16.

358 56 10
                                    

                Haechan mengangkat gelas dan piring takar untuk meminum sedikit kopi yang Y/n buatkan. Namun ketika mengangkat keduanya, terlihat sekali tangannya yang gemetar bahkan sampai menimbukan suara dentingan.

Memalukan. Mertuanya sampai menoleh padanya.

"Kenapa kau gemetar begitu? Belum makan?"

Tak jadi dia meminum kopi yang sudah dingin itu. "I-iya."

Dia dan ayah mertuanya duduk di balkon, menikmati angin malam seraya menunggu Y/n dan ibunya tengah memasak makan malam.

Sering Haechan menoleh ke dalam apartemen, memastikan kapan Y/n akan selesai masak. Entah apa yang istrinya itu masak sampai 3 jam tak kunjung selesai, meninggalkan Haechan dengan ayah mertuanya yang sejak tadi hanya saling diam tak ada yang membuka obrolan.

Bisa, sih, dia memulai duluan. Tapi sudah kepalang malu dengan kejadian tadi pagi. Takut juga pembahasannya tak cocok dengan mertuanya. Yang ada makin dibenci dia.

Sepanjang catatan sejarah hidupnya. Ini pertama kalinya dia berhasil diam dalam waktu yang lama.

"Apa Y/n pernah minta yang aneh-aneh selama kehamilannya?"

Sekalinya mertuanya itu memberikan bahan obrolan. Malah pembahasan yang membuat Haechan harus menakarnya sendiri. "Um... sepertinya, sih, tidak."

"Kenapa jawabanmu tidak yakin begitu? Kau 'kan suaminya. Kau mengurus anakku dengan benar tidah, sih?"

Sport jantung dimulai lagi.

Haechan mengangguk kuat. "Y/n tidak pernah minta yang macam-macam sama sekali."

Pria paruh baya itu menghembuskan napas panjang. "Padahal sebelum menikah dia anak yang manja. Terbiasa hidup dengan segala kemudahan. Makanya aku mau dia menikah dengan yang sepadan, supaya tidak merasa kesusahan setelah menjadi istri. Tapi kau malah menghamili dia."

Haechan terkekeh pelan, canggung. Sampai membalasnya dengan konyol. "Sama-sama mau 'kan."

Mertuanya itu kembali memberikan tatapan tajam, tangannya terkepal, seakan siap kapan saja memberikan pukulan. "Bisa-bisanya putriku menyukai pria sepertimu. Padahal banyak calon terbaik yang kusiapkan untuknya."

Mendengar itu Haechan mencari pembelaan. "Tapi selama menikah, aku selalu mengusahakan Y/n tidak pernah merasa kurang satu pun. Aku juga melakukan yang terbaik untuknya. Yang mungkin tidak dia temui jika menikah dengan pria lain."

"Memang harusnya begitu," tegas mertuanya, "kau sudah mencuri putriku yang aku besarkan dengan penuh kasih sayang. Kalau kau membuatnya sakit hati atau apa pun yang menyebabkannya tidak bahagia. Aku yang menggali sendiri kuburanmu." Dia bersedekap seakan ingin mengospek menantu satu-satunya ini. "Kau mengerti tidak?!"

"Siap, mengerti, sajangnim!" spontannya lantang.

Bodoh.

Haechan merutuki dirinya sendiri, di mana karena terlalu kaku. Dia masih menganggap pria tua di depannya ini adalah atasannya, bukan lagi mertuanya.

Drrrekk!

Y/n menggeser pintu pembatas antara balkon dan ruang tengah. Dia mengernyit melihat interaksi antara suaminya dan ayahnya.

Pembahasan apa sih yang kedua pria ini bicarakan? Sampai wajah sangar ayahnya ditunjukan jelas dan Haechan tampak pucat pasi.

"Ayo makan malam dulu," ajak Y/n.

Red String » Haechan X YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang