Hi!
I hope you enjoyed the story!/H/
"Lagian HP lu tadi kenapa nggak di aktifin, sih?"
Tanya remaja yang sedang memarkirkan mobilnya. Ray melirik ke arah spion mobil agar dapat memarkirkannya dengan tepat. Eric yang mendengar pertanyaan tersebut terdiam sejenak.
Alasan apa yang akan ia buat sekarang?
"Mati, bang. Terus gue taro di loker deh, gue juga lupa bawa chargeran" jawabnya.
Kini mobil yang ia tumpangi sudah terparkir rapi di halaman rumah. Ia membuka seat belt nya perlahan. Perih saat terkena jahitan baru di pinggangnya.
Ray yang mendengarnya menggelengkan kepalanya. Mematikan mesin mobil.
"Bukan urusan gue ya, Halen marah. Lu tanggung jawab sendiri kelakuan lu" ucap Ray yang hanya dibalas gumaman olehnya.
Ia menatap Ray yang kini sudah berjalan keluar dari mobil. Lantas melirik pinggangnya perlahan. Eric mengangkat bajunya untuk mengintip lukanya.
Ia meringis pelan. Perbannya sedikit mengeluarkan bercak merah. Lantas ingat perkataan Nathan tadi.
"Sampe rumah langsung ganti lagi perbannya rik. Olesin ini juga. Kalau perih banget di sekitaran jaitannya doang juga gapapa. Yang penting di oles. Dan juga- lo jangan banyak-banyak gerak dulu. Jahitan lo bisa kebuka lagi nanti."
Eric menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil. Menghela nafasnya.
"Kalau bang Ray mah gak banyak tanya orangnya. Nggak mau ribet juga dan gak bakal kepo. Jadi aman. Nah... kalau bang Halen-gue ngadepinnnya gimana ini?" Pikirnya sendiri.
Memiliki keluarga baru itu... sangat di syukuri oleh Eric.
Ia tidak ingat apapun tentang masa lalunya. Tapi yang dapat Eric pastikan sekarang, Eric baru merasakan kehangatan sebuah keluarga selepas kejadian saat ia ingin lompat dari jembatan kala itu. Bisa ia yakini, sepertinya dirinya yang sekarang mungkin sedikit menolak mengingat keluarganya yang dulu. Ini mungkin juga menjadi salah satu sebab Eric tidak terlalu peduli dengan lupa ingatan yang dialaminya.
Itu juga kalau gue berkeluarga. Kalau ternyata gue anak buangan gimana? Udah dibuang lupa ingatan pula. Batin Eric meringis.
Namun, memiliki keluarga baru juga ada sulitnya menurut dirinya.
Karena ia yang paling muda diantara mereka bertiga, jadi ia benar-benar di perlakukan layaknya anak bungsu oleh kedua abangnya. Ia yang tidak boleh pulang larut malam, ia yang harus lapor kemana pun setiap berpergian, hingga ia yang paling sering kena omelan.
Apalagi Halen- abangnya yang satu itu tidak akan menerima interupsi apapun saat ia melakukan hal yang dianggap 'nakal'.
Seperti halnya sekarang ini. Pulang larut malam. Plus tidak memberi kabar.