7. Jangan Berharap!

138 18 4
                                    

Azizah mengacak rambutnya seraya menghapus air mata secara kasar. Ia benar-benar tidak mengerti mengapa hatinya sesakit itu. Azizah menghela napas berulang kali untuk menetralisir rasa sesak yang bercokol di hatinya.

"Apa itu artinya kamu membenarkan, Ar?" Azizah tersenyum miris. "Apa emang nggak ada celah buat aku masuk ke dalam hatimu?"

"Aku benci dengan perasaanku sendiri! Kenapa harus sesakit ini!" teriak Azizah membuat Elkan yang masih tertidur langsung terbangun. Lelaki manis itu mengucek mata sembari mengumpulkan nyawanya.

"Azizah, kenapa?" tanya Elkan ketika berhasil mengumpulkan nyawanya.

Lelaki itu segera menghampiri Azizah, tetapi gadis itu langsung berbalik badan sambil mengusap air matanya dengan kasar. Elkan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bingung dengan situasi.

"Udah jangan nangis, Za. Yuk, ke masjid kita salat ashar dulu," ajak Elkan membuat Azizah mengangguk. Mereka pun berjalan beriringan.

"Aku curiga, Azizah nangis pasti ada hubungannya sama Arhan, " batin Elkan ketika Azizah tidak berbicara sedikit pun padanya.

"Hidup akan tenang kalau kita tidak menyukai siapa-siapa. Contohnya, kayak aku nih! Hidupku makmur dan selalu bahagia," celetuk Elkan membuat Azizah terkekeh.

"Hidup akan tenang jika kita nggak kepo. Nyesel aku kepo tadi sama Arhan," kekeh Azizah membuat Elkan tertawa kecil.

"Makanya, lain kali gausah kepo, ya, anak gadis," ucap Elkan sambil mengacak rambut Azizah.

"Ish, rambut aku kusut, El!"

Elkan menggoyangkan pinggulnya mendengar teriakan kesal dari Azizah. Melihat Elkan yang berjoget membuat rasa kesal Azizah luntur digantikan tawa renyah dari bibir gadis itu.

"Kamu pantesnya ketawa kayak gini, Za." Elkan mencubit pipi Azizah dengan gemas membuat gadis itu melotot tidak terima.

"Gausah cubit pipi aku, Elkan!"

Azizah berteriak ketika lelaki itu sudah melarikan diri. Saking kesalnya, gadis itu menghentak-hentakkan kaki di lantai.

"Nyebelin banget!"

***
Alvira dan Azizah berjalan beriringan ke parkiran. Gadis berhijab itu merasa heran melihat Azizah yang tidak bersemangat. Bahkan, bibir Azizah terus mencebik sepanjang perjalanan menuju parkiran.

"Kenapa sih, Azizah?" tanya Alvira pada akhirnya. Gadis itu memegang kedua bahu sahabatnya.

"Karena Arhan lagi?" tebak Alvira karena Azizah tidak kunjung buka suara. Diamnya Azizah sudah menjadi jawaban bagi Alvira. Gadis itu sudah paham Azizah luar dan dalam.

"Astagfirullah, Azizah! Di dunia ini ada 8 milyar manusia dan kamu masih cinta sama orang yang mengabaikanmu? Nggak sehat kamu, Azizah!" omel Alvira membuat gadis itu menghela napas pasrah.

"Berharap sama manusia itu pahit, Za. Aku emang bukan orang baik, tapi aku tahu porsi yang tepat dalam mencintai seseorang. Tidak melebihi cinta kepada Allah dan Rasulullah."

Alvira menggenggam kedua tangan Azizah, berusaha memberi nasihat kepada sahabatnya itu untuk tidak terlalu berharap. "Kamu boleh jatuh cinta, tapi jangan jadi bego kayak gini. Nangisin cowok yang belum tentu menjadi jodohmu. Mau kamu jungkir balik, kalo kata Allah nggak, ya, nggak!"

Azizah tersenyum tipis mendengar ucapan Alvira. Alvira yang melihat itu merasa lega. Setidaknya, respon Azizah menandakan bahwa ucapan Alvira diterima dengan baik.

"Makasih, ya, selalu nasehatin ketika aku  salah jalan begini. Aku bahagia punya sahabat kayak kamu, Ra." Alvira terharu mendengar ucapan dari Azizah. Keduanya pun berpelukan sangat erat.

Seindah Sandyakala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang