8. PENGEROYOKAN

15 6 0
                                    

Seperti biasa jangan lupa vote terlebih dahulu. Terimakasih.

Happy reading 💗

✧✧✧

Jangan terlalu memendam luka sendirian, karena setiap manusia akan membutuhkan manusia lain untuk tempat bercerita.

_Author

✧✧✧

Hembusan angin begitu kencang menerpa area sekitarnya. Suasana malam kali ini sangat terasa dingin tidak seperti hari-hari biasanya. Sehabis acara pentas seni selesai tadi Gibran pun langsung pergi dari sana untuk pergi ke suatu tempat. Ia tidak tahu akan pergi kemana yang jelas ke tempat yang tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Sesampainya di tempat yang ingin di tuju cowok itu pun memberhentikan motornya, di buka helm full face yang ia kenakan lalu turun dari atas motor. Gibran lebih dulu menatap bangunan yang ada di hadapannya saat sebelum melangkahkan masuk ke dalam bangunan itu.


"Akankah semuanya akan berakhir saat ini juga?" monolognya menanyai dirinya sendiri.

Cowok itu pun mulai melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah untuk masuk ke dalam bangunan itu. Gibran masuk ke dalam lalu naik ke atas rooftop. Setelah sampai di atas Gibran berjalan ke arah pembatas rooftop lalu melihat ke arah bawah.

"Gue minta maaf. Maaf, karena gara-gara gue lo pergi untuk selamanya," monolog nya lagi meminta maaf. Bulir bening pun mulai luruh dari pelipis matanya.

"Maaf karena nggak bisa menepati janji untuk menggantikan lo. Gue udah capek, gue capek untuk tetap bertahan. Karena bagaimanapun juga bukan gue yang Papa mau tapi lo," monolognya lagi. Gibran kembali menatap ke arah bawah. Lalu ia berniat untuk naik ke atas pembatas rooftop. Namun baru saja satu kakinya Gibran naikkan ada satu tangan yang mencekal tangan Gibran lalu menarik nya untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di inginkan.

Orang itu menarik Gibran untuk menjauh dari pembatas rooftop. Setelah di rasa aman orang itu pun langsung melepaskan cekalan nya. Sedangkan Gibran menatap orang itu sendu.

"Kenapa lo nggak biarin gue mati aja, Gi? Gue udah capek..." Ucap Gibran saat melihat orang yang tadi mencekal nya.

"Capek itu istirahat bukan bunuh diri," jawab Gio. Cowok itu melipat kedua tangannya di depan dada lalu melangkahkan kaki untuk mendekat ke arah pembatas rooftop tersebut. Arah pandang cowok itu menatap ke arah depan melihat gedung-gedung tinggi di depannya.

Sedangkan Gibran lebih memilih untuk diam tidak ingin mengucapkan kata-kata apapun.

"Jangan mati di tangan sendiri," ucap Gio. Cowok itu pun membalikkan tubuhnya menghadap Gibran yang diam membeku di tempatnya. Ia menatap mata Gibran yang mulai berkaca-kaca dengan air mata.

Gio memang tidak tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Gibran sampai ingin berbuat seperti ini. Gio memang tidak tahu apa masalah yang sedang di hadapi olehnya. Tapi Gio merasakan apa yang sedang di rasakan oleh Gibran. Bagaimanapun juga Gio dan Gibran memiliki masalah yang sama yaitu menghadapi kekangan dari ayah mereka.

Cowok itu pun mulai melangkahkan kaki nya lagi untuk menghampiri Gibran. Setelah di samping cowok itu Gio menepuk pundak Gibran pelan, "lo harus kuat."

✧✧✧

Langit sudah semakin berwarna menjadi warna orange. Remaja laki-laki dengan motor kebesarannya itu membelah jalanan ibu kota. jalanan ibu kota kali ini tidak terlalu padat seperti hari-hari biasanya membuat laki-laki itu itu tidak perlu menunggu kemacetan. Laju motornya tidak terlalu kencang tapi tidak juga terlalu pelan.

Rumah Tanpa PintuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang