V

142 22 17
                                    


Hi!
I hope u enjoyed this story!

/F/

Malam itu, akhirnya Eric kembali ke rumah mereka yang berada di dalam sebuah komplek. Kini ia merapihkan barang yang berserakan di atas kasurnya.

Sebelum kecelakaan tersebut terjadi, Eric sebenarnya sedang berbenah kamar yang ia tempati itu. Namun harus terhenti karena ia dan Halen harus berbelanja keperluan mereka di rumah.

Ia kembali meletakkan beberapa buku yang ada di atas kasurnya. Lantas membersihkan sprai tidur dan menyapu kamarnya. Ia menatap sekeliling kamarnya Yang sudah bersih semua. Mulai dari rak buku yang tertata hingga baju-baju yang tergantung rapi di lemarinya. Eric menatap jendela yang berada di kamar bagian belakang. Lantas membukanya. Ia memejamkan matanya sejenak. Menghirup udara yang berhembus dari angin malam jendela.

Ingatannya kembali saat ia dan Halen mengalami kecelakaan. Perlu dicatat. Ia dan Halen hampir saja mati kala itu. Eric kembali mengingat-ingat. Bagaimana mereka bisa selamat? Seharusnya semua orang yang di dalam sana mati dalam keadaan mengerikan. Eric bergidik saat mengingatnya kembali. Mengapa mereka selamat? Ah benar. Itu semua karena dirinya yang menyelamatkan mereka berdua. Bagaimana? Bagaimana bisa?

Eric juga tidak tahu.

Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa itu sebuah bom dan bukan kebakaran? Bagaimana ia dapat refleks memiliki insting untuk segera memecahkan kaca dan mencari jalan keluar? Dan yang terpenting..

Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa yang hidungnya endus kala itu adalah bau asap dari sebuah bom dan bukan api?

Itu yang membuatnya sangat terheran-heran hingga sekarang ini. Kalau memiliki insting untuk melarikan diri di tengah-tengah situasi seperti itu sih, wajar saja menurutnya. Semua orang pasti akan berpikiran sama saat di posisinya.

Namun jika dapat membedakan antara bau asap bom dan asap kebakaran?

Eric meringis pelan saat kepalanya kembali merasakan nyeri. Ia mengangkat tangan kanannya dan memijat dahinya pelan. Sedangkan tangan kirinya ia gunakan untuk menumpu di pinggiran jendela.

Benar saja kan? Memikirkannya saja dapat membuatnya kembali pusing. Mana ada orang bisa membedakan hal yang mustahil seperti itu. Mungkin saat itu ia sedang beruntung saja. Ia kembali bersyukur karena masih diberi nyawa hingga sekarang ini.

——————

"Ric! Yang nggak pake gula satu!" Teriak seseorang yang sedang melayani pelanggan yang baru saja datang.

Eric yang mendengarnya mengangguk patuh. Tangannya mulai bekerja dengan cekatan. Ia memasukkan potongan lemon ke dalam sebuah gelas. Tangannya mulai meracik minuman yang kini baru saja dipesan.

Tumben banget ada yang memesan minuman kayak gini. Batinnya.

Pasalnya, ia kini sedang bekerja di tempat yang mana sangat lah berisik. Lantunan musik menggema di seluruh ruangan. Minuman yang biasa di pesan oleh pelanggan pelanggan mereka biasanya sebuah beer, wine ataupun minuman lainnya yang mengandung alkohol. Jarang sekali ada yang memesan minuman sehat seperti yang ada kandungan lemonnya ini. Bahkan tidak pakai gula.

Eric dengan cepat menyelesaikannya dan menghias gelas ramping yang cantik tersebut dengan irisan buah lemon juga. Lantas setelah usai ia berikan kepada partner kerjanya yang bertugas mengantarkan ke tiap-tiap meja pelanggan.

Eric menyandarkan dirinya ke meja dapur sambil memerhatikan para pelanggan yang sedang bercanda ria tiap sudut. Helaan nafas keluar dari mulutnya.

"Tumben ya? Nggak kelimpungan" ucap seseorang yang datang tertawa kecil. Orang tersebut mengambil posisi di sebelah Eric.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang