Chapter 4

204 39 5
                                    

Happy reading!!! Jangan lupa vote dan comment nya. Terima kasih.

***

Pukul setengah sembilan Anye sudah berada di mobil Gara. Mereka hanya berdua, menuju ke EverGood yang memang tidak jauh dan tidak membutuhkan waktu lama. Tapi mereka ingat apa yang dikatakan Pak Rendra tempo hari. Ini proyek penting dan mereka tidak boleh sampai meninggalkan kesan yang tidak baik. Makanya Anye dan Gara lebih baik sampai lebih dulu daripada terlambat.

Di dalam mobil Anye ingin tenggelam dan menghilang dari bumi rasanya. Gara benar-benar tidak bicara sepatah katapun pada Anye. Suasana sudah seperti ada di kuburan saja. Ingin dia bicara duluan, tapi Anye tahu diri kalau Gara tidak menyukainya. Dia tidak ingin memancing kata-kata pedas dari lelaki itu.

Yang ada hanya sakit hatinya saja nanti. Mana perjalanan mereka sebagai partner kerja masih panjang. Apalagi kalau sampai proyek ini jebol, bukan hanya bulanan mungkin tahunan. Tidak mungkin kalau mereka tidak punya hubungan yang baik kan. Lagipula melihat Gara, sepertinya lelaki itu bukan lelaki yang bisa diajak asik-asik. Dia kaku dan mengerikan.

Perjalanan yang hanya butuh waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menit rasanya seperti dua tahun bagi Anye. Gara bahkan tidak mau repot-repot menyetel musik di dalam mobil. Lelaki itu hanya fokus pada jalanan yang memang padat meskipun tidak macet. Sungguh perjalanan sebentar yang menyiksa.

Sagara pelit bicara, bahkan untuk hal pekerjaan saja lelaki itu hanya bicara seadanya. Tidak mau repot-repot basa-basi apalagi menarik perhatian. Gara dingin dan mengerikan, mulutnya tajam. Tidak perlu punya pengalaman banyak dengan lelaki itu juga Anye sudah bisa tahu.

Gara melajukan mobilnya ke dalam gedung parkir perkantoran EverGood. Dia bahkan tidak ingin repot-repot menawarkan Anye untuk turun di lobby. Padahal kalau boleh memilih Anye lebih suka menunggu lelaki itu di lobby ketimbang ikut ke gedung parkir. Namun lagi-lagi Anye hanya diam.

Ketika Gara keluar mobil, Anye juga mengikutinya. Mengekor di belakang Gara seperti anak kecil yang tidak mau kehilangan induknya. Takut kalau Gara terlalu jauh dan dia akan tersesat sendirian.

Dari mulai mereka sampai di lobby, hingga mereka berada di ruang rapat semua Gara yang mengurus. Dia yang memperkenalkan mereka berasal dari mana, memberitahu kalau mereka sudah punya janji sebelumnya, hingga sekarang Anye dan Gara ada di ruang rapat lantai dua puluh delapan dan masih kosong.

Hanya mereka berdua, ditemani beberapa air mineral dan cemilan yang sejak tadi mereka anggurkan. Tidak berani disentuh kalau tuan rumahnya belum muncul juga. Setidaknya mereka harus tahu sopan santun kan.

Karena suasana yang semakin mencekam, Anye memutuskan menyibukkan diri sendiri dengan bermain ponsel. Padahal dia termasuk orang yang tidak suka dan tidak aktif di media sosial. Tapi dari pada mati kering bersama dengan Gara, lebih baik main ponsel.

Tidak lama setelahnya, dua orang lelaki masuk. Menyambut hangat Gara dan Anye. Yang mereka ketahui adalah dua orang yang akan sering berhubungan dengan mereka nanti kalau sampai proyek ini tembus. Bayu dan Willy, kurang lebih usianya tidak beda jauh dengan Anye dan Gara kalau ditaksir.

Supel, ramah, dan mudah bergaul. Akhirnya Anye tidak mati kering juga. Bersama dengan Bayu dan Willy, Anye jadi tahu kalau Gara ternyata masih punya selera humor juga. Yang paling menakjubkan adalah Gara bisa tersenyum dan tertawa meskipun tidak besar.

Selama ini Anye kira Gara kelainan karena wajahnya yang selalu datar. Lalu apa-apaan selama ini? Berarti benar kan kalau Gara memang tidak menyukai Anye. Dia benci berada di dekat Anye. Hal ini semakin membuat Anye menjaga jarak untuk kedepannya.

Tanpa Anye sadari bibirnya sudah memberengut kesal. Dia kesal dengan Gara. Selama bekerja Anye tidak pernah bertemu dengan orang yang tanpa sebab bisa kesal padanya secara tiba-tiba. Padahal sebelumnya Anye termasuk orang yang tidak mau peduli andai kata ada orang yang membencinya juga.

Another LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang