Keenambelas

337 60 9
                                    

"Selamat pagi Jelita!" sapa Arbi yang baru saja memasuki kamar inap Jelita.

"Pagi juga Dokter duda!"
Jelita membalas sapaan Arbi. "Wahh wajahnya sudah kembali ceria ya." Goda Jelita.

Arbi terkekeh. "Malam tadi saya cuma akting aja buat jadi aktor." Jelasnya.

"Masa?" tanya Jelita dengan wajah tak percaya. "Sorot mata Dokter malam tadi beda tuh, seolah sedang rapuh banget."

"Kamu selain bisa membaca aura duda, ternyata bisa membaca sorot mata juga ya." Ucap Arbi dengan nada kagum. "Saya penasaran, bakat apalagi yang kamu miliki?" sambungnya bertanya.

"Adadeh." Jelita menjawab sambil mengeluarkan lidahnya, berniat untuk mengejek Arbi. "Dokter yakin nggak mau cerita?" tanya Jelita.

Karena demi apapun, Jelita sangat penasaran akan masalah yang menimpa Dokter Arbi.

"Terlalu memalukan untuk diceritakan. Lagian cuma masalah kecil aja, saya nya aja yang lebay." Jawab Arbi.

"Ini saya masakin kamu makanan sebagai balasan kamu sudah menghibur saya tadi malam." Arbi menaruh tote bag kecil berwarna coklat ke atas meja.

"Baiklah Dokter duda yang lebay." Jelita mengambil isi dalam tote bag yang Arbi kasih. Jelita menatap kagum isi dalam bekal makanan hasil masakan Arbi.

"Berarti, minggu nanti, Dokter nggak akan masakin aku dong?" tanya Jelita dengan raut wajah kecewa.

"Janji tentu harus di tepatin. Yang ini anggap aja bonus yang saya kasih." Tutur Arbi sambil menunjuk bekal makan yang ada di tangan Jelita.

"Eh Jelita, Dokter Aren sudah kesini?" tanya Arbi.

Jelita menggeleng. "Dokter Aren kan biasanya ke kamar pasien jam 8, ini aja baru jam 7 pagi. Dokter Arbi aja yang kepagian kesininya." Cibir Jelita.

"Iyaya, kepagian ternyata." Gumam Arbi sambil melihat jam yang berada di tangannya.

"Saya keluar dulu ya Jelita, nanti siang, kamu saya traktir cake yang ada di cafe." Ucap Arbi.

"Traktir semua makanan yang ada Dirumah sakit ini dong Dok."

"Kamu berniat ingin memeras harta saya ya?" tanya Arbi dengan nada bercanda.

"Aku sebelumnya nggak ada niatan gitu sih, tapi kalau Dokter Arbi tawarin, tentu aja aku langsung setuju untuk memeras semua harta Dokter Arbi." Jelita membalas dengan candaan juga.

Arbi tertawa kecil. "Yasudah saya keruangan saya dulu. Bekal yang saya buatin jangan lupa di makan ya, makan sampai habis!" titahnya.

Jelita mengangguk sambil mengasih 2 jempol. "Tenang aja Dokter, aku pasti habis kok makannya. Karena aku suka makanan rumah."

Arbi hanya tersenyum, lalu keluar dari kamar inap Jelita.

Melihat pintu nya sudah tertutup rapat, Jelita menghembuskan napas lega. Sedaritadi jantungnya berdegup kencang. Asal kalian tau aja, Jelita bahkan tidak bisa tidur semalaman ini karena terus mengingat pelukan Arbi yang terlihat penuh kesakitan.

Jelita merasa, setiap melihat Arbi, perutnya selalu saja terasa ngilu, entah karena jatuh cinta atau apa.

Karena Jelita sudah lama tidak merasakan jatuh cinta semenjak ia putus dengan mantannya yang temperamen, jadinya Jelita tidak tau bagaimana dirinya mengetahui kalau ia sedang jatuh cinta dengan seseorang.

Tapi kalau beneran Jelita sedang jatuh cinta, masa jatuh cintanya sama Dokter Arbi yang statusnya adalah seorang duda.

Dari sekian banyaknya laki-laki lajang yang berada di rumah sakit, kenapa ia harus jatuh cinta sama Dokter Arbi? dan itu pun karena mimpinya yang kemarin.

UNITE?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang