Saat jam istirahat, kantin sekolah dipenuhi dengan riuhnya suara percakapan dan tawa. Anggota Cariozz berkumpul di meja-meja, berbagi cerita dan makanan. Namun, di tengah keramaian itu, Gibran terlihat melangkah ke arah lain dengan tekad di wajahnya. Ia merasa lebih nyaman berada di tempat tenang seperti perpustakaan, daripada berada di tengah kerumunan. Besok adalah ulangan harian, dan ia ingin mempersiapkan diri dengan maksimal.
Saat di tengah perjalanan menuju perpustakaan tidak ada sesuatu yang membuat Gibran tertarik meskipun ada beberapa perempuan yang menyapa kepada nya. Seolah tidak ingin menjawab sapaan itu Gibran memilih untuk bungkam saja. Ia pun mulai melewati koridor kelasnya lalu kelas XI IPA 3.
Sementara itu, koridor menuju perpustakaan tampak lebih sepi. Gibran melangkah dengan santai, namun perhatian sekilasnya tertuju pada kelas XI IPA 4 yang ada di sebelah. Dengar-dengar, kelas itu baru saja mengalami perubahan jadwal, dan suasananya tampak berbeda dari biasanya.
Tiba-tiba, dua siswa dari kelas XI IPA 4 berlarian dengan tergesa-gesa, wajah mereka tampak penuh kecemasan. Tanpa melihat ke arah mereka, mereka pun langsung menabrak tubuh Gibran dengan keras.
"Woy! Hati-hati dong," pekik Gibran. Gibran hampir kehilangan keseimbangan, namun ia berhasil memegangi dinding untuk mencegah dirinya jatuh. Kejadian itu membuatnya terpaksa berputar ke arah lain, mengarahkan pandangannya ke pintu kelas yang kini sedikit terbuka.
Di saat yang bersamaan, Kinara keluar dari kelas XI IPA 4, tampak sedikit kaget dengan keributan di luar. Ketika Kinara mencoba untuk melangkah menjauh dari pintu, tubuhnya secara tak sengaja bersinggungan dengan tubuh Gibran. Mereka berdua terjerembab ke lantai dalam sekejap, tubuh mereka saling bersentuhan. Dalam kekacauan itu, Gibran tidak bisa menghindari kecupan ringan di pipi Kinara akibat posisi mereka yang tidak terduga.
Ketika mereka akhirnya bangkit, suasana terasa aneh dan canggung. Kinara tampak kebingungan dan wajahnya memerah, sementara Gibran merasa malu dan tidak tahu harus berkata apa.
"Nar, sorry," ucap Gibran menyesal. Kinara tidak menjawab karena masih terkejut dengan kejadian tadi saat Gibran yang tiba-tiba mencium pipi nya.
"Nar," panggil Gibran.
"H-hah? Apa? Oh iya, itu, enggak apa-apa. Lagi pula nggak sengaja kan," jawab Kinara canggung masih belum percaya Gibran mencium pipinya.
Mereka pun saling menatap sebentar, namun cepat-cepat menghindari pandangan satu sama lain. Kinara bergegas kembali ke dalam kelas dengan wajah tertunduk, sementara Gibran, masih terkejut, melanjutkan perjalanannya menuju perpustakaan dengan langkah cepat, berusaha untuk mengabaikan kejadian yang barusan terjadi.
✧✧✧
Di dalam perpustakaan yang sepi, Gibran berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri dan fokus pada buku yang akan dipinjamnya, namun bayangan kejadian tersebut tetap menghantui pikirannya. Perasaan bersalah mulai muncul dari dalam dirinya saat melihat wajah Kinara setelah kejadian itu.
"Sumpah gue nggak sengaja," monolognya. Memang, kejadian itu ketidaksengajaan. Gibran sama sekali tidak ada niatan untuk mencium pipi Kinara, sungguh.
Gibran mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuka-buka buku pelajaran, namun tiap kali melihat kata-kata di halaman buku itu, wajah Kinara yang malu dan bingung kembali terbayang. Ia menghela napas panjang dan menutup buku dengan keras, membuat beberapa siswa yang ada di sekitar melirik ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tanpa Pintu
Teen Fiction"cemara adalah kebohongan bagi seorang anak broken family." -Gibran Wijaya Pradipta Menurut mereka rumah adalah tempat untuk berpulang dimana mereka akan di sambut dengan pelukan dan tepukan yang lembut. Tapi itu tidak berlaku bagi Gibran. Rumah ad...