Keenam

214 51 8
                                    

"Pak, dari dulu sudah saya kasih tau, kalau Jelita jangan di bolehin main ponsel dulu!" tegur Aren.

"Jelita nya yang minta, Dok."

"Kita bisa menolak tanpa harus menuruti keinginannya. Pak, ini demi mental Jelita sendiri, anda Manager nya, seharusnya lebih kasih perhatian pada Atlet yang anda jaga."

"Tapi Dok, cepat atau lambat tetap aja Jelita bakal tau dengan keadaan di luar sana. Kasus doping ini sangat sensitif bagi dunia per-atletan. Menurut saya sudah wajar Jelita harus tau dengan keadaannya sekarang. Mentalnya harus kuat dimulai dari sekarang Dok."

"Saya tau doping sangat sensitif Di dunia per-atletan, saya tau Pak. Tapi saya adalah seorang Dokter, saya tidak peduli dengan dunia diluaran sana, dan Jelita adalah pasien saya. Sebagai Dokter, saya harus fokus pada penyembuhan pasien dulu. Jelita dibawa kesini buat apa kalau bukan untuk disembuhkan Pak?"

"Percuma saja operasi saya berhasil kalau kondisi pasien terus menurun Pak. Jadi saya minta tolong, perhatikan mental pasien juga karena itu sangat penting untuk kesembuhan dia."

"Maaf Dok, saya nggak akan mengulangi kesalahan saya lagi."

─‌─‌

"Kenapa Sus? kok gelisah?" tanya Arbi sambil bersandar dimeja administrasi.

"Itu Dok, pasien dengan nomor inap kamar 02 ingin mengganti bantal, tapi saya nggak bisa kesana karena disini nggak ada orang Dok. Jadi saya nunggu Suster yang lagi ganti infus dulu."

"Ouh itu, sudah saya ganti tadi." Ucap Arbi.

Mulut Suster itu terbuka, "seriusan Dok?"

"Masa saya bohong Sus. Saya tadi lewat kamarnya, terus dia manggil saya, jadi saya gantikan aja langsung." Jelas Arbi.

"Makasih Dok." Ucap Suster itu sambil menunduk.

Arbi mengangguk, "hari ini banyak kerjaan ya?" tanya Arbi sambil melirik ke dalam ruangan yang di atas mejanya ada makanan yang masih utuh.

"Iya Dok, banyak pasien yang meminta untuk mengganti sesuatu tadi."

"Kamu makan dulu Sus, nggak enak nanti kalau sudah dingin makanannya." Suruh Arbi, "administrasi biar saya aja yang jaga, kamu fokus makan aja dulu." Sambungnya.

Suster itu bernapas lega, "makasih Dok! saya memang dari tadi belum nyentuh nasi." Ucapnya.

"Iya makan sana, pelan-pelan ya makannya."

Sepeninggal Suster, Arbi duduk di kursi Administrasi.

"Dokter Arbi, kok disini?"
Ruka datang menghampiri Arbi yang berada duduk di meja Administrasi.

"Dokter Arbi, kok disini?" Ruka datang menghampiri Arbi yang berada duduk di meja Administrasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arbi berdiri lalu menggebrak meja dengan pelan, "Ruru! mantra!"

Ruka menaruh berkas yang ia pegang di meja. "Di pagi hari dengan matahari yang menyala, halo semuanya saya Ruru yang selalu ceria."

UNITE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang