21. Bunglon

163 14 20
                                    


Setelah istirahat berakhir, suasana kelas yang awalnya ricuh mendadak sunyi karena guru tidak kunjung masuk. Ternyata, sang "artis dadakan," yang tak lain adalah sekretaris kelas, mendapat tugas dari guru Bahasa Indonesia untuk mencatat materi. Terdengar keluhan kecewa dari seluruh kelas.

Sandy, yang baru saja kembali dari kantin, berjalan menuju tempat duduk Azizah. Dengan tenang, ia memberikan sebungkus roti dan susu kotak rasa cokelat kepadanya. Azizah, yang tengah sibuk menulis catatan, segera mengangkat wajahnya dan menatap Sandy, karena lelaki itu tanpa sengaja menghalangi pandangannya.

"Buat orang paling cantik di kelas ini." Azizah memutar bola mata malas. Tangannya mengibas pertanda mengusir Sandy.

"Oke, aku bakalan pergi. Setelah kamu terima ini dulu, Za."

Azizah menarik napas panjang, lalu memaksakan senyum ke arah Sandy, yang dibalas dengan senyum pula oleh lelaki itu.

"Sebenarnya, aku udah kenyang, tapi aku menghargai pemberian kamu. Thanks, Mantan!" Azizah menekankan kata terakhir membuat Sandy tertawa.

"Udah sana kamu pergi. Lanjutkan tuh catatan."

"Siap, Mantan!"

Ia memutar bola mata malas, merasa bingung mengapa Sandy tiba-tiba bersikap ramah lagi. Sejak mereka berpisah, Sandy selalu menjaga jarak darinya. Gadis itu hanya mengangkat bahu, memilih untuk tidak memikirkannya terlalu dalam.

"Kamu pernah pacaran sama Sandy?" tanya Ayun membuat Azizah meliriknya sekilas.

"Kepo!"

"Ish, tinggal jawab aja kali, Za." Ayun memayunkan bibir karena teman sebangkunya itu enggan menjawab.

"Ck! Ya, aku pernah pacaran sama Sandy karena khilaf aja aku mau sama dia," ujar Azizah membuat bola mata gadis itu melebar.

"Dih, mulut kamu, Za! Dia kali yang mau sama kamu terpaksa." Azizah tidak menghiraukan ucapan dari Ayun dan kembali fokus pada catatannya.

"Aku jadi penasaran kok bisa putus sih, Za?"

"Pasti kamu yang mutusi, Sandy," todong Ayun yang dibalas anggukan oleh Azizah.

"Hah! Padahal, Sandy cakepnya gadak obat loh, Za!

"Mata kami belum katarak, 'kan?"

"Duh, Za ... masa cowok sebaik Sandy, kamu lepasin. Kalau aku jadi kamu, ya, pasti aku bakal pertahanin Sandy sampai titik darah penghabisan." Cerocos Ayun tanpa henti.

Azizah merasa telinganya memanas mendengar ocehan Ayun yang tidak kunjung henti. Sungguh, Ayun adalah definisi bawel yang sebenarnya. Azizah menyesal telah setuju untuk duduk bersama. Dengan pandangan tajam, ia menatap Ayun yang hanya bisa menyengir sambil mengangkat dua jari.

"Ampun mbak jago!"

"Bisa diem nggak? Kalau nggak bisa mending cari kegiatan sana. Ngehitung pasir, misalnya."

"Hehehe iya deh aku diem sekarang. Biasa aja dong liatnya."

Ayun merinding melihat tatapan melotot dari Azizah. Aura di sekitarnya seolah menjadi mencekam, benar-benar menakutkan. Meski begitu, Azizah menahan tawa melihat ekspresi takut di wajah Ayun. "Seru juga menjahili si bawel," pikirnya dalam hati.

"Jiwa psyco aku meronta-ronta ini loh, Yun. Awas aja kalau kamu bawel lagi!"

Wajah Ayun seketika memucat mendengar ucapan Azizah. Bayangan tentang sosok psikopat yang ketenangannya terganggu langsung melintas di benaknya. Azizah tidak lagi mampu menahan tawa, yang hanya membuat Ayun semakin diliputi ketakutan.

Seindah Sandyakala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang