Spam 50 komentar. PAHAM🖐️
***
Mendapat kabar bahwa sepupunya akan menikah membuat Azizah merasa sangat bahagia. Baru saja ia selesai mengunduh undangan digital yang disampaikan kepadanya, dan di sana tertulis nama mempelai, Arhan Vigna Raidata dan Indri Maheswari. Nama itu membuatnya terpaku sejenak. Betapa terkejutnya Azizah mengetahui fakta bahwa Arhan, yang dulu sempat ia kagumi, akan segera menikah dengan sepupunya. Terlebih, ia tak pernah mendengar kabar kedekatan antara Arhan dan Indri sebelumnya. Seolah semua terjadi begitu cepat, tanpa tanda-tanda, tanpa cerita apa pun."Mereka kenal di mana, ya?" gumamnya, masih dalam kebingungan.
Selama bertahun-tahun Azizah tidak pernah berjumpa dengan Arhan, sosok yang dulu mengisi sebagian besar pikirannya. Kini, lelaki yang pernah ia taksir itu akan segera menjadi kakak sepupu iparnya, sebuah kenyataan yang terasa begitu aneh. Kehidupan benar-benar penuh kejutan, dan tak jarang mengalir dengan plot twist yang tak pernah disangka-sangka.
"Mama, Bian habis gambar, nih!" teriak suara ceria dari arah putranya membuat Azizah tersadar dari lamunannya.
Azizah memalingkan perhatian pada Bian, putra kecilnya yang kini berdiri di hadapannya dengan wajah penuh kegembiraan. Anak lelaki itu dengan bangga mengangkat secarik kertas yang penuh dengan coretan warna-warni-gambar sebuah keluarga kecil. Senyum Azizah mengembang melihat karya sederhana namun penuh makna dari sang buah hati.
"Ini Abi Sandy, ini Mama Azizah, dan ini Bian," Bian menjelaskan dengan suara polosnya, menunjukkan siapa saja yang tergambar di kertas tersebut.
"Bagus banget gambarnya, Nak. Mama kelihatan cantik banget di sini," ujar Azizah dengan penuh kasih, seraya tersenyum lembut.
Pujian dari sang ibu membuat Bian tersenyum lebar, wajahnya berseri-seri, penuh kebanggaan. Namun, momen kebersamaan antara ibu dan anak itu terganggu saat Sinta, ibu Azizah, datang menghampiri mereka dengan wajah penuh kekhawatiran.
"Za, ibu harus ke Pekanbaru sekarang. Ada masalah besar di sana, tadi Danis ngabarin ibu," ucap Sinta, suaranya terdengar mendesak.
Kata-kata itu langsung membuat Azizah waspada. "Masalah apa, Bu? Danis baik-baik saja, 'kan?" tanyanya penuh kecemasan, khawatir akan keadaan adik laki-lakinya.
"Danis baik-baik aja, tapi kakak mama yang nggak baik-baik aja," jawab Sinta dengan nada berat.
"Bude Sindi kenapa, Bu?" Azizah bertanya, mencoba mencari jawaban atas kegelisahan yang tampak jelas di wajah ibunya.
Sinta menghela napas panjang, seolah sedang berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk disampaikan. "Panjang ceritanya, Za. Tapi intinya, kakakmu yang bakalan nikah seminggu lagi, kabur."
Azizah terperangah, mulutnya terbuka lebar tak percaya akan apa yang baru saja didengarnya. "Hah! Kabur? Maksud Ibu, kak Indri kabur?"
Sinta mengangguk. "Iya, Za. Bude Sindi sampai nangis terus, pusing mikirin gimana nanti. Jadi ibu harus ke sana duluan. Kamu nyusul aja lusa, ya. Besok Bian kan ada pentas seni. Kamu fokus sama dia dulu aja, biar masalah di sana ibu yang urus."
Azizah masih tak percaya dengan apa yang didengarnya, tapi ia juga tahu ibunya sudah memutuskan. "Iya, Bu. Kalau gitu, biar aku antar ibu ke bandara."
Sinta menggeleng pelan, menolak tawaran itu. "Nggak usah, Za. Ibu udah pesen grab car. Kamu pasti capek habis pulang kantor, nggak perlu repot-repot."
Dengan berat hati, Azizah mengangguk, kemudian memeluk ibunya erat. "Ibu hati-hati, ya. Kalau udah sampai, kabarin aku, ya."
"Iya, Za. Pasti."
Sinta lalu berjongkok untuk berpamitan dengan cucunya. Ia mencium pipi mungil Bian dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Nenek pergi dulu, ya. Bian jangan bandel, ya, Sayang."
"Nenek mau ke mana?" tanya Bian dengan polos.
"Ke Pekanbaru, Sayang," jawab Sinta sambil mengusap lembut kepala cucunya.
"Tempat Om Danis?" tanya Bian lagi.
Sinta tersenyum dan mengangguk. Setelah berpamitan, ia pun beranjak pergi. Azizah dan Bian mengantar Sinta hingga ke mobil yang akan membawanya pergi. Sambil memandangi kepergian ibunya, pikiran Azizah terus dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab.
"Kenapa, ya, Kak Indri sampai kabur padahal nikahnya tinggal seminggu lagi?" gumam Azizah, masih berusaha mencerna kejadian yang baru saja terjadi.
***
Arhan menggenggam vas bunga itu erat, seakan nyawa hidupnya bertumpu pada benda rapuh tersebut. Tangannya gemetar, pikirannya berputar-putar dalam lingkaran kabar buruk yang baru saja ia terima tentang calon istrinya. Seumur hidupnya, ia tak pernah membayangkan hal semacam ini akan terjadi. Selama ini, Arhan berusaha menerima kehadiran Indri Maheswari dalam hidupnya, perlahan membuka hatinya untuk wanita itu. Namun dalam sekejap, Indri menghancurkan semuanya. Seperti badai yang datang tiba-tiba, pikiran dan perasaannya porak-poranda. Tanpa disadarinya, air mata mulai mengalir di kedua pipinya, membasahi wajah yang kini penuh kesedihan dan amarah."Indri, brengsek!" teriaknya penuh dendam, lalu ia melemparkan vas bunga itu ke arah cermin. Bunyi pecahan kaca memenuhi ruangan, memperlihatkan sosok Arhan yang terpantul dengan wajah kusut, penuh luka batin. Cermin yang retak seolah menggambarkan hatinya yang hancur berkeping-keping.
"Aku gak pernah menyangka akan mengalami hal ini! Dia gak cuma menghancurkan aku, tapi juga keluargaku! Argh!" Arhan memukul tembok dengan keras, mengabaikan rasa sakit yang muncul di tangannya. Pukulan demi pukulan dilayangkannya, seolah rasa sakit fisik bisa mengimbangi luka di hatinya. Ia hanya ingin merasa lega, meski tahu di dalam dirinya, rasa itu tak akan pernah datang.
Pintu kamar terbuka dengan kasar, menampilkan sosok Nandya, adik perempuannya, yang langsung berlari ke arah Arhan dengan wajah panik. Ruangan itu sudah berantakan—pecahan kaca dan serpihan vas bunga tersebar di mana-mana. Bahkan pemilik kamar itu, Arhan sendiri, sudah tampak hancur.
"Bang, udah, Bang! Stop!" teriak Nandya, mencoba menghentikan tindakan kakaknya yang semakin tak terkendali. Namun Arhan seakan tuli, terlalu larut dalam amarah dan rasa kecewanya.
"Berhenti menyakiti diri sendiri!" Nandya memaksa menarik tangan Arhan, berusaha menghentikan pukulan-pukulan brutal yang dilayangkan kakaknya ke tembok. Dengan segala tenaganya, ia menahan tangan Arhan.
"Kamu kayak gini gak akan mengubah apa-apa, Bang." Suaranya mulai melembut saat ia menangkup kedua pipi Arhan, mencoba menenangkan kakaknya yang tampak begitu hancur. Ada rasa sakit yang menyeruak di hati Nandya melihat Arhan, sosok yang selalu ia kagumi, kini rapuh seperti ini.
"Abang kurang apa, Nan?" Suara Arhan bergetar, lirih, penuh kesedihan yang tak terucapkan.
"Abang gak kurang apapun, Bang," jawab Nandya dengan lembut, mencoba meyakinkan.
Namun Arhan menggeleng keras, menolak menerima kenyataan itu. "Kalau abang gak kurang apapun, gak mungkin Indri pergi begitu aja, apalagi pas pernikahan tinggal hitungan hari. Apa abang gak layak buat bahagia?!" Air mata kembali mengalir deras di wajahnya yang sudah basah, perasaan tak berdaya menyelimuti setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Tanpa pikir panjang, Nandya merengkuh tubuh kakaknya dalam pelukan erat. Ia tahu kata-kata mungkin tak akan cukup untuk menyembuhkan luka yang begitu dalam, tapi ia tetap berusaha.
"Bang, jangan salahin diri sendiri. Abang berhak buat bahagia, kok. Indri aja yang gak tahu diri, mencampakkan seseorang yang begitu berharga kayak Abang. Sekarang tenang dulu, ya. Kita cari jalan keluarnya sama-sama," ucap Nandya dengan lembut sambil mengusap punggung Arhan, memberikan kehangatan dalam kekacauan yang sedang dialaminya.
"Abang kacau, Nan. Abang gak tahu harus gimana. Abang ngerasa bersalah, malu sama keluarga kita kalau pernikahan ini bener-bener batal. Abang gak ngerti kenapa Indri bisa setega ini," ucapnya putus asa, seolah mencari penjelasan yang tak kunjung datang.
Nandya menghela napas, mencoba menahan tangisnya sendiri. "Bang, kita pasti bisa melewati ini. Abang gak sendiri, ya. Kita hadapi ini sama-sama, sampai semuanya membaik."
![](https://img.wattpad.com/cover/357705305-288-k52816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Sandyakala
RomanceOryza Sativa Azizah telah meninggalkan kota Pekanbaru selama sepuluh tahun dan rindunya terhadap kota itu terhapus dengan cara tak terduga. Ia menjadi istri pengganti dari sepupunya, bersatu dengan lelaki yang tidak ia duga sebelumnya. Apakah pernik...