BAB 7

33 18 7
                                    

"Bagaimana cara meyakinkan nya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana cara meyakinkan nya?"

***

Celine perlahan membuka matanya, ruangan itu samar-samar terlihat. Bau obat menyengat serasa menusuk hidung. Saat kesadarannya kembali sepenuhnya, ia mendapati dirinya terbaring di UKS sekolah.

"Ugh," rintihnya seraya berusaha duduk. "Kamu gak apa-apa?" tanya seseorang di sampingnya. Celine menoleh, ternyata itu adalah suara ayahnya. Ia mengangguk lemah, namun kepalanya masih terasa berdenyut hebat.

"Tadi dokter bilang kamu kelelahan," ujar ayahnya sembari menyodorkan segelas air hangat. Celine menerima gelas itu, namun tak segera meminumnya.

"Ayah," panggilnya lirih. "Ya?" sahut sang ayah.

"Tadi, bayangan-bayangan itu muncul lagi. Ayah tau, kan? Ingatan misterius yang selalu menghantui aku dari kecil. Ingatan yang seakan aku pernah hidup di masa lalu. Itu yang bikin kepala aku rasanya mau pecah," ucap Celine, suaranya bergetar. Ayahnya hanya menghela napas panjang.

"Kamu cuma perlu istirahat," jawab sang ayah.

"Tapi aku beneran, Yah! Apa mungkin ini ada kaitannya juga sama kematian Ibu?" tanya Celine. Ayahnya hanya diam, matanya menatap ke luar jendela. Sejenak, suasana menjadi hening.

"Kalau kamu udah enakan, kita pulang sekarang. Ayah tunggu di luar," ujarnya, suaranya datar.

Celine menunduk lesu. Sulit sekali baginya untuk membuat ayahnya percaya. Sejak dulu, ayahnya selalu menganggap cerita-ceritanya hanya khayalan belaka.

"Emang cuma Nenek yang paham aku," gumamnya lirih, lalu meletakkan gelas itu di meja tanpa meminum setetes pun air di dalam gelas. Ia pun keluar dari ruangan itu.

Baru saja melangkah keluar, tiba-tiba ada suara yang memanggilnya. "Celine." Ia menoleh, mendapati guru BK-nya itu menatapnya dengan khawatir.
"Bu Ella?"

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Bu Ella, raut wajahnya penuh keprihatinan. Celine tersenyum tipis. "Iya, Bu, aku gakpapa. Cuma kecapean aja."

"Kamu tiba-tiba pingsan di atas panggung saat pembagian piagam tadi. Semua temanmu juga ikut kaget dan khawatir. Kamu yakin gak apa-apa?" tanya Bu Ella lagi.

Celine mengangguk mantap. "Iya, Bu. Aku udah baik-baik aja kok."

"Oke deh, kalau kamu nggak apa-apa, sekarang kamu mau pulang?" tanya bu BK itu. "Iya, Ayah udah nunggu di luar," jawab Celine.

"Padahal ada yang ingin Ibu sampaikan ke kamu dan Ayahmu," ucap guru BK itu dengan nada serius, matanya menatap dalam ke arah Celine.

"Memangnya apa yang ingin ibu sampaikan?" tanya Celine, penasaran.
"Umm, gimana kalau kita temui Ayahmu dulu aja? Apa kamu perlu Ibu papah jalannya?"

"Ibu... Aku kan bilang udah gak apa-apa," ucap Celine yang membuat guru BK itu tersenyum kecil. "Iya iya... Ibu lupa." Namun, tatapan serius guru BK itu masih tertinggal di benak Celine, membuatnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya ingin disampaikannya.

***

Cahaya sore menyinari ruang tamu yang hangat. Celine dan ayahnya duduk berhadapan di sofa ruang tamu, buku rapor tergeletak di atas meja kopi. Keheningan menyelimuti mereka. "Ayah minta maaf," ucap ayah nya Celine tiba-tiba, suaranya sedikit bergetar.

Celine terkejut. Mata mereka bertemu sejenak, lalu pandangan ayahnya kembali tertuju pada lantai. "Ya? Ayah minta maaf soal apa?" tanyanya, suara Celine bergetar lembut.

Angin sore berhembus perlahan, membawa aroma tanah basah dari luar.
"Ayah merasa kurang berperan sebagai ayah buat kamu." Jawab ayahnya

Celine berusaha tersenyum, namun sudut bibirnya tetap terkulai. Ia memeluk bantal sofa erat-erat. "Enggak kok, Yah. Aku ngerti Ayah sibuk kerja. Lagipula, Ayah kerja juga buat aku, kan?" ucap Celine, suaranya terdengar lirih.

Hujan turun dengan rintik-rintik yang semakin deras, seolah ikut merasakan perasaan campur aduk di hati mereka.

Ayah menghela napas panjang. "Jadi, yang dibicarakan guru BK kamu tadi..." ucapnya, suara sedikit parau. Celine menarik napas dalam-dalam, matanya berkaca-kaca.

"Sebenarnya, aku.. emang pengen lanjut sih.. buat kuliah... tapi, aku juga pengen nya.. kerja dulu gitu.. biar Ayah bisa lebih banyak istirahat.. di rumah. Mungkin.. maksud guru BK tadi.. karna nilai aku bagus.. jadi dia ngerasa sayang.. aku belum punya tujuan yang jelas.." ujarnya, suaranya terbata-bata.

Jam dinding berdetak nyaring, seolah menghitung mundur waktu yang tak dapat mereka putar kembali.

Ayah menatap Celine. "Ayah dukung kamu kok," ucapnya, namun sorot matanya terlihat ragu. Celine menggeleng pelan, "maaf ayah, kasih aku waktu buat berpikir, ya, aku ngerasa cape banget sekarang," ucapnya, lalu beranjak dari sofa dan berjalan menuju ke kamarnya.

Celine mengunci diri di kamarnya. Cahaya lampu kamar yang remang-remang menerangi wajahnya yang basah oleh air mata. Suara hujan yang menghantam jendela seperti irama sedih yang mengiringi tangisnya.

Ia berjalan ke jendela, menempelkan telapak tangannya pada kaca dingin. Tetesan air hujan membasahi tangannya, terasa dingin menusuk. Bayangannya terlihat samar di balik kaca, terdistorsi oleh butiran-butiran air.

Celine menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Kenapa aku jadi nangis sih?" gumamnya, suaranya bergema di ruangan yang sunyi.


Bersambung ..

Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
UDUMBARA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang