X

137 27 25
                                    

Hi!I hope you enjoyed this story

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi!
I hope you enjoyed this story

/L/


Suara hujan terdengar bergemuruh dari luar.

Pagi kali ini rumah yang tak terlalu besar itu disambut oleh sejuknya udara karena hujan yang terus turun. Tampak dua orang pemuda sedang berada di balik dapur.

Ray menyiapkan lauk Pagi untuk mereka kali ini. Tangannya lincah menumis sayur-sayuran. Beberapa masakan telah terhidang di meja. Ray melirik Halen yang menelungkupkan kepalanya di meja makan. Ia membuang nafasnya berat.

Ia yakin. Halen tak ingat satupun perbuatannya tadi malam.

"Bang, menurut gue... lo harus kurangin minum dari sekarang" ucapnya tiba-tiba sambil meletakkan tiga piring di meja.

Sang empu yang di ajak bicara pun kini mendongakkan kepalanya. Wajahnya masih merah dan berantakan. Ia mengeryitkan kepalanya. Terheran dengan ucapan yang Ray berikan. Halen memijat kepalanya sendiri yang ia rasa masih pusing itu.

"Maksudnya?" Tanyanya yang masih heran.

Kenapa pula tiba-tiba Ray menyuruhnya membatasi minum-minum? Bukannya ia juga sudah biasa pulang dengan keadaan mabuk? Ray juga sama seperti dirinya. Lagi pula ia sudah legal, kan?

"Ya... menurut gue gak baik lo pulang-pulang mabok begitu. Kurang-kurangin deh bang" jawab Ray terdengar agak ragu. Kini ia duduk di kursi yang menghadap Halen.

Halen kini menatap lekat Ray. Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Lo kan, tau. Kalau gue pulang kayak begitu berarti lagi ada problem"

"Gak harus minum kan bang, solusinya?"

Kini Halen menatap Ray serius. "Lo kenapa tiba-tiba begini deh? Lo hidup sama gue udah lama ya, Ray. Kita udah saling kenal kelakuan satu sama lain. Dari dulu juga lo gak pernah masalahin gue kalau gue minum" ucap Halen kini sedikit emosi.

Halen pikir Ray itu sudah sangat mengerti dirinya. Ia dan alkohol itu sudah cukup menyatu. Jika ada masalah, alkohol lah yang Halen cari. Dengan begitu ia dapat merasa bebannya terangkat dengan mudah. Lagipula jika ia sedang marah dimana ia harus melampiaskannya?

Ray menghela nafasnya berat. Bagaimana kini ia mengatakannnya? Bahwa bukan sekali dua kali Halen menyiksa Eric saat ia tak sadar?

Tidak Eric saja sebenarnya. Ia pun turut mendapatkan bogeman dari Halen. Tapi Eric lah yang paling sering. Itu terjadi karena Eric selalu siap menyambut Halen tiap Halen pulang kerja.

"Bang, lo tiap pulang mukulin eric"

Ray menggeleng. Tidak mungkin ia tega mengucapkan langsung seperti itu. Ia tahu seberapa Halen menyayangi Eric. Tapi jika tidak ditegur Ray takut Halen semakin menjadi-jadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang