Part 21

5 0 0
                                    

Dokter mengatakan jika keadaan Kamala stabil, dan mereka masih tetap tinggal menunggu hingga nenek mereka sadar. Setelahnya, dokter jantung terbaik yang menangani Kamala pergi dari ruang rawat bersama beberapa perawat, dan meninggalkan keheningan di dalam ruangan itu.

"Aku harap kalian sudah memeperoleh kesepakatan." Ucapan pertama Logan setelah dua mantan pasangan suami istri itu kembali muncul di dalam ruang rawat Kamala.

"Aku tidak bisa," parotes Patricia. "Tolong, yang kalian lakukan ini tidak benar."

"Patty." Suara Logan melembut sambil memberikan lirikan ke arah brangkar tidur Kamala. "Grandma bisa selalu mendengar kita." Logan memperingatkan sambil mengusapi surai putrinya yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.

Membuang nafas frustasi, alih-alih kembali mengeluarkan protes untuk permintaan konyol Logan, Patricia memilih untuk menelan segala protesnya dan menatap Harper yang mulai menggeliat di atas pangkuan ayahnya.

"Kapan kalian sampai di sini?" Patricia bertanya, dengan arah pandang terus menatap Harper.

"Entahlah, Patty. Kami hanya langsung ke sini setelah Mom memberi kabar," jelas Logan. Ia menatap kedua mata putrinya yang mulai bergerak-gerak. "Kami panik."

"Dad?"

Darren yang juga berada di sana dan hanya sibuk menatap layar tab-nya, ikut menatap ke arah pangkuan Logan saat suara Harper terdengar.

"Iya, Sweetheart?" Terus memangku dan mendekap tubuh Harper yang semakin bergerak, Logan mendaratkan sebuah ciuman ke dahi putrinya. "Selamat pagi."

Harper tersenyum, kemudian mulai mengusapi kedua mata sambil membalas. "Morning, Daddy." Setelahnya gadis kecil itu mulai mencoba menatap sekitar.

"Kita masih di ruangan Great Grandma, Sayang," jelas Logan saat menyadari Harper yang mencoba mencerna keadaan di sekitarnya.

"Hmm … aku pikir sedang berada di kamarku." Harper mencoba untuk bangkit dari dekapan ayahnya, kemudian mulai mengangkat kedua tangan untuk perenggangan sebelum menyadari jika ada orang lain di sana.

Bibir Patricia mengulas tersenyum, saat akhirnya Harper menatap ke arahnya yang sedang duduk di sofa panjang bersama Darren dengan jarak membentang seluas samudra.

"Patty!" seru Harper. Dengan cepat tubuhnya melompat dari atas pangkuan Logan. "Kau sudah datang!"

Mengangguk dengan bibir mengulas senyum, kedua tangannya langsung menyambut tubuh Harper yang datang menerjang.

"Kau lama sekali. Aku semalaman terus menunggu hingga mengantuk sambil di gendong Darren." Mengeluh sambil memeluk Patricia seolah mereka sudah bertahun-tahun tidak bertemu, membuat Patricia terkekeh geli.

"Maaf karena sudah membuatmu menunggu, Sayang."

Melepaskan pelukannya, Harper menatap Parricia dengan berbinar. "Tidak apa, yang penting kau sudah di sini," ucapnya dengan kegirangan yang terdengar jelas.

Kemudian, gadis kecil bersurai pekat itu menoleh ke arah ujung sofa tempat Patricia mendudukkan bokong. "Selamat pagi, Darren. Aku hampir tidak melihatmu." Harper tiba-tiba bergerak untuk merapikan rambutnya yang tergerai. Gadis kecil itu juga langsung merapikan gaun rumahan bemotif sapi yang sedang ia kenakan.

Darren mengangguk singkat, sebelum menjawab, "Selamat pagi, Harper." Ada jedah di ucapannya. "Tenang saja, kau akan selalu tampak cantik."

Terkekeh riang sambil tersipu malu-malu, Harper kembali membernamkan wajahnya ke dalam dekapan Patricia, membuat Logan hanya bisa mendengus. Sedangkan Patricia yang akhirnya mengerti, tanpa sadar menoleh ke arah wajah Darren yang masih menyunggingkan senyum separuh. Dan bencana, karena nyatanya, senyum separuh itu juga membuat dada Patricia diam-diam tersipu malu, lebih tepatnya memalukan.

Between Love And LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang