Part 3

2 0 0
                                    

Angka delapan yang ditunjukan layar di atas pintu lift, disusul dengan bunyi dentingan, membuat rasa gugup Patricia semakin menjadi.

Dengan terus menarik dan membuang nafas panjang, Patricia juga terus melangkah pasti untuk menuju kamar 01A yang ternyata adalah kamar spesial. Karena hanya seseorang yang bisa menghuni kamar itu, Darren suaminya. Itu adalah penjelasan dan informasi yang tadi Patricia dapatkan dari resepsionis.

Saat sudah sampai di depan pintu yang dituju, Patricia menatap sejenak rangkaian angka passcode kamar 808 milik Darren. Bodohnya ia yang tidak memikirkan ini. Tentu saja, mana mungkin kamar spesial itu tidak memiliki passcode.

Setelah memikirkan dengan sangat baik beberapa kemungkinan rangkaian angka apa yang menjadi passcode kunci apartment Darren. Akhirnya Patricia memutuskan untuk memasukkan angka dari tanggal ketika Darren melamarnya, dan ... binggo! Bunyi click yang terdengar, membuat kedua sudut bibir Patricia tertarik tinggi ke atas. Darren memang selalu memakai tanggal hari ia dilamar untuk segala password.

Rasa lega dan kebahagiaan Patricia kembali, sama halnya dengan rasa gugupnya. Membuat Patricia terus mematrikan di dalam kepala agar berhati-hati dan tidak menjatuhkan apapun di dalam ruangan yang tidak sekalipun pernah ia masuki itu. Atau, kejutannya akan terdengar dan semua akan sia-sia.

Arah pandang Patricia menatap lekat ruangan apartment … atau penthouse? Ia menilai dan mencoba memahami keadaan yang sekarang tersaji di depan matanya. Di dalam ruangan itu, dengan jelas ia melihat jika di atas sofa ruang tamu, ada sebuah tas milik wanita dan sepasang heels yang tergeletak berantakan.

Milik siapa?

Penuh rasa takut, dan dengan hati yang tiba-tiba terus berteriak semakin kuat agar tidak menelusuri ruangan, Patricia memilih akalnya. Ia memilih isi otaknya yang penuh dengan tanda tanya dan rasa ingin tahu, kemudian Patricia kembali meneruskan langkah.

Dengan sangat hati-hati, Patricia mencoba menelusuri mini kitchen yang ada di sana. Isi di dapur mini dan di atas meja makan, menunjukkan sisa-sisa jika semalam ada sepasang manusia yang melakukan makan malam romantis.

Bekas lilin-lilin di atas meja yang sudah dimatikan dan sebuah kaos dan mini dress yang tergeletak di atas lantai samping meja, sedikit menunjukkan jika setelah makan malam, mereka mungkin melakukan sesuatu yang sangat tidak ingin Patricia bayangkan.

Patricia menekan kuat isi kepala dan dada penuh kecurigaannya. Sempat termenung, bibir Patricia mengulas senyum kecut. Ia kembali mengingat hari-hari pertengkaran mereka.

Sebuah pertanyaan masuk akal yang mendukung kecurigaannya pun muncul di dalam kepala Patricia tanpa bisa ia cegah.

Apakah sekarang Darren benar-benar melakukan seperti apa yang sudah ia katakan pada malam pertengkaran hebat mereka empat bulan yang lalu? Dan Patricia tahu, jika pertanyaan itu hanya bisa dijawab dengan mencari tahu.

Dengan hati sudah terasa remuk redam, karena memang isi kepala Patricia sebenarnya sudah mendapatkan jawaban tanpa perlu Patricia harus memastikan di depan matanya langsung ataupun mungkin dari mulut Darren langsung. Namun, ia tetap melangkah ke sebuah pintu yang terbuka separuh. Sebuah pintu yang Patricia yakini adalah sebuah kamar dan mungkin kamar milik Darren.

Dengan perlahan, Patricia mengintip sebentar isi kamar. Terlebih, di atas ranjang besar yang menunjukkan pemandangan jauh dari kata rapi. Berantakan seperti baru saja diserang pasukan Napoleon.

Lagi-lagi bibir Patricia tersenyum kecut dengan dada bergemuruh penuh rasa nyeri. Patricia memilih untuk terus melangkah masuk, untuk hanya sekedar melihat siapa yang sudah mengisi malam-malam kesepian suaminya. Namun, setelah memasuki kamar dengan cara seperti pencuri, Patricia tidak menemukan siapapun di sana.

Between Love And LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang