh makna. Para santriwan dan abahnya berdiri di sampingnya, mengucapkan syukur dan doa, sambil memberikan dukungan. Suasana dipenuhi dengan kehangatan dan rasa syukur, menandai awal pemulihan Gus Fawwaz setelah masa-masa sulit. Perlahan, dia mulai tersenyum, dan kehadiran orang-orang terkasih di sekelilingnya memberikan dorongan yang sangat berarti bagi proses pemulihannya.
Segini dulu upny byee assalamu'alaikum
KAMU SEDANG MEMBACA
Darusallam Al Mubarok
Teen FictionSeorang anak bungsu dari pemilik pesantren ternama, dia -habsyi Luthfi Al Mulftazzam. Pemuda dengan tinggi badan 177cm. Setelah lulus dari pondok di Sumatra Habsyi memutuskan untuk mengabdi kembali di pondok Abahnya. Habsyi mempunyai panggilan unik...