Sebelum baca sholawat dulu ya
اللهمّ صلّي على سيدناSelamat membaca
Tak terasa hari demi hari berlalu, keadaan Gus Fawwaz semakin pulih. "Bah, Fawwaz sudah boleh pulang?" tanyanya.
"Kata dokter sudah boleh, Nak, tapi pulangnya besok saja ya," ujarnya sambil tersenyum.
"Iya, Bah."
Pagi harinya, Kiay Muzar sudah bersiap menyiapkan barang-barang untuk dibawa pulang ke rumah. Kecelakaan yang fatal itu membuatnya harus mengalami kecacatan di tubuhnya. Namun, dengan hati yang ikhlas, dia menerima setiap takdir Tuhan. Tangannya kini tidak bisa diluruskan dengan sempurna. Tangan kanannya, tepatnya jari kelingking, sedikit terpotong.
"Fawwaz ikhlas, Nak?" tanyanya sambil memandangi kondisi anaknya.
Fawwaz menanggapi dengan senyuman. "Insyaallah, Bah... Fawwaz yakin apa pun takdir Allah pasti baik."
••••
9 tahun telah berlalu...
"Paman, Omar mau jalan-jalan," ucap seorang anak kecil berusia 4 tahun, Khalidan Omar, anak dari kakak sepupu Fawwaz.
"Tanya dulu bundanya, boleh nggak," ujar Fawwaz.
"Mau ke mana, Waz?" tanya Shefira, sepupu satu susu yang menjadi mahramnya.
"Omar mau jalan-jalan, Kak. Boleh?" ucapnya meminta izin.
"Ya sudah, bawa saja, tapi Kakak ikut sekalian. Kakak mau beli sesuatu."
"Dadah, Akekk," suara lucu Omar membuat Kiay Muzar tertawa.
Di jalan, mereka terjebak macet, membuat Omar bosan. "Bunda, Omar bosan, pengen ke sana," ujarnya sambil menunjuk tempat bermain.
Fawwaz mencari celah untuk menepi dan memarkirkan mobil. Mereka pun berjalan kaki. Suara tawa Omar yang renyah membuat Fawwaz ingin mengabadikan momen itu. Ia memvideokan setiap gerak-gerik Omar.
Di sisi lain, seorang perempuan dengan gamis milo dan hijab yang senada sedang berjalan menuju hotel. Kepulangannya dirahasiakan untuk memberi kejutan. Saat berjalan tak jauh dari hotel, ia berniat membeli beberapa makanan. Pandangannya tertuju pada sebuah taman bermain. Melihat anak-anak bermain membuat jiwa anak kecilnya keluar.
"Hai, Adek. Orang tuanya mana?" tanya perempuan itu, melihat seorang anak kecil bermain sendirian.
"Bunda lagi beliin aku kue," jawab si anak kecil sambil berlari-lari. Raihana mengangguk paham.
"Kakak boleh ikut main?" ucapnya menawarkan diri.
"Bolehhhh!" seru anak kecil itu.
Setelah bermain sekitar tiga menit, Raihana izin untuk pergi ke toilet. "Adek, Kakak ke toilet dulu ya, nanti main lagi."
"Iya, Kak. Main lagi ya," jawab si anak kecil.
Setelah selesai di toilet, Raihana melihat anak kecil itu sudah digendong seorang laki-laki. Raihana mengira itu adalah ayahnya, dan ia pun menghampirinya. "Adek," ucapnya yang membuat Gus Fawwaz menoleh.
Tatapan mereka beradu sejenak, mengingat satu sama lain. "Raihana?" ucap Gus Fawwaz setelah mengenali perempuan yang tak asing baginya.
"Gus? Ini siapa? Anak Gus?" tanya Raihana, terlihat kekecewaan menyelimuti wajahnya.
"Ini... ini anak—"
"Iya, ini anak saya," sambung Shefira tiba-tiba.
"Anak?" Raihana langsung meninggalkan mereka, berlari dengan perasaan kecewa. Air mata mulai mengalir di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darusallam Al Mubarok
Teen FictionSeorang anak bungsu dari pemilik pesantren ternama, dia -habsyi Luthfi Al Mulftazzam. Pemuda dengan tinggi badan 177cm. Setelah lulus dari pondok di Sumatra Habsyi memutuskan untuk mengabdi kembali di pondok Abahnya. Habsyi mempunyai panggilan unik...