12. DI ANTARA MARAH DAN KEPEDULIAN

11 1 0
                                    

"Kekuatan sejati terletak pada semangat yang tak tergoyahkan dari hati yang kuat dan pikiran yang tangguh."

Varel Dirgantara

✧✧✧

Malam itu, kegelapan menyelimuti pertemuan dua geng motor yang sudah lama bermusuhan. Suasana tegang terasa semakin mencekam di udara ketika mesin-mesin berderu dengan suara menggelegar, menunjukkan siapnya kedua belah pihak untuk saling berhadapan. Mata mereka saling bertatapan penuh kebencian, siap untuk melemparkan serangan balasan yang tak terduga. Setiap detik terasa seperti keheningan sebelum badai, di mana satu kesalahan kecil bisa menjadi pemicu untuk meledaknya pertikaian itu. Di bawah cahaya remang-remang bulan yang pucat, malam itu berubah menjadi panggung pertempuran dua kekuatan gelap yang saling beradu, menandai kedalaman kedigdayaan kebencian di dalam diri manusia.

"Berani mencelakai anggota gue berarti berani juga mendapatkan balasan dari gue!" pekik Varel emosi nya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

"CARIOZZ SERANG!" Teriak Varel menginstruksikan mereka semua untuk menyerang anggota Blackcobra. Mereka pun langsung menyerang setelah instruksi ketua mereka.

pertempuran pun mulai terjadi, mereka menyerang satu sama lain untuk membalaskan dendam mereka atas pengeroyokan salah satu anggota dari mereka yang di buat masuk ke rumah sakit ulah musuh mereka. pukulan demi pukulan pun terlontarkan, api membara dalam diri mereka mulai memanas semakin membesar.

Bibir-bibir mereka terkatup rapat, matanya memancarkan tekad dan kemarahan yang tak terbendung. Dengan refleks yang cepat, kedua geng motor saling serang tanpa belas kasihan. Pukulan dan tendangan terus terjadi, memecah hening malam dengan dentuman dan suara teriakan. Belum lama berlalu, beberapa dari mereka sudah terjerembab ke tanah, namun tekad untuk membalaskan dendam terus membara di hati mereka. Darah mendesis, nafas terengah-engah, namun semangat bertarung tak kunjung reda. Dalam kegelapan malam, pertempuran antara kedua geng motor terus berlangsung, membakar api dendam yang tak terpadamkan di antara mereka.

Dengan penuh kemarahan, kedua geng motor saling menyerang dengan pukulan yang semakin keras. Pergulatan fisik mereka menusuk hati dengan kepedihan yang mendalam, mengingat persahabatan yang terjalin di antara keduanya sebelum konflik terjadi. Api dendam semakin membara menjelma menjadi badai emosi yang tak terkendali, menciptakan atmosfer pertempuran yang penuh kebencian.

✧✧✧

Gibran berdiri di ambang pintu kamar, matanya kosong menatap ruangan yang kini terasa asing dan menyesakkan. Keheningan rumah yang dulunya dipenuhi suara dan tawa kini terbungkus dalam suasana suram. Di sisi jendela, Wijaya, ayahnya, berdiri dengan punggung membelakangi, tampak tegap namun terhimpit beban yang tak terkatakan.

Ketika Wijaya akhirnya menoleh, tatapannya penuh dengan kemarahan dan kesedihan yang tertahan, seolah menyimpan rahasia yang membuatnya sulit berbicara. "Kamu tidak lupakan apa yang sudah terjadi dulu," suara Wijaya pecah, menambahkan ketegangan yang membuat suasana semakin mencekam.

"Tentu enggak," jawab Gibran menimpali ucapan Wijaya. Gibran merasa nyeri mendalam, terjebak dalam perasaan bersalah dan kebingungan saat mengingat kejadian dulu, ia berusaha mengurai benang-benang penyesalan yang tak kunjung terpecahkan.

Wijaya pun membalikkan tubuhnya lalu menghadap ke arah Gibran yang masih berdiri di ambang pintu. Ia menatap tajam ke arah Gibran. Gibran yang di tatap seperti itu pun langsung menundukkan kepalanya sedikit karena tidak ingin melihat tatapan tajam ayahnya. Suasana semakin mencekam saat Wijaya mulai melangkahkan kakinya menghampiri Gibran.

Rumah Tanpa PintuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang