VI

199 30 27
                                    

Hi!I hope u enjoyed this story!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hi!
I hope u enjoyed this story!

/G/

----

"Tahan than.... j-jangan panik"

Ucap Vano yang kini memangku kepala Eric. Tangannya yang gemetar tetap menahan darah yang berangsur-angsur keluar dari pinggang kiri temannya.

"Jangan panik gimana bego? Ini temen lu sekarat anying!" Sahut Nathan yang sedang memegang peralatan medis darurat.

Nathan mengatur nafasnya sejenak. Ia harus fokus memilah cepat barang-barang yang ada di hadapannya.

Vano meneguk ludahnya kasar saat merasakan basah yang tidak berhenti dari kain yang ia tahan ke pinggang Eric. Raut wajahnya yang panik sangat tidak bisa ditutupi. Berbanding terbalik dengan Nathan yang ia peringati tadi.

Wajah Nathan tampak fokus memakai sarung tangannya.

Kini mereka ada di dalam ruangan darurat milik kafe. Tempat dimana segala perobatan dan alat medis berada.

Rumah sakit? Tentu mustahil.

Bagaimana jika pihak rumah sakit curiga apa yang telah terjadi kepada Eric nanti? Itu adalah hal yang harus dihindari oleh mereka semua. Lagipula, itu sudah masuk ke dalam aturan tercatat sejak bergabung ke pekerjaan di bangunan ini. Bos mereka memberikan fasilitas lengkap disini. Dari mulai obat-obatan ringan hingga alat-alat medis yang cukup lengkap untuk para pegawai disini. Apa pun itu akan Bos mereka tanggung, asalkan satu. Tidak membeberkan bisnis yang ia jalani.

Seperti saat ini. Tak jarang pegawai yang lain mengalami hal seperti Eric. Tertembak oleh sembarang orang yang bahkan tidak ada urusannya dengan mereka.

"Eng-ngh..."

"Anjir than! Si Eric sadar!" Teriak Vano yang melihat Eric mulai membuka matanya. Tangannya langsung menahan tubuh Eric yang ingin duduk.

"Gila. Badan lu terbuat dari apa dah, rik? Bisa-bisanya abis pingsan siuman lagi" racau Vano.

Eric yang tersadar pun meringis cukup keras. Ia merasakan sakit yang sangat menusuk di bagian pinggang kirinya.

"Sshh, anjing... kenapa gak lu ambil dari tadi sih than pelurunya?!" Protes Eric saat melihat dirinya ternyata belum diobati oleh Nathan. Eric mencengkram tangan kanan Vano yang berada di sampingnya. Cukup kuat hingga sang empu mengernyit kesakitan.

"Ric sakit anjir!" Ringis Vano yang melihat lengannya kini menjadi pelampiasan rasa sakit Eric

Eric mendelik. Bisa-Bisanya temannya sekarat masih sempat protes.

"Bego! Ini sakit banget anjir... tahan bentar elah Van" ringis Eric memejamkan matanya. Dalam hati ia benar-benar merutuki pria yang menembaknya tadi. Enak banget main tembak-tembak orang.

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang